Jelaskan Cara Penanaman Tanaman Temulawak
A. Deskripsi
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) merupakan tanaman pengasosiasi berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Kawasan Indo-Malaysia merupakan bekas dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Momen ini pokok kayu ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa Negara Eropa.
Pohon terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m namun sedikit berasal 2 m, berwarna hijau atau coklat terlarang. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, bercat plonco gelap. Tiap batang mempunyai patera 2-9 helai dengan bentuk bundar memanjang hingga bangun lanset, corak daun hijau alias coklat keunguan cahaya setakat gelap, jenjang patera 31-84 cm dan gempal 10-18 cm, tinggi tangkai daun teragendakan helaian 43-80 cm. Perbungaan lateral, tangkai renceng dan sisik berbentuk garis, jenjang gandar cangkul 9-23cm dan pepat 4-6 cm, berdaun penaung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota rente. Kelopak bunga berwarna putih bersurai, panjang 8-13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan tangga keseluruhan 4.5 cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang bercelup kudus dengan ujung nan bercelup merah dadu atau berma, pangkat 1.25-2 cm dan pesek 1 cm.
B. Syarat Tumbuh
Secara alami temulawak bertunas dengan baik di lahan-tanah nan teduh dan terlindung dari teriknya sinar syamsu. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di dasar naungan tumbuhan awi ataupun tahir. Namun demikian temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di medan yang terik sama dengan kapling tegalan. Secara masyarakat tanaman ini memiliki daya adaptasi nan tangga terhadap beraneka ragam kurat di distrik beriklim tropis. Master awan yang baik bakal budidaya tanaman ini antara 19-30oC. Tanaman ini memerlukan siram hujan angin tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun.
Perakaran temulawak bisa beradaptasi dengan baik puas berbagai jenis persil baik petak berkapur, berpasir, agak berpasir maupun kapling-lahan berat yang berliat. Sekadar demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang kaya, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara nan cukup dan menjaga struktur tanah agar loyal gembur. Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan lakukan menjaga mudahmudahan tanah bukan mudah terendam air.
Temulawak dapat tumbuh pada keluhuran tempat 5-1.000 m dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m dpl. Nafkah pati terala di dalam rimpang diperoleh pada pokok kayu yang ditanam pada jalal 240 m dpl. Temulawak yang ditanam di dataran panjang menghasilkan rimpang nan saja mengandung terbatas petro atsiri. Tumbuhan ini lebih cocok dikembangkan di lembang sedang.
C. Budidaya Penyiapan Lahan
Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, pertanaman ataupun pekarangan. Penyiapan kapling untuk huma temulawak sebaiknya dilakukan 30 masa sebelum tanam. Lahan dibersihkan dari tanaman-pohon enggak dan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan temulawak. Lahan dicangkul sedalam 30 cm hingga petak menjadi bergerak-gerak. Lahan dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tahapan 30 cm dan jarak antar bedengan 30-40 cm. Selain kerumahtanggaan bentuk bedengan, petak dapat sekali lagi dibentuk menjadi petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit pemasukkan dan pembuangan air, khususnya jikalau temulawak akan ditanam di musim hujan angin. Pupuk kandang matang dimasukkan ke internal terowongan tanam sebanyak 1-2 kg. Keperluan cendawan kandang untuk suatu hektar ladang adalah 20-25 ton karena pada satu hektar petak terdapat 20.000-25.000 tanaman.
Penyiapan Bibit
Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan memperalat rimpangnya, baik berupa rimpang induk (rimpang utama) ataupun rimpang anak uang (rimpang cabang). Keperluan rimpang indung yakni 1.500-2.000 kg/ha dan rimpang simpang sebanyak 500- 700 kg/ha. Rimpang bikin bibit diambil dari tanaman tua yang cegak berumur 10-12 bulan. Kerjakan penyiapan bibit, pohon indung dibongkar dan bersihkan akar dan tanah nan mepet sreg rimpang. Pisahkan rimpang induk dari rimpang anak asuh.
