Negara Indonesia Adalah Megara Hukum Buah Tanaman Tertentu Dalam
Legalitas Edisi Juni 2013 Volume IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
NEGARA HUKUM INDONESIA Intern PERSPEKTIF TEORI HUKUM GUSTAV RADBRUCH (Tiga Nilai Pangkal Syariat)
Makanya : M. Muslih Abstrak Negara hukum puas hakekatnya adalah negara yang dalam aktifitasnya demap didasarkan pada hukum guna menjamin dan menciptakan menjadikan keadilan cak bagi warganya, sehingga pamrih penulisan ini ialah mengklarifikasi konsepsi negara hukum Indonesia dan implementasinya dilihat dalam perspektif teori hukum Gustav Radbruch (Tiga Dasar Nilai Hukum). Alas kata Kunci : Negara Hukum Indonesia, teori syariat Gustav Radbruch (Tiga Dasar Nilai Hukum) A. Bidang Pinggul. Pemikiran akan halnya negara hukum telah direnungkan oleh Dataran tinggi yang kemudian dikembangkan oleh Aristoteles. Gagasan Plato dipengaruhi oleh realitas negaranya yang dipimpin maka dari itu penguasa tamak, haus harta dan gila kehormatan, penguasa memerintah dengan kahar sonder memperdulikan arwah rakyatnya. Peristiwa tersebut menjorokkan Plato merenungkan rancangan negara abstrak yang objektif semenjak pemimpin rakus, tamak dan brutal berbarengan perumpamaan
Penatar Program Magister Ilmu Hukum Unbari.
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
130
Legalitas Edisi Juni 2013 Debit IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
medan keseimbangan dijunjung tinggi1. Plato intern the Republic menegaskan bahwa negara lengkap yang berintikan kebaikan boleh diwujudkan, jika kekuasaan dipegang maka itu sosok yang mengetahui kebaikan, yakni filsuf (the philosopher king). Perkembangan pemikiran berikutnya tergambar dalam the statesman dan the law di mana Plato mementingkan pemikiran barunya tentang negara ideal, bahwa yang dapat diwujudkan bukanya negara ideal terbaik seperti dalam (the Republic), akan tetapi negara terbaik kedua (the second best) nan menempatkan supremasi syariat atau pemerintahan makanya hukum2. Beberapa abad kemudian unjuk konsep Negara Hukum nan digagas oleh Imanuel Kant. Konsep tersebut sejatinya mengandung maksud yang sama dan sebangun dengan konsep para pendahulunya seperti Jhon Locke dengan pemikiran Nasib baik Asasi Manusia, atau mirip dengan konsep Montesqueieu mengenai Trias Politika, atau sekali lagi sama semangatnya dengan pemikiran Jean Jaques Rousseau tentang Independensi Rakyat. Pemikiran/ gagasan para tokoh di atas pada dasarnya dapat ditarik “benang merah-nya” yakni berusaha mengurangi/ menghindari dan mengantisipasi ekses-ekses berpokok penyalahgunaan otoritas penguasa nan absolud. 1
Abdul Aziz Wasit, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Pustaka Pesuluh, Yogyakarta, 2011, hal 118. 2 Jimly Asshiddiqie, Condong Negara Hukum yang Demokratis, PT. Buana Ilmu Terkenal Kelompok Gramedia, Jakarta,2009, peristiwa 395.
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
131
Validitas Edisi Juni 2013 Volume IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
Negara hukum pada hakekatnya yaitu negara yang dalam aktifitasnya sering didasarkan pada hukum kepentingan menjamin dan mewujudkan keadilan bikin warganya. Gagasan Dataran tinggi dan Aristoteles tentang negara hukum dicoba
direalisasikan
oleh
Imanuel
Kant
di
Eropa
Continental dengan semangat dan parasan pinggul keadaan setempat momen itu, sehingga negara hukum-nya bersifat liberal3, dengan dua indikator penting yakni Perlindungan HAM dan Pemisahan Kekuasaan. Pemisahan kekuasaan ini plong giliranya akan memungkinkan terlindunginya HAM. Konsep
Imanuel
Kant
tentang
negara
hukum
terus
berkembang dan pada giliranya mendapatkan koreksi dan penyempurnaan
dari
Friedrich
Julius
Stahl
yang
menggambarkan bahwa negara syariat bertujuan mereservasi HAM dan mewatasi kekuasaan negara/ penguasa melalui pendistribusian kekuasaan sebagaimana diajarkan trias politika, pemagaran dilakukan
kewenangan melampaui
dan
yuridiksi
undang-undang,
dan
pemerintah ragil
jika
pemerintah melakukan pengingkaran nasib baik asasi manusia dalam menjalankan tugasnya maka ada pengadilan administrasi 3 Konsep Imanuel Kant mengenai negara syariat liberal dimaksudkan untuk mendekati kekuasaan absolud yang dimiliki makanya pangeran. Detik itu raja terlampau berkuasa bahkan kata-kataya dijadikan sebagai hukum, Konsep negara hukum Liberal dari Imauel kant ini menurunkan negara/ raja tidak boleh mengurusi komplikasi kesejahteraan rakyatya, biarlah mereka mengurus diri mereka sendiri, mau bintang sartan “pemenang ataupun pecundang” itu merupakan hak warga, maka itu jadinya mereka (warga) harus berusaha sendiri sonder campurtangan negara. Kewajiban negara hanya sebatas melindungi gempuran pecah luar atau berperan manakala terjadi konflik dalam negara tersebut. Penjelasan ini dirangkum dari beraneka rupa pendapat.
