Sejarah Tanaman Obat Di Indonesia
Lythrum salicaria sudah lalu digunakan sebagai pengecil pori-pori (astringent), obat mencirit, dan obat disentri di berjenis-jenis tempat di belahan bumi lor serta Australia
Tumbuhan obat
yakni tumbuhan yang sudah lalu diidentifikasi dan diketahui berdasarkan pengamatan manusia punya senyawa yang penting lakukan mencegah dan menyembuhkan komplikasi, melakukan fungsi biologis tertentu, setakat mencegah ofensif insek dan baja. Sekurang-kurangnya 12 ribu senyawa telah diisolasi dari bervariasi tumbuhan pelamar di marcapada, tetapi besaran ini hanya dasa persen dari jumlah total paduan yang dapat diekstraksi dari seluruh pokok kayu obat.[1]
[2]
Pendayagunaan pokok kayu sebagai obat mutakadim ada sejak zaman prasejarah bani adam. Lega waktu 2001, para pemeriksa sudah lalu mengidentifikasi bahwa 122 sintesis yang digunakan di manjapada kedokteran bertamadun merupakan turunan dari campuran tumbuhan yang sudah digunakan sejak zaman prasejarah.[3]
Begitu banyak pengasosiasi-obatan yang tersaji momen ini merupakan turunan dari penyembuhan herbal, sebagai halnya aspirin yang terbuat dari kayu pohon dedalu, juga digitalis, quinine, dan opium.
WHO memperkirakan bahwa 80 persen warga di kontinen Asia dan Afrika memanfaatkan pengobatan herbal bakal beberapa aspek perawatan kebugaran. Amerika Serikat dan Eropa n kepunyaan ketagihan yang lebih sedikit, tetapi memperlihatkan mode meningkat sejak efektivitas beberapa tumbuhan remedi telah teruji secara ilmiah dan terpublikasikan. Pada perian 2011, jumlah tumbuhan obat nan diperdagangkan di seluruh dunia mencecah skor bertambah 2.2 miliar USD.[4]
Dengan mata air yang bermula dari tumbuhan, maka mal hayati satu negara sama dengan hutan menjadi terdahulu,[5]
dan kebinasaan jenggala mengancam keberadan tumbuhan obat yang gayutan dan masa ini dimanfaatkan oleh mahajana resan penghuni kawasan hutan dan sekitarnya.[6]
Keragaman hayati di privat hutan penting selain sebagai sarana melestarikan spesies tanaman pemohon untuk insan, pun dapat menjadi sumber pelelang-obatan sementara bagi satwa rumpil nan ada di agunan alam. Pokok kayu yang berguna tersebut terlazim diidentifikasi dan diteliti lebih jauh, dan pakar konservasi ataupun jagawana perlu dilatih lakukan menggunakan tanaman obat tersebut.[7]
Pengetahuan mengenai pemanfaatan tanaman obat di kerumahtanggaan wana dapat digali dari masyarakat setempat berdasarkan camar duka mereka yang diturunkan pecah generasi ke generasi.[8]
[9]
Masyarakat Suku Tugutil di Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Halmahera, n kepunyaan pengetahuan terhadap setidaknya 116 spesies pokok kayu tempatan, dengan 71 spesies dimanfaatkan umpama pohon hutan dan 45 spesies dimanfaatkan sebagai pokok kayu obat.[10]
Sejarah
[sunting
|
sunting sumber]
Sejak zaman prasejarah, rempah-rempah puas awalnya digunakan sebagai bumbu penyedap makanan, hanya perlahan diketahui mempunyai berbagai macam kurnia.[1]
[2]
Terutama rempah-rempah nan memiliki kemampuan antimikroba sehingga boleh mengawetkan rezeki. Cara ini diperkirakan berawal di wilayah tropis di mana makanan tidak bisa diawetkan karena faktor iklim. Berbeda dengan negeri iklim madya yang memiliki musim adem sehingga perut dapat diawetkan secara temperatur rendah.[11]
Daging secara umum di berbagai budaya dibumbui lebih banyak bermula sayuran karena daging bertambah cepat rusak.[12]
Berbagai bukti arkeologis menemukan bahwa individu menggunakan tumbuhan pelelang setidaknya sejak zaman Zaman batu tua, sekitar 60 ribu masa yang adv amat. Namun diperkirakan hal itu terjadi kian tadinya, karena primata yang masih spirit saat ini lagi telah menggunakan heterogen dedaunan solo untuk menyembuhkan kelainan tertentu.[13]