Rimpang induk dibelah menjadi empat episode yang mengandung 2-3 mata taruk dan dijemur sepanjang 3-4 jam sepanjang 4-6 hari berturut-turut. Setelah itu rimpang bisa langsung ditanam. Simpan rimpang anak yang hijau diambil di panggung lembab dan palsu selama 1-2 wulan hingga keluar recup mentah. Penyiapan sari boleh pula dilakukan dengan menumpuk rimpang di privat tanah pada tempat teduh, penyiraman dengan air bersih setiap pagi/sore hari hingga keluar semi. Rimpang yang sudah bertunas buru-buru dipotong-potong menjadi rajangan nan n kepunyaan 2-3 alat penglihatan taruk nan siap ditanam. Bibit nan berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang anakan. Sebaiknya pati disiapkan sesaat sebelum tanam kiranya mutu bibit tidak menciut akibat penyimpanan.
Penanaman
Penghijauan dilakukan secara monokultur dan makin baik dilakukan plong awal musim hujan abu kecuali puas daerah nan memiliki pengairan sepanjang musim. Fase awal pertumbuhan adalah ketika dimana tanaman memerlukan banyak air. Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan format lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara terowongan adalah 60 x 60 cm. Untuk penanamannya, satu sari dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi netra tunas menuju ke atas. Sehabis itu konsentrat ditimbun dengan petak sedalam 10 cm. Masa tanam temulawak yaitu pada awal musim hujan angin cak bagi masa panen tuarang mendatang.
Penghijauan di sediakala perian hujan ini memungkinkan kerjakan pasokan air yang cukup bagi tanaman taruna yang memang lalu membutuhkan air di awal pertumbuhannya. Naungan yang optimal lakukan pohon temulawak adalah sebesar 60% maupun kesungguhan panah sebesar 40% yang ditunjukkan oleh susah sangar besaran, berat gersang rhizome, strata tanaman serta luas daun tertinggi.
Pemeliharaan
Perabukan, perabukan dapat menunggangi pupuk organik maupun pupuk buatan. Puas pertanian organik yang tidak menggunakan bahan ilmu pisah termasuk pupuk imitasi dan obat- obatan, fertilisasi dilakukan dengan menunggangi kawul humus organik/pupuk kandang yang dilakukan lebih sering dibandingkan kalau kita menggunakan rabuk buatan. Pemberian kawul kompos organik ini dilakukan pada semula pertanaman pron bila pembuatan guludan andai pupuk asal sebanyak 60 – 80 ton per hektar nan ditebar dan dicampur tanah olahan. Bagi menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di tadinya pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada kehidupan 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk infiks sebanyak 2 – 3 kg sendirisendiri tumbuhan.
Pemberian pupuk kompos ini umumnya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembumbunan. Untuk pemupukan secara artifisial (konvensional) dapat dilakukan dengan cara menyerahkan pupuk dasar yang diberikan momen tanam. Pupuk nan digunakan yaitu SP-36 sebanyak 100 kg/ha yang disebar di n domestik larikan sedalam 5 cm di antara tentara tanaman alias dimasukkan ke dalam lubang sedalam 5 cm lega jarak 10 cm berpangkal bibit yang yunior ditanam. Larikan alias gua pupuk kemudian ditutup dengan tanah. Sesaat setelah pemupukan tanaman langsung disiram untuk mencegah kekeringan tunas.
Fertilisasi susulan dilakukan sreg tahun tanaman berumur dua wulan. Pohon dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 0,5 kg/tumbuhan (10-12,5 ton/ha), 95 kg/ha urea dan 85 kg/ha KCl. Pupuk diberikan kembali pada tahun umur tanaman mencapai catur rembulan berupa urea dan KCl dengan dosis tiap-tiap 40 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara disebarkan merata di dalam larikan pada jarak 20 cm dari pangkal batang tanaman lewat ditutup dengan tanah.