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
132
Legalitas Edisi Juni 2013 Volume IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
yang mengadilinya.4 Pemikiran FJ Stahl tentang negara hukum masih mendahulukan aspek formalnya, sehingga masih memungkinkan terjadiya kompetisi nonblok antara yang kuat dan yang lembam, sehingga akan menciptakan ketidakadilan bikin sebagian umum atas mahajana yang lain.5 Perkembangan seterusnya negara hukum formil bergeser menjadi negara hukum materiil, yang pada giliranya melahirkan versi mulai sejak rechtstaat merupakan welvaarestaat dan verzorgingsstaat
andai
negara
syariat
nan
menyelenggarakan kemakmuran rakyatnya. Konsep negara hukum di negara Anglo Saxon dipelopori oleh Albert Van Dicey (the rule of law), yang dirumuskan n domestik 3 elemen, yakni Supremasi of law, (kemerdekaan syariat); Equality before the law (persamaan di depan syariat) dan constitution based Istimewa right.6
B. Permasalahan 1. Bagaimana konsepsi negara hukum Indonesia ?
4
Abdul Aziz Hakim, op. cit, hal. 17. Abdul Aziz Hakim, op. cit, hal 19. 6 Abu Daud Busroh dan Abubakar Busro,, Asas-asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991, hal 110. penjelasan nan kurang lebih selaras boleh dilihat pada, Abdul Aziz Hakim Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, hal. 13, Muhammad Asli Azhary, Negara Syariat, Suatu Eksplorasi mengenai Prinsip-prinsipnya, dilihat dari Segi Hukum Selam, Implementasinya pada Tahun Negara Madinah dan Kontemporer, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, cetakan ke 4. 2010. jerambah 89 dan Jimly Asshiddiqie, Menumpu Negara Hukum nan Demokratis, PT Buana Hobatan Tenar, Kelompok Gramedia, Jakarta, 2009,situasi 396 5
Negara Syariat Indonesia … – M. Muslih
133
Kebenaran Edisi Juni 2013 Volume IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
2. Bagiamana implementasinya dilihat dalam perspektif teori syariat Gustav Radbruch (Tiga Dasar Poin Syariat) ?
C. Negara Hukum Indonesia Pemikiran negara hukum di Eropa Continental dengan rechtsstaat-nya dan Anglosaxon dengan the rule of law-nya serta Ajaran Islam dengan nomokrasinya, telah mengilhami para pendiri negara Indonesia (the Founding fathers). Jimly Asshiddiqqie7 memfokuskan bahwa prinsip the rule of law dan/atau rechtsstaat, sebagai ide telah diadopsi di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan. Pada awalnya ide ini sekadar dikaitkan dengan gedung komplet berpunca negara yang hendak didirikan ialah INDONESIA. Perkembangan Negara Hukum Indonesia dapat dilihat berpunca naskah UUD yang diawali dengan Proklamasi, disusul dengan penetapan UUD 1945 pada tanggal 18 agustus 1945, di mana privat penjelasannya ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechstaat). Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS memfokuskan bahwa Republik Indonesia Sekutu yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi. Pasal 1 ayat (1) UUDS Tahun 1950 menentukan bahwa Republik Indonesia yang merdeka dan 7
Jimly Asshiddiqie, 2010, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indoesia, Nur Grafika, Jakarta, kejadian 297-298.
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
134
Keabsahan Edisi Juni 2013 Volume IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
berdaulat yaitu satu negara syariat nan demokratis dan berbentuk kesendirian. Pasal 1 UUD 1945 hasil amandemen menegaskan bahwa : (1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik (2) Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (3) Negara Indonesia adalah negara hukum. Terhadap substansi pasal 1 UUD 1945 hasil amandemen di atas Suhino
mengklarifikasi bahwa pasal
tersebut menggambarkan bahwa Indonesia adalah negara hukum nan demokratis, oleh karena itu dasar pemikiran negara hukum dan dasar pemikiran tentang demokrasi harus berjalan secara berimbang, karena hukum dan demokrasi ialah dwitunggal dengan kata enggak seperti dua sisi mata uang. Oleh karena itu demokrasi harus diayomi maka dari itu syariat, agar enggak terkungkung lega anarkisme, padahal hukum harus didasarkan pada demokrasi hendaknya tidak terjerumus sreg otoritarisme atau absolutisme.8 Dengan bahasa nan berbeda tetapi n kepunyaan pamrih nan sekelas Mahfud MD9 mengklarifikasi bahwa berkenaan dengan pasal 1 ayat 1 s/d 3 UUD 1945 hasil amandemen di atas bahwa; mula-mula, pasal 1 ayat (1) 8
Suhino, Hukum Tata Negara, Perkembangan Dan Sistem Demokrasi Di Indonesia, BPFE – Yogyakarta, 2010, .hal 62. 9 Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum kerumahtanggaan Kontroversi Isu, Rajawali Pers, PT RajaGrafindo Persada, cetaka kedua, Jakarta , 2010, keadaan 40-41.