Sampel tumbuhan yang dikumpulkan dari lokasi prasejarah Neanderthal Gua Shanidar di Iran menemukan sejumlah besar polen dari 8 jenis tumbuhan, dengan sapta di antaranya masih digunakan hingga masa ini sebagai penyembuhan herbal.[14]
Dalam album tersurat, sedikitnya setudi adapun rempah patera mutakadim dilakukan sejak 5000 tahun lalu di Sumeria, dan tertulis di tablet tanah liat yang memuat daftar ratusan tanaman pelelang. Pada tahun 1500 SM bangsa Mesir Kuno menulis Papirus Eber yang pintar lebih mulai sejak 800 pohon obat, termasuk di antaranya kucai kudrati dan ganja.[15]
Di India, pengobatan Ayurveda mutakadim menggunakan berbagai tumbuhan obat sejak 1900 SM.[16]
[17]
Syah China Shennong disebutkan telah menulis setidaknya 365 pokok kayu pemohon dan pemanfaatannya, termasuk cimeng dan ephedra (yang menjadi bawah perkenalan awal nama pelelang ephedrine).[18]
Pada Yunani Kuno, setidaknya tumbuhan obat telah dipelajari sejak abad ke 3 SM makanya Diocles of Carystus, tetapi sebagian besar isinya mirip dengan yang ditemukan di Mesir.[19]
Fitokimia
[sunting
|
sunting sumber]
Semua tumbuhan menghasilkan senyawa kimia laksana bagian dari aktivitas metabolisme. Senyawa fitokimia ini dibagi menjadi beberapa tipe, yakni:
- Metabolit primer seperti gula dan enak yang ditemukan di seluruh jenis pokok kayu.
- Metabolit sekunder yang bukan ditemukan di semua jenis tumbuhan, dan setiap jenis tumbuhan bisa n kepunyaan variasi dan fungsi metabolit sekunder nan berbeda-selisih.[20]
Paradigma metabolit sekunder yaitu toksin yang digunakan untuk melawan predator dan feromon nan digunakan untuk menyedot perhatian insekta cak bagi mengamalkan pembenihan. Metabolit sekunder inilah yang banyak digunakan andai obat-obatan pada manusia, sebagaimana inulin dari akar dahlia perumpamaan alat angkut penyimpanan energi digunakan manusia untuk pengobatan buah pinggang; kuinina dari kina menghasilkan rasa pahit sehingga mencegah tumbuhan dimakan herbivora, pada cucu adam dijadikan obat malaria; dan morfin dari lateks opium merupakan pertahanan saat kredit opium yang medium berkembang diserang, oleh makhluk dijadikan bahan perunding-obatan.[20]
Malar-malar tumbuhan yang beracun bisa memiliki manfaat secara kedokteran.[21]
Tumbuhan mensintesis berbagai jenis fitokimia, tetapi sebagian osean merupakan turunan dari senyawa biokimia dasar:[22]
- Alkaloid ialah senyawa kimia yang memiliki gelang-gelang nitrogen. Alkaloid dihasilkan mulai sejak beragam jenis organisme dari bibit penyakit hingga animalia. Alkaloid dapat dimurnikan dengan menggubakan ekstraksi senderut-basa. Berbagai alkaloid bersifat toksik bakal organisme lain. Contoh alkaloid yakni kafeina. Secara umum alkaloid memiliki rasa pahit.
- Polifenol yakni fusi yang mengandung cincin fenol. Lengkap polifenol yaitu antosianin yang memberi dandan ungu pada berpangku tangan, tannin nan membagi rasa pada teh, dan isoflavon dari bin.
- Glikosida adalah zarah gula nan terikat dengan substansi non-karbohidrat, galibnya senyawa organik. Glikosida berlaku seumpama ki alat penyimpanan energi pada tanaman dan dapat diaktifkan melalui hidrolisis maka itu enzim yang membedakan rantai sakarosa dari glikosida sehingga dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.
- Terpena adalah campuran organik yang umumnya dihasilkan oleh konifer. Terpena memiliki aroma yang kuat dan berfungi melindungi konifer berasal serangan serangga. Terpena ada pada resin atau getah konifer. Oleh manusia, terpena digunakan sebagai minyak wangi, pemberi rasa pada makanan, dan aromaterapi.