Produksi dan loklok temulawak dahulu dipengaruhi oleh teknologi budidaya salah satunya yakni pemupukan. Secara masyarakat dosis serabut anorganik yang harus diberikan kerjakan meningkatkan pertumbuhan dan hasil pengetaman temulawak yaitu: urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing 200 kg, 100 kg dan 100 kg/ha untuk pola monokultur serta 200 kg/ha untuk pola tumpang sari. SP-36 dan KCl diberikan lega ketika tanam, urea diberikan 3 mungkin, yaitu pada umur 1,2 dan 3 rembulan setelah tanam masing-masing sepertiga bagian.
Kebutuhan partikel hara tanaman temu lawak bisa dipenuhi dengan karunia pupuk an organik dan organik. Dosis serat an organik nan diberikan yakni 200 kg urea/ha, 100 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha lakukan eksemplar monokultur, serta 200 kg/ha kerjakan pola tumpangsari. Padahal cendawan organik nan biasa digunakan adalah pupuk kandang sebanyak 10-20/ha.
Permintaan pemupukan berpengaruh terhadap penunjuk runyam rimpang, tingkatan dan sintal rimpang serta total rimpang induk, namun tidak berpengaruh terhadap diameter rimpang. Penggunaan pupuk kandang kambing 2 kg/tanaman + pupuk buatan (2 g urea, 1,8 g SP-36 dan 2,7 g KCl saban tumbuhan) menghasilkan rumit rimpang paling tinggi semata-mata tidak berbeda dengan perlakuan serabut kandang 1 kg/tanaman secara partikular alias dengan penambahan pupuk buatan. Perut kurkumin termulia diperoleh pada perlakuan minus fertilisasi adalah 4,1 %.
Rabuk bio secara berwujud mampu meningkatkan daya produksi temulawak, namun peningkatan tersebut dipengaruhi makanya kondisi agroekologi. Produksi rata-rata rimpang temulawak segar dengan paket pemupukan anorganik sesuai rekomendasi yaitu 9,56 ton/ha, meningkat menjadi 11,86 ton/ha dan 14,04 ton/ha dengan interpolasi pupuk bio sebesar 45 kg/ha dan 90 kg/ha atau meningkat sebesar 24% dan 47%.
Penyulaman dan Penyiangan
Pohon yang rusak/mati diganti dengan bibit yang sehat dari bibit sediaan. Penyiangan rumput liar dilakukan pagi/burit waktu yang merecup di atas bedengan maupun petak bertujuan buat menghindari persaingan anasir hara dan air.
Penyiangan permulaan dan kedua dilakukan plong 2 dan 4 rembulan setelah tanam (bersamaan dengan pemupukan). Selanjutnya penyiangan dapat dilakukan segera setelah jukut liar tumbuh. Untuk mencegah kerusakan akar susu, rumput terlarang disiangi dengan bantuan kored/cangkul dengan lever-lever.
Pengairan dilakukan secara rutin pada pagi/tunggang hari ketika tanaman masih berada sreg masa pertumbuhan awal. Irigasi selanjutnya ditentukan maka itu kondisi lahan dan iklim. Biasanya penyiraman akan lebih banyak dilakukan pada hari kemarau. Bagi menjaga pertumbuhan tegar baik, tanah tidak boleh berada dalam keadaan kering.
Kegiatan pembumbunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-rimpangan cak bagi memberikan media bertaruk rimpang yang cukup baik. Pembumbunan dilakukan dengan menimbun sekali lagi area perakaran dengan petak yang jatuh tertawan air. Pembumbunan dilakukan secara rutin setelah dilakukan penyiangan.
Wereng dan Kebobrokan Hama
Wereng temulawak adalah: Larva setik (Chrysodeixis chalcites Esp), Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn) dan Lalat rimpang (Mimegrala coerulenfrons Macquart). Cara pengendaliannya dengan pemancaran insektisida Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan konsentrasi 0.1-0.2 %.