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
135
Legalitas Edisi Juni 2013 Tagihan IV Nomor 1
menegaskan
Indonesia
ISSN 2085-0212
adalah megara kesatuan
yang
berbentuk republik. Hal ini dimaksudkan agar bangsa Indonesia gelojoh terikat intern persatuan dan kesatuan (integrasi). Kendati realitas menunjukkan bahwa buat integrasi bisa pula ditempuh melalui kerangka negara federal. Inilah sortiran politik kita (negara wahdah) nan dituangkan privat konstitusi, maka dari itu karena itu harus dilaksanakan dengan semolek-baiknya. Kedua, Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Pasal ini mensyariatkan bahwa Negara Indonesia harus menganut prinsip dan sistem demokrasi, dengan demikian berbagai aspirasi mahajana yang tidak semata-mata berlainan, justru
kadang-kadang
antagonistis-lagi
dapat
dikontestasikan untuk menjadi keputusan bersama. Dengan demikian pasal 1 ayat (1) fokus sreg integrasi padahal pasal 1 ayat (2) fokus pada demokrasi, sehingga antara integrasi dan demokrasi bisa berjalan seimbang tanpa menimbulkan benturan-tumbukan. Ketiga, pasal 1 ayat (3) menentukan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Pasal ini mengharuskan kepada setiap warga bangsa maupun Negara/ tadbir dalam setiap aktifitasnya harus tunduk dan beralaskan hukum (nomokrasi), sedemikian itu juga halnya dengan demokrasi harus berjalan menurut rasam syariat dengan seluruh falsafah dan tata cumbu perundang-udangan yang mendasarinya. Demokrasi tanpa nomokrasi berorientasi
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
136
Validitas Edisi Juni 2013 Volume IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
menghasilkan anarkisme, demokrasi minus ketaatan pada cara penuntun hukum mengancam integrasi. Mahfud MD10 menegaskan konsep negara syariat Indonesia intern khasanah pasal 1 ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen sudah lalu dinetralkan dari label rechstaat sehingga rumusanya “ Negara Indoesia adalah negara hukum” sekadar. Konsep “hijau” negara hukum Indonesia mengandung teori prismatika syariat kerumahtanggaan konsep negara hukum Indonesia. Penggunaan teori prismatik tersebut berimpilikasi pada kognisi bahwa
konsep negara hukum Indonesia ini
berperangai integratif atau dengan menggabungkan majemuk konsep negara syariat seperti rechsstaat, rule of law dan nilai-nilai spiritual agama. Maka itu karena itu kanun perundang-undangan (rechsstaat) harus diletakkan dalam rangka penegakan hukum kurnia mewujudkan keseimbangan (the rule of law), sehingga peraturan perundang-undangan yang mencegat terwujudnya keadilan boleh ditinggalkan (ajaran hukum progresif) Identifikasi lambung prismatika hukum kerumahtanggaan konsepsi negara syariat Indonesia sebagaimana dijelaskan di atas didasarkan pada misi berpokok fungsi kekuasaan kehakiman sama dengan tercatum dalam pasal 24 ayat (1) supremsi kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka unuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum 10 Moh Mahfud MD, 2011, Perdebatan Hukum Tata Negara pasca Amandemen Konstitusi, Rajawali Pers, PT RajGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal 52.
Negara Syariat Indonesia … – M. Muslih
137
Legalitas Edisi Juni 2013 Volume IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
dan keadilan, pasal 28 D ayat (1) setiap orang berhak atas pengakuan, acaram, preservasi, dan kepastian syariat yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Penglihatan Jimly Asshiddiqie11 terhadap pasal 1 UUD 1945 hasil amandemen adalah seumpama berikut; mula-mula, berkenaan
dengan
pilihan
republik
sebagai
bentuk
pemerintahan Indonesia, karena memori masa lalu Indonesia sebelum merdeka telah diwarnai jatuh bangunnya berbagai kekaisaran osean dan imperium kecil di antero Nusantara. Oleh sebab itu setelah merdeka dan terbebas dari belenggu penjajah bangsa ini bertekad mendirikan negara modern dengan meninggalkan falsafah dan peradaban kekaisaran nan bersifat feodalis dan paternalitik, dan melembarkan negara (Indonesia) modern dengan sistem res publika. Kedua, Indonesia menganut kritis kedaulatan rakyat (demokrasi), kejadian ini menegaskan bahwa kekuasaan sejatinya berada ditangan rakyat. Implementasi gagasan demokrasi harus diatur berdasarkan syariat secara efektif. Selain hal tersebut demokratisasi juga memerlukan keteladanan kepemimpinan, dukungan
sistem
ketenteraman
pendidikan
ekonomi
dan
publik, sosial
yang
serta
basis
merata
dan
berkeadilan. Ketiga, pilihan Indonesia sebagai negara hukum membawa konsekuensi bahwa semua kebobrokan di negeri ini harus terjamah dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. 11
Jimly Asshiddiqqie, Konstitusi Indoneesia, Kilat Grafika,Jakarta, 2010, situasi 56-60.