Uji klinis
[sunting
|
sunting sumber]
Berbagai rempah daun punya bilyet riil ketika diuji secara in-vitro, sreg hewan, dan uji klinis skala kecil,[23]
sekadar tidak jarang beberapa tumbuhan peminta memiliki efek subversif.[24]
Puas periode 2002, National Institutes of Health tiba menaja uji klinis terhadap efektivitas obat herbal.[25]
Survey lega waktu 2010 terhadap 1000 jenis tanaman, 356 di antaranya telah mempunyai hasil uji klinis tentang manfaatnya secara ilmu obat. Seputar 12 uang dikatakan “enggak memiliki kelebihan nan signifikan” meski telah tersedia di pasar.[26]
Dan berdasarkan Cancer Research UK, tidak ada satupun pengobatan herbal yang terbukti secara klinis dapat mencegah alias memulihkan kanker.[27]
Berbagai pakar pengobatan herbal mengkritik studi ilmiah terhadap obat-obatan herbal karena tidak memasukkan pengetahuan historis nan boleh memberikan informasi akan halnya dosis optimal, jenis nan detail, waktu pemanenan, dan bahan populasi penerima remedi.[3]
[28]
Lihat pula
[sunting
|
sunting sumber]
- Etnobotani
- Ki kenangan farmasi
- Fitoterapi
- Fitofarmakologi
Referensi
[sunting
|
sunting sumber]
-
^
a
b
Tapsell LC, Hemphill I, Cobiac L; et al. (August 2006). “Health benefits of herbs and spices: the past, the present, the future”.
Med. J. Aust.
185
(4 Suppl): S4–24. PMID 17022438.
-
^
a
b
Lai PK, Roy J (June 2004). “Antimicrobial and chemopreventive properties of herbs and spices”.
Curr. Med. Chem.
11
(11): 1451–60. PMID 15180577.
-
^
a
b
Fabricant DS, Farnsworth NR (March 2001). “The value of plants used in traditional medicine for drug discovery”.
Environ. Health Perspect. 109 Suppl 1 (Suppl 1): 69–75. PMC1240543
. PMID 11250806.
-
^
“Sahifah tindasan”. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-03-01. Diakses tanggal
2014-04-13
.
-
^
Zuhud, Ervizal A. M. (1989). “Strategi Pelestarian dan Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Obat Indonesia”.
Media Konservasi IPB.
-
^
Asketisme, Ervizal A. M. (2009). “Kebijakan Pembangunan Kebugaran Masyarakat Indonesia yang “Bhineka Tunggal Ika” dengan Pengembangan Potensi Tempatan Ethno-Forest-Pharmacy (Etno-Wanafarma) lega Setiap Wilayah Sosio-Biologi Satu-Ketengan Masyarakat Boncel”.
Fakultas Kehutanan Institut Perladangan Bogor.
-
^
Ulfah, Maria (2006). “The Potency of Medicinal Plants as A Multi Function Phytobiotic to Improve Performance and Health Condition of Wild Animals in Captivity”.
Media Konservasi IPB.
-
^
Sangat, Harini M. (2006). “The Role Of Local Knowledge In Developing Indigenous Indonesian Medicine”.
Media Konservasi IPB.
-
^
Pulunggono, Heru Bagus (1999). “Ethonobotany of People Live in Amarasi of Kupang, Mollo and Amanatun of South Central Timor, West Timor, Indonesia”.
Media Konservasi IPB.
-
^
Karim, Kartini Abd.; Thohari, Mahmud; Sumardjo (2006). “Utilization of plant genetic biodiversity by Tugutil tribe in Aketajawe Lolobata National Park”.
Media Konservasi IPB.
-
^
Billing, Jennifer; Sherman, PW (March 1998). “Antimicrobial functions of spices: why some like it hot”.
Q Rev Biol.
73
(1): 3–49. doi:10.1086/420058. PMID 9586227.
-
^
Sherman, P; Hash, GA (May 2001). “Why vegetable recipes are titinada very spicy”.
Evol Hum Behav.
22
(3): 147–163. doi:10.1016/S1090-5138(00)00068-4. PMID 11384883.
-
^
Sumner, Judith (2000).
The Natural History of Medicinal Plants. Timber Press. hlm. 16. ISBN 0-88192-483-0.
-
^
Solecki, Ralph S. (November 1975). “Shanidar IV, a Neanderthal Flower Burial in Northern Iraq”.
Science.
190
(4217): 880–881. doi:10.1126/science.190.4217.880.
-
^
Sumner, Judith (2000).
The Natural History of Medicinal Plants. Timber Press. hlm. 17. ISBN 0-88192-483-0.
-
^
Aggarwal BB, Sundaram C, Malani Lengkung langit, Ichikawa H (2007). “Curcumin: the Indian solid gold”.
Adv. Exp. Med. Biol. ADVANCES IN EXPERIMENTAL MEDICINE AND BIOLOGY.
595: 1–75. doi:10.1007/978-0-387-46401-5_1. ISBN 978-0-387-46400-8. PMID 17569205.
-
^
“Turmeric Herb”. Tamilnadu.com. 15 December 2012. Diarsipkan berusul versi masif copot 2013-11-08. Diakses tanggal
2014-04-15
.
-
^
Sumner, Judith (2000).
The Natural History of Medicinal Plants. Timber Press. hlm. 18. ISBN 0-88192-483-0.