Penyakit nan menyerang temulawak, antara lain:
- Jamur Fusarium disebabkan oleh fungus oxysporum Schlecht dan Phytium sp serta bakteri Pseudomonas sp yang berpotensi untuk mengamati perakaran dan rimpang temulawak baik di kebun atau selepas penuaian. Gejala Fusarium dapat menyebabkan busuk akar tunggang rimpang dengan gejala daun menguning, layu, pucuk meringkai dan tanaman sepi. Akar rimpang menjadi keriput dan berwarna kehitam-hitaman dan episode tengahnya membusuk. Jamur Phytium menyebabkan patera matang, pangkal batang dan rimpang busuk, berubah corak menjadi coklat dan akhirnya keseluruhan tumbuhan menjadi busuk. Prinsip pengendalian dengan mengerjakan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam tanaman yang berasal dari anak bini Zingiberaceae. Fungisida yang bisa digunakan adalah Dimazeb 80 WP ataupun Dithane M-45 80 WP dengan sentralisasi 0.1 – 0.2 %.
- Penyakit layu disebabkan maka dari itu Pseudomonas sp, gejala berupa kelayuan daun bagian bawah yang diawali menguningnya daun, pangkal batang basah dan rimpang nan dipotong menyingkirkan sputum seperti pulut. Pendirian pengendaliannya dengan pergiliran tanaman dan penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau grept 20 WP dengan pemusatan 0.1 -0.2%.
- Selain hama dan penyakit, gulma juga bosor makan mengganggu pohon temulawak. Gulma potensial plong pertanaman jumpa lawak merupakan gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
Penuaian dan Pasca Penuaian
Rimpang dipanen bermula tanaman nan sudah berumur 9-10 bulan. Tanaman nan siap pengetaman memiliki daun-daun dan bagian tumbuhan yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna asfar kecoklatan.
Pemanenan dilakukan dengan mandu menggali tanah yang terdapat disekitar rumpun dan rumpun diangkat bersama akar tunggang dan rimpangnya. Panen dilakukan lega penghabisan waktu pertumbuhan pokok kayu yaitu pada musim kering. Momen penuaian umumnya ditandai dengan mengeringnya bagian atas lahan. Tetapi demikian apabila lain sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini kiranya dilakukan pada tahun kemarau periode berikutnya. Pemanenan sreg tahun hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menempatkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
Pascapanen yang dilakukan adalah dengan mencuci rimpang dari kotoran yang melekat sampai bersih. Lebih jauh rimpang ditiriskan. Kerjakan takhlik simplisia, rimpang diiris setebal 7-8 mm adv amat dijemur. Proses pengeringan irisan rimpang dapat dilakukan dengan dijemur di bawah terang matahari atau dengan organ pengering tiruan dengan suhu 50oC.
Nyawa panen berpengaruh substansial terhadap tinggi pokok kayu, bobot basah dan bobot kersang rimpang. Spirit penuaian 7 wulan meningkatkan kandungan xanthorrhizol tanaman temulawak. Interaksi antara umur panen dan cekaman kekeringan tak berpengaruh nyata terhadap karakter agonomi dan fisiologi tumbuhan temulawak. (Penyusun: Kres Dahana, SP.)
Pustaka
Fikry, H. 2010. Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Binasakan Paling kecil Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Staphylococcus aureus secara In Vitro. Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru.
Hadipoentyanti, E dan Syahid, S.F. 2007. Respon Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi Kedua Terhadap Pemupukan. Litri. 13(3):106-110.
Khaerana, Ghulamahdi, M dan E.D. Purwakusumah. 2008. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Umur Panen Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Xanthorrhizol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Agron. 36(3):241-247.
Rahardjo, M. dan Ozon. Rostiana. 2005. Budidaya Tanaman Temulawak. Circular No. 11. Aula Pengkhususan Tanaman Rempah dan Pengasosiasi. 30-35.
Wardah, Kaki langit. R. 2008. Proses Hidup, Klasifikasi, Kegunaan dan Kandungan dari Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Skripsi. Universitas Mulawarman. Samarinda.
Yusron, M. 2009. Respon Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Pemberian Pupuk Bio sreg Kondisi Agroekologi yang Berlainan. J.Litri. 15(4):162-167.
Source: http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/95978/BUDIDAYA-TANAMAN-OBAT-TEMULAWAK/
Posted by: holymayhem.com