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
dan
Konstitusionalisme
138
Legalitas Edisi Juni 2013 Piutang IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
Seterusnya ditegaskan bahwa internal kaidah supremasi syariat sejatinya pimpinan tertinggi negara bukanlah bani adam/ manusia, melainkan konstitusi ibarat wujud syariat teratas kerumahtanggaan suatu negara (UUDNRI 1945 bagi Indonesia). Avontur sejarah di atas tidak berarti para pendiri wilayah akan menciptakan menjadikan negara hukum Indonesia sama persis dengan rechtsstaat yang berkembang dinegara-negara eropa kontinental, tak juga ingin membentuk negara syariat “model” the rule of law, yang berkembang di negara-negara jingkir saxon, melainkan menciptakan menjadikan negara hukum Indonesia dengan mengadopsi cara-prinsip tertentu, dan tetap memasrahkan
kekhasan
Indonesia.
Satjipto
Rahardjo
menegaskan bahwa Negara Hukum Indonesia bukan bisa dilihat sebagai bangunan yang berwatak “final dan berhenti”, melainkan terus menerus dibangun untuk menjadi Negara Hukum Indonesia yang memiliki kekhasan khas ditengah banyak negara syariat lain nan tiap-tiap memiliki karakteristiknya sendiri-koteng. Seiring dengan penjelasan di atas Daniel S Lev, sama dengan dikutip Satjipto Rahardjo12 mejelaskan bahwa setelah meluluk dan memahami isi dan jiwa UUD 1945 yang dibangun diatas ponten dan hidup kekeluargaan (ciri solo Indonesia) maka Lev menyimpulkan bahwa Indonesia tidak memiliki budaya yang mendukung pendirian berhukum modern yang individualis. 12
Satjipto Rahardjo, 2008, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Genta Press, Jogyakarta, hal 107-108. lebih jauh dijelaska bahwa
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
139
Legalitas Edisi Juni 2013 Piutang IV Nomor 1
Menjalankan
negara
hukum
ISSN 2085-0212
Indonesia
berarti
menjalankan aktifitas kenegaraan yang harus didukung dengan kepedulian guna mewujudkan cita-cita negara, setiap aktor/ pejabat harus berburu tahu kepedulian segala yang ada padanya bagi negara. Kepedulian inilah yang merupakan esensi yang menjiwai pekerjaan, yakni dengan spirit, empati, dedikasi, komitmen kejujuran dan kewiraan.13 Negara hukum Indonesia burung laut disebut dengan Negara Pancasila, sehubungan dengan hal tersebut Arief Hidayat14, menguraikan bahwa Pancasila selain andai Cita Hukum bagi usia rakyat Indonesia, juga merupakan Norma Fundamental Negara untuk Negara Indonesia, artinya Pancasila masing-masing sila itu secara koteng-sendiri atau secara keseluruhan berbarengan ialah asas-asas hukum dan norma-norma hukum. Pancasila bagaikan cita hukum, baik secara konstitutif atau regulatif bermain membimbing dan memberi pedoman dalam pembentukan norma hukum. Sebagai norma Pancasila secara normatif mengatak isi, bentuk, susunan dan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.
13
Satjipto Rahardjo, Ibid, hal 103. Arief Hidayat, Kebebasan Berkomplot Di Indonesia (Analisis Kontrol Persilihan Sistem Ketatanegaraan Terhadap Penafsiran Syariat, BP-UNDIP, Semarang, 2006, hal 47. 14
Negara Syariat Indonesia … – M. Muslih
140
Legalitas Edisi Juni 2013 Tagihan IV Nomor 1
Melengkapi
pendapat
di
ISSN 2085-0212
atas
Mahfud
MD15
menegaskan bahwa kedudukan Pancasila dari sudut syariat punya peran sentral merupakan laksana kaedah penuntun internal berhukum di Indonesia makanya karenanya disebut Sistem Syariat Pancasila, yang memiliki rambu-rambu sebagai berikut: rambu paling publik adalah i). larangan kerjakan munculnya hukum nan inkompatibel dengan nilai-biji keTuhanan dan keagamaan yang berkeadaban. ii) enggak boleh ada syariat yang bertentangan dengan kredit kemanusiaan dan kepunyaan asasi manusia, iii). Tak boleh suka-suka syariat yang mengancam atau berpotensi merusak kesempurnaan idiologi, teritori bangsa dan negara Indonesia, iv). Enggak boleh ada hukum nan melanggar prinsip kedaulatan rakyat, dan v).tak boleh terserah hukum yang melaggar nilai-nilai keseimbangan sosial.