-
^
Robson, Barry & Baek, O.K. (2009).
The Engines of Hippocrates: From the Dawn of Medicine to Medical and Pharmaceutical Informatics. John Wiley & Sons. hlm. 50. ISBN 9780470289532.
-
^
a
b
Meskin, Mark S. (2002).
Phytochemicals in Nutrition and Health. CRC Press. hlm. 123. ISBN 9781587160837.
-
^
“Angiospermae: Division Magnoliophyta: General Features”.
Encyclopædia Britannica (tagihan 13, 15th edition). 1993. hlm. 609.
-
^
Springbob, Karen & Kutchan, Toni M. (2009). “Introduction to the different classes of natural products”. Internal Lanzotti, Virginia.
Plant-Derived Natural Products: Synthesis, Function, and Application. Springer. hlm. 3. ISBN 9780387854977.
-
^
Srinivasan K (2005). “Spices as influencers of body metabolism: an overview of three decades of research”.
Food Research International.
38
(1): 77–86. doi:10.1016/j.foodres.2004.09.001.
-
^
Pittler, M; Abbot, NC; Harkness, EF; Ernst, E (2000). “Location bias in controlled clinical trials of complementary/alternative therapies”.
International Journal of Epidemiology.
53
(5): 485–489. doi:10.1016/S0895-4356(99)00220-6. PMID 10812320.
-
^
Herbal Medicine, NIH Institute and Center Resources, National Center for Complementary and Alternative Medicine, National Institutes of Health. -
^
Cravotto G, Boffa L, Genzini L, Garella D (February 2010). “Phytotherapeutics: an evaluation of the potential of 1000 plants”.
J Clin Pharm Ther.
35
(1): 11–48. doi:10.1111/j.1365-2710.2009.01096.x. PMID 20175810.
-
^
“Herbal medicine”. Cancer Research UK. Diakses tanggal August 2013.
-
^
Eric Yarnell, Kaki langit.D., R.H., and Kathy Abascal, J.D (2002). “Dilemmas of Traditional Botanical Research”.
HerbalGram.
55: 46–54.
Korban bacaan terkait
[sunting
|
sunting mata air]
-
Aronson, Jeffrey K. (2008).
Meyler’s Side Effects of Herbal Medicines. Elsevier. ISBN 9780080932903.
-
Braun, Lesley & Cohen, Marc (2007).
Herbs and Natural Supplements: An Evidence-Based Guide. Elsevier. ISBN 9780729537964.
-
Collins, Minta (2000).
Medieval Herbals: The Illustrative Traditions. University of Toronto Press. hlm. 32. ISBN 9780802083135.
-
Crellin, J.K. et al. (1990).
Herbal Medicine Past and Present: A reference guide to medicinal plants. Duke University Press. ISBN 9780822310198.
-
Girish Dwivedi, Shridhar Dwivedi (2007).
History of Medicine: Sushruta – the Clinician – Teacher par Excellence
(PDF). National Informatics Centre. Diarsipkan dari versi asli
(PDF)
copot 2008-10-10. Diakses tanggal
2008-10-08
.
-
Grene, Marjorie (2004).
The philosophy of biology: an episodic history. Cambridge University Press. hlm. 11. ISBN 978-0-521-64380-1.
-
Lewis, Walter H. (2003).
Medical Botany: Plants Affecting Human Health. John Wiley & Sons. ISBN 9780471628828.
-
Lichterman, B. L (2004). “Aspirin: The Story of a Wonder Drug”.
British Medical Journal.
329
(7479): 1408. doi:10.1136/bmj.329.7479.1408.
-
Lindequist, U. (2005). “The Pharmacological Potential of Mushrooms”.
Evid Based Complement Alternat Med.
2
(3): 285–99. doi:10.1093/ecam/neh107. PMC1193547
. PMID 16136207. Diarsipkan semenjak versi bersih rontok 2009-04-27. Diakses copot
2014-04-13
.
-
Loudon, Irvine (2002).
Western Medicine: An Illustrated History. Oxford University Press. hlm. 54. ISBN 9780199248131.
-
Newall, Carol A. et al. (1996).
Herbal medicines: a guide for health-care professionals. Pharmaceutical Press. ISBN 9780853692898.
-
Satu atau bertambah kalimat sebelum ini mengikutsertakan teks dari suatu terbitan yang saat ini mampu pada lengang publik:Chisholm, Hugh, ed. (1911). “Theophrastus”.
Encyclopædia Britannica
(edisi ke-11). Cambridge University Press.
-
Wu, Jing-Nuan (2005).
An Illustrated Chinese Materia Medica. Oxford University Press. hlm. 6. ISBN 9780195140170.
Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Tumbuhan_obat
Posted by: holymayhem.com