D. Negara Hukum Indonesia dalam Perspektif Tiga Nilai Dasar Hukum (Gustav Radbrugh). Para pen-studi hukum umumnya tahu bahwa pendekatan hukum zaman dahulu (klasik) membidik bersifat ekstrim dan sempit, karena setiap pendekatan hanya menggunakan satu ki perspektif pandang pendekataan saja misalnya hukum kaku mengunakan pendekatan positivitik hanya, hukum yang bersifat empiris hanya menggunakan kacamata 15
Moh Mahfud MD, Konstitusi da Hukum dalam Kontroversi Isu, op. cit, hal 37-38.. Lihat pula Barda Nawawie Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Meja hijau (Urut-urutan Penyusunan Konsep KUHP Yunior), Kencana Prenada Media Group, Jakarta,, kejadian. 26.
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
141
Legalitas Edisi Juni 2013 Tagihan IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
pandang, sosologis, antropologis, psikologis dll, serta hukum yang berkarakter etis tetapi menggunakan pendekatan skor dan kesusilaan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas Ahmad Ali dengan mengutip pendapat Gerald Turkel, menjelaskan bahwa terwalak tiga pendekatan protokoler yang dapat digunakan buat mempelajari guna-guna hukum, yakni; a. Pendekatan moralitas, nan focal concern-nya dok tata krama hukum, dan validitas hukumnya adalah kepadatan hukum dengan etika eksternal atau ponten-ponten adab. b. Pendekatan yurisprodensi (ilmu hukum normatif), nan focal concern-nya yakni kemandirian hukum dan validitas hukumnya adalah konsistensi dalam hukum, dengan aturan-aturan norma-norma dan asas-asas yang dimiliki hukum itu sendiri; c. Pendekatan sosiologis nan focal concern-nya syariat dan tindakan sosial, dimana kebenaran hukumnya adalah konsekuensi-konsekuensi hukum kerjakan masyarakat16. Sehubungan dengan ketiga pendekatan di atas maka pendekatan permulaan (filsufis) lebih fokus pada analisis syariat 16
Ahmad Ali, 2009, Menggeruh Teori Hukum, (legal theory) dan Teori Peradilan (judicialprudence) teragendakan Terjemahan Undang-Undang (legisprudence), Kencana Prenada Alat angkut Group, Jakarta, halaman 176. Selanjutnya beliau memberikan pendapatnya sendiri tentang pendekatan terhadap syariat yang meliputi, pertama, Pendekatan filsufis buat pendekatan nilai-nilai, termasuk nilai moralitas; kedua, pendekatan normatif kerjakan pendekatan yurisprodensi; ketiga, pendekatan empiris untuk pendekatan sosiologis. Khusus mengenai pendekatan sosiologi sejatinya hanya yakni salah suatu pendekatan empiris, karena pendekatan Empiris menutupi pendekatan sosiologis, antropologis, psikologis ekonomis, relegius dll. Lihat dan bandingkan dengan Ahmad Rifai, dalam Penemuan Hukum oleh Hakim, dalam Perpektif Syariat Progresif, Sinar Grafika, 2010, Jakarta, pelataran 130.
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
142
Kebenaran Edisi Juni 2013 Tagihan IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
sebagai seperangkat biji moral serta ide-ide yang tanwujud, di antaranya amatan tentang adab dan keadilan. Pendekatan kedua (mantra hukum normatif) makin fokus pada pemahaman syariat sebagai suatu sistem yang utuh yang meliputi seperangkat asas-asas hukum, norma syariat dan sifat hukum. Pendekatan ketiga (sosiologis/empiris) focus pada hukum sebagai sesetel realitas (reality), tindakan (action) dan perilaku (behavior). Perkembangan berikutnya lahirlah pemikiran syariat bertamadun nan dikemukakan maka dari itu Gustav Radbruch nan berusaha
mengkombinasikan
ketiga
penglihatan
klasik
(filsufis, normatif dan empiris) menjadi satu pendekatan dengan saban pendekatan dijadikan sebagai unsur pokok dan menjadi dasar pendekatan syariat “ala” Radbruch yang kemudian dikenal sebagai tiga skor dasar syariat nan meliputi; keadilan (filosofis), kepastian hukum (juridis) dan kemanfaatan cak bagi publik (sosiologis). Gustav Radbruch memulai
dengan
pandangan
bahwa
masyarakat
dan
ketertiban n kepunyaan hubungan yang sangat karib, apalagi dikatakan sebagai dua sebelah netra persen, hal ini menunjukkan bahwa
setiap
membutuhkan
komunitas adanya
(umum)
ketertiban.
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
Bakal
di
dalamnya
mewujudkan
143
Kesahihan Edisi Juni 2013 Piutang IV Nomor 1
ketertiban ini
ISSN 2085-0212
maka n domestik masyarakat kerap terdapat
beberapa norma sebagai halnya kebiasaan, tata susila dan hukum17. Perbedaan antara ketiga norma18 di dalam umum tersebut dimana kebiasaan kian condong sreg perbuatanperbuatan nan memang lazim dilakukan sehari-perian menjadi norma, dan menurut Radbruch tatanan kebiasaan ini tidak sesuai dengan hukum maupun kesusilaan. Aturan bertambah mencitrakan posisi kebalikan dari kesusilaan, kalau adat mutlak berpegangan pada publikasi tingkah laku orang, maka akhlak lebih lagi berpegang pada ideal yang masih harus diwujudkan dalam mahajana. Untuk itu kriteria ukur penilaian terhadap tindakan yang diterima ataupun ditolak didasarkan pada idealisme basyar ialah makhluk kamil atau turunan sempurna. Norma hukum bertambah berorientasi pada dunia ideal (kesusilaan) dan kenyataan (kebiasaan), dengan demikian maka kerjakan memenuhi unsur konseptual, hukum harus mengakomodir skor filosofis dan kepentingan memenuhi permohonan kenyataan syariat harus memasukkan partikel sosiologis. 17 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1996, hal 13 – 17. Tatap juga Ahmad Ali nan menjelaskan bahwa Gustav Radbruch memahami hukum sebagai “ilmu kultur empiris dan preskriptif” dengan perkenalan awal bukan bahwa Radbruch mengkombinasikan dua pendekatan sekaligus merupakan pendekatan normatif dan empiris. Untuk Radbruch hobatan hukum ialah maklumat mengenai hal-hal nan bersifat alias bersumber bersumber manusia maupun dari Tuhan. Berkaitan dengan ilmu tentang segala apa nan adil dan apa yang bukan netral Radbruch sekali lagi punya metode yang berwatak dualis, nan membedakan secara ekstrem memisahkan antara kredit (sollen) dan fakta (sein). Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum, (legal theory) dan Teori Peradilan (judicialprudence) tersurat Tafsiran Undang-Undang (legisprudence), 2009, Kencana Prenada Alat angkut Group, Jakarta, halaman 183. 18 Satjipto Rahardjo, Ibid, situasi 14 -16
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
144
Keabsahan Edisi Juni 2013 Volume IV Nomor 1
Dalam
perkembangannya
meginginkan
keadilan
ISSN 2085-0212
masyarakat
(idealisme)
dan
tak
hanya
kepentingan-
kepentingannya dilayani maka dari itu hukum (sosiologis), akan tetapi masyarakat masih membutuhkan adanya kanun-peraturan yang menjamin kepastian privat hubungan mereka suatu sama enggak. Pemikiran Gustav Radbruch ini seandainya dihubungkan dengan konsep negara hukum Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD 1945 hasil amandemen, juga tercermin kerumahtanggaan pasal 18B ayat (2), pasal 24 ayat (1) dan pasal 28D ayat (1) dan pasal 28H (2) UUD 1945. Pasal 18B ayat (2) mengatak adapun syahadat dan apresiasi akan kedatangan mahajana syariat aturan yang sepanjang ini diabaikan dan cenderung tidak memperoleh pengakuan berpangkal negara. Realitas ini bisa dianggap berbanding lurus dengan pemikiran Radbruch adapun realitas (masyarakat hukum resan sebagai bagian dari penduduk negara Indonesia) yang meliputi kebiasaan, kesusilaan dan syariat. Internal hal ini praktek spirit masyarakat adat boleh diidentikkan dengan aturan, karena memang sepanjang bilang dekade terakhir ini aktifitas dan eksistensi masyarakat hukum sifat sering “tanggal dari genggaman” syariat positif (tidak diakomodir kepentingannya)19. Sistem Hukum Nasional 19 Selama ini syahadat negara terhadap kesediaan hukum adat hanya melalui pasal II Aturan Pertukaran UUD 1945 dan Pasal 131 ayat 2 sub b IS. Bandingkan dengan pasal Pasal 104 ayat 1 UUDS 1950, nan menegaskan bahwa
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
145
Keabsahan Edisi Juni 2013 Debit IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
selama ini cenderung “menganak emaskan” hukum positif dan cenderung “mengabaikan” syariat kebiasaan.
Dengan
dirumuskanya keburukan ini dalam pasal 18B (2) UUD 1945 hasil amandemen, menampakkan kehendak yang lebih serius akan karsa negara untuk mengakomodir hukum adat. Hal ini berjasa ada kehidupan yang sejajar dengan pengakuan aspek sosiologis privat pemikiran Radbruch. Aspek sosiologis yang dikemukakan maka itu Radbruch sejatinya yaitu bentuk akomodasi dari pendekatan syariat maka itu kaum “biasa empiris” yang memfokuskan kajianya dengan memandang syariat sebagai seperangkat reality, action dan behavior. Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 berisi tentang misi berbunga lembaga peradilan adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan oleh peradilan di Indoneisia (Mahkamah Agung dan Pengadilan Konstitusi) tidak sekedar menegakkan hukum, akan tetapi juga mewujudkan keadilan. Mengingat bahwa pemikiran Radbruch bisa dianggap bak kritik, sinkron “memperbaiki/
menyempurnakan”
konsep
positivisme
syariat yang namun berorientasi lega kepastian syariat yang privat konteks pasal 24 ini menggunakan istilah menegakkan syariat, maka pasal dimaksud mana tahu mengadopsi konsepsi tiga nilai asal yang meletakkan “keadilan” sebagai
“Segala keputusan pengadilan harus berilmu alasan-alasannya dan dalam perkara aniaya menyapa sifat-resan undang-undang dan aturan-adat hukum adat yang dijadikan bawah hukuman itu.
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
146
Kesahihan Edisi Juni 2013 Piutang IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
zarah pokok bahkan dianggap bak “ruh” yang harus cak semau internal hukum di Indonesia. Pasal 28D (2) UUD 1945 hasil memberikan
pengakuan,
cekram,
amandemen
perlindungan
dan
kepastian syariat nan adil serta jaminan perlakuan yang sama di penghadapan hukum bagi setiap orang.
Pasal ini
ialah menifestasi dari ajaran bahwa setiap hukum harus memberikan kepastian hukum sebagaimana diajarkan oleh perseptif posistivisme syariat. Pengenalan-prolog berikutnya adalah “serta jaminan perlakuan yang sepadan di hadirat syariat bagi setiap orang”. Kalimat tersebut mengandung wanti-wanti berpangkal nubuat the rule of law tepatnya unsur kedua, yaitu; Equality before the law dimana
prinsip ini mengajarkan bahwa
ekualitas bagi kedudukan di depan hukum kerjakan semua penduduk negara, baik selaku pribadi maupun statusya sebagai pembesar negara. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa pasal 28D (2) UUD 1945 hasil amandemen bisa dikatakan sebagai hasil adopsi dari, ataupun setidak-tidaknya mempunyai hidup yang sekufu dari bagian-bagian tertentu sreg konsepsi negara hukum Eropa Kontinental (rechsstaat) sekaligus pun konsep negara syariat Anglo Saxon (the rule of law). Pasal di atas memberikan tanda-tanda bahwa untuk hukum
20
Indonesia kepastian
saja lain pas, oleh karena itu kepastian syariat
20 Satjipto Rahardjo, menggarisbawahi bahwa rangkaian hukum dan kepastian hukum tidak bersifat mutlak, hukum tidak serta merta menciptakan kepastian syariat, yang benar dan mutlak adalah bahwa hukum menciptakan
Negara Syariat Indonesia … – M. Muslih
147
Kesahihan Edisi Juni 2013 Tagihan IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
nan cak hendak diwujudkan di negeri ini adalah kepastian hukum nan menyerahkan keadilan kepada masyarakatnya. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam pasal 24 (1) dan 28D (2) UUD 1945 hasil amandemen dan sudah barang tentu berbeda dengan kepastian hukum di negara-negara penyanjung peka positivisme yang menjadwalkan standar bahwa tujuan hukum adalah mewujudkan kepastian syariat. Kepastian syariat, kebenaran hukum serta rasa kesamarataan sudah lalu terkabul manakala keputusan hakim sesuai dengan obstulen peraturan perundang-pelawaan. Untuk itu peran hakim belaka misal corong
undang-undang,
begitu juga
dikatakan
maka itu
Montesqiew 400 tahun suntuk, Kurnia mewujudkan keadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28D (2) di atas sudah barang tentu, kita tidak bisa mempedomani keadilan “model” negara negara hukum rechtsstaat, (memutus sesuai dengan obstulen undang-undang kanun, privat arti adanya regulasi sebagaimana undang-undang. Begitu suatu undang-undang tertentu ditetapkan maka lahirlah kepastian peraturan (bukan/ belum kepastian syariat) realitas menunjukkan rajin munculnya disharmoni antar suatu peraaturan dengan peraturan nan tak. Keadaan ini menunjukkan bahwa menciptakan kepastian peraturan sahaja sulit, apa kembali mewujudkan kepastian hukum. Seia sekata dengan pendapat satjipto di atas, Charles Sampford menemukan laporan bahwa dalam sistem syariat yang harusnya tertib dan sempurna ternyata lebih lagi terdapat ketidak teraturan (the disorder of law) beliau berpendapat bahwa para ahli dan praktisi hukum menyatakan bahwa syariat itu penuh dengan kepastian dan kehangatan, sejatinya berangkat semenjak kelebihan profesi mereka. Karenanya Sampford berkesimpulan bahwa kepastian syariat lebih yaitu imajinasi dari sreg kenyataan yang sepatutnya ada, dan kepastian syariat akan cak semau karena turunan menghendaki sira ada. Sehubungan dengan peristiwa tersebut maka kepastian hukum memerlukan manuver dan pertarungan dan tak datng secara kodrati.(Satjipto Rahardjo,2007, Biarkan Hukum Mengalir, Coretan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, PT. Kompas Media Nusantara, halaman 76-77).
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
148
Validitas Edisi Juni 2013 Tagihan IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
ansich sudah yaitu legalitas syariat dan berkeadilan menurut responsif positivisme hukum).
melainkan sesuai
dengan jiwa pembentukan Negara Republik Indonesia sama dengan tergambar dalam pembukaan UUD 1945, maka keseimbangan “teladan” negara syariat the rule of law kian pas. Hal ini disebabkan keadilan bukan pecah bunyi ansich undangundang nan hanya merupakan salah suatu sumber hukum di Indonesia,
melainkan digali terbit nilai-nilai keadilan
masyarakat. Uraian di atas menjelaskan bahwa rumusan pasal 18B (2), 24 (1), 28D (2) dan pasal 28H (2) UUD 1945 hasil amandemen secara maujud terinspirasi berbunga wahyu Gustav Radbruch, alias setidak-tidaknya mempunyai kehidupan yang setinggi di antara keduanya. Sekali lagi pemikiran Gustav Radbruch tersebut dimaksudkan lakukan menyetarafkan berbagai unsur nilai dasar syariat nan membentangi, aspek keadilan, kepastian dan manfaat. Realisasi konsep Gustav Radbruch tentang tiga angka bawah hukum yang meliputi, aspek keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum
ini sudah barang tentu berpotensi
menimbulkan krisis di antara tiap-tiap aspek. Terserah kalanya kesamarataan anti dengan arti, alias tidak kali keadilan bertentangan dengan kepastian hukum juga dimungkinkan adanya ketegangan antara manfaat dengan keseimbangan. Guna mengantisipasi kondisi tersebut Gustav
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
149
Kesahihan Edisi Juni 2013 Volume IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
radbruch memberikan jalan keluar melewati ajaran prioritas baku, dengan memberikan patokan dalam memutus suatu perkara, dimana hak istimewa mula-mula keadilan, kedua manfaat dan ketiga kepastian hukum. Ajaran privilese baku relatif kian bijak dan arif, dibandingkan dengan wahi ekstrim begitu juga Aliaran Hukum Etis nan hanya berfokus pada keadilan, aliran Utilitarian yang hanya berpusat pada kegunaan
syariat
dan
Rotasi
Dogmatik
Legalistik
(positivisme hukum) yang hanya berfokus puas kepastian hukum. Seiring dengan kian kompleksnya kepentingankepentingan internal umur sehari-hari, maka ajaran privilese sahih dirasakan enggak pula menunaikan janji idealitas yang diharapkan. Untuk itu muncul pula ajaran prioritas kasuistik yang memungkinkan ketiga ponten pangkal di atas secara bergantian sesuai dengan konteks problem dapat menjadi unsur yang dominan, sehingga masing-masing nilai dasar hukum bisa secara porselen menjadi unsure nan dominan sreg kasus tertentu. Konsep/ ajaran prioritas kasuistik inilah yang oleh dunia praktek hukum dianggap ibarat ajaran yang paling relevan cak bagi menjawab komplikasi-masalah hukum nan semakin kompleks dewasa ini. Dengan diamandemennya UUD 1945 maka spiritnya adalah kembali ke privilese formal, karena sebagaimana ditegaskan oleh Mahfud MD, bahwa eksistensi ponten
Negara Syariat Indonesia … – M. Muslih
150
Legalitas Edisi Juni 2013 Volume IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
kepastian syariat digunakan untuk menjamin terwujudnya keadilan.
E. Daftar bacaan Abdul Aziz Hakim, Negara Syariat dan Demokrasi di Indonesia, Referensi Pelajar, Yogyakarta, 2011. Duli Daud Busroh dan Abubakar Busro, Asas-asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, cetakan ketiga, Jakarta, 1991. Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum, (legal theory) dan Teori Peradilan (judicialprudence) termasuk Interpretasi Undang-Undang (legisprudence), Kencana Prenada Sarana Group, Jakarta, 2009. Ahmad Rifai, Kreasi Syariat oleh Hakim, privat Perpektif Hukum Progresif, Seri Grafika, Jakarta, 2010. Arief Hidayat, Kebebasan Berkolaborasi di Indonesia, (suatu analisis pengaturan prubahan sistem politik terhadap penafsiran syariat), Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 2006. Barda Nawawi Arief, Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Relegius dalam Susuk Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) di Indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. 2011. Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, PT Buana Ilmu Populer, Gerombolan Gramedia, Jakarta, 2009 ———–,Konstitusi dan Konstitusionalisme Indoesia, Kirana Grafika, Jakarta, 2010. Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum intern Kontroversi Isu, Rajawali Pers, PT RajaGrafindo Persada, cetaka kedua, Jakarta , 2010. ———, Perdebatan Hukum Manajemen Negara pasca Amandemen Konstitusi, Rajawali Pers, PT RajGrafindo Persada, Jakarta, 2011.
Negara Syariat Indonesia … – M. Muslih
151
Legalitas Edisi Juni 2013 Piutang IV Nomor 1
ISSN 2085-0212
Muhammad Tahir Azhary, Negara Syariat, Suatu Studi tentang Kaidah-prinsipnya, dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Mutakhir, Kencana Prenada Media Group, cetakan ke 4. Jakarta, 2010. Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Genta Press, Jogyakarta, 2008. ———-, Biarkan Hukum Bersirkulasi, Goresan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta. 2007. Suhino, Hukum Tata Negara, Kronologi dan sistim Kerakyatan di Indonesia, BPFE-Yogyakarta, 2010.
Negara Hukum Indonesia … – M. Muslih
152
Source: https://adoc.pub/negara-hukum-indonesia-dalam-perspektif-teori-hukum-gustav-r.html
Posted by: holymayhem.com