Cara Uji Patogenisitas Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman Jurnal Pdf
MEKANISME PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT Pohon
Joni Ph. Rompas
[1]
Intisari
Kesialan akibat bencana kelainan pada tumbuhan justru dapat mencapai 40-50 uang jasa. Berbagai cara pengendalian pernah dilakukan baik secara fisik, kimia atau hayati. Pengendalian secara hayati adalah upaya menekan perkembangan patogen penyebab penyakit dengan memanfaatkan organisme arwah bak musuh alami. Pada dasarnya mekanisme pengendalian penyakit secara hayati yaitu : (1) Kolonisasli (2) Sayembara; (3) Antibiosis; (4) Hiperparasitisme. Keberhasilan penerapan pengendalian hayati sangat ditentukan dengan ketepatan pemilihan agen pengendali, cak bagi itu perlu pengetahuan akan halnya ekologi dan ilmu hayat patogen sebelum menentukan kantor cabang pengendali yang digunakan. Diantara sifat yang harus dimiliki agen pengendali hayati adalah : (1) mampu tumbuh kian cepat dibanding basil ; (2) bersifat sebagai pesaing (kompetitor) terhadap patogen ; (3) mewah menghasilkan senyawa antibiosis, enzim dan toksin yang berada menghalangi pertumbuhan basil ; (4) mudah dibiakkan lega media bikinan; (5) tidak menimbulkan penyakit plong tanaman.
Pendahuluan
Bencana hama dan keburukan sreg sistem budidaya pokok kayu menyebabkan terjadinya penambahan biaya produksi (biaya produksi pangkat), dimana petani lebih mengandalkan penggunakan bulan-bulanan kimia pestisida lakukan mengendalikan wereng dan penyakit tanaman. Intern Konsep Pengendalaian Hama Terpadu (PHT) yang berwawasan lingkungan adalah racun hama menrupakn alternatif terakhir, dan lebih mengutamakan perpaduan pengendalian hayati, mekanis dan fisik.
Pengendalian hayati adalah pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan menunggangi organisme selain OPT itu sendiri. Karena itu pengendalian hayati boleh dikatakan suatu proses menekan, mengurangi ataupun meniadakan penyebab penyakit atau basil baik yang sudah lalu aktif mencerca maupun yang makmur pada stadia dormansi.
Ada banyak kaidah pengendalian yang dapat dilakukan kerjakan mengurangi kerugian akbita serangan jamur patogen tersebut, diantaranya perbaikan sistem budidaya tanaman, penggunaan bahan tanam yang bebas masalah, pengendalian dengan fungisida, dan pengendalian secara hayati.
Intern tulang beragangan konsep pengendalian masalah terpadu, eksploitasi objek kimia merupakan alternatif terakhir dan sebagai lampiran saja. Pengendalian secara ilmu hayat lebih mengutamakan pemanfaatan musuh alami atau agen pengendali hayati seumpama komponen utama. Sejumlah golongan kawul Actinomycetes,
Aspergillus
spp.,
Penicillium
spp,
Gliocladium
spp., dan
Trichoderma
spp. diketahui dapat hadang dan menekan pertumbuhan dan perkembangan konidia
Fusarium batatatis
(Tombe dan Sitepu (1994). Selain itu beberapa diversifikasi kawul avirulen dapat digunakan bagaikan agen pengendali mikroba virulen spesies nan sama. Berasal golongan mikroba diketahui ada Strain-84
Agrobacterium radiobacter (agiobacter).
Keberhasilan penerapan pengendalian hayati sangat ditentukan dengan ketepatan pemilihan agen pengendali, bakal itu perlu pengetahuan tentang ekologi dan biologi patogen sebelum menentukan agen pengendali yang digunakan. Diantara sifat yang harus dimiliki agen pengendali hayati yakni : (1) berbenda tumbuh lebih cepat dibanding patogen ; (2) bersifat sebagai pesaing (kompetitor) terhadap bakteri ; (3) rani menghasilkan senyawa antibiosis, enzim dan toksin yang berlimpah menahan pertumbuhan patogen ; (4) mudah dibiakkan pada ki alat buatan; (5) tidak menimbulkan penyakit pada tanaman.
Mekanisme Pengendalaian Hayati
Cak semau empat kaidah mekanisme pengendalian hayati dalam pengendalian kelainan tumbuhan menurut Campbell (1989) yakni : (1) Kolonisasli (2) Kompetisi; (3) Antibiosis; (4) Hiperparasitisme.
Kolonisasi
— Kolonisasi sreg permukaan organ tumbuhan terjadi sebagai akibat tersebarnya inokulum maka dari itu agen penyeru sepaerti angin, air, binatang maupun turunan.
Dan peristiwa tersebut berkaitan erat dengan epidemiologi penyakit tanaman (Scot and Bainbridge, 1978). Lewat katai kemungkinan terjadinya epidemi penyakit tanpa sambung tangan agen-agen penyeru. N domestik pengendalian hayati keberadaan perwakilan pengendali sreg sistem persawahan harus diinokulasi dan dilakukan secara tepat. Keberhasilan kolonisasi perwakilan pengendali akan berada memperintim ruang bagi infeksi patogen, karena agen pengendali punya kemampuan bersemi dan berkembang lebih cepat menghampari permukaan atau peranti pohon.
Konsep kolonisasi ini lebih banyak dijumpai puas problem-kelainan yang disebabkan oleh patogen tular persil (soil-borne pathogens), karena terjadi sreg sistem perakaran dengan kondisi lingkungan yang silam mendukung perkembangan agen pengendali. Perwakilan pengendali diaplikasikan plong sistem perakaran tanaman (rhizosphere) dan pada sejumlah pengkajian diketahui bisa membendung pertumbuhan, perkembangan dan infeksi bakteri tanah (Phytophthora, Pythium). Beberapa hasil pendalaman tentang kerapatan inokulum potensial bakteri tanah yang mampu menyebabkan penyakit sreg tanaman seperti lega tabel 1.
Hasil penelitian menunjukkan agensia pengendali hayati
Trichoderma viride
berpunya tumbuh dan berkembang dengan lebih cepat dibandingkan jamur patogen
Sclerotium rolfsii
(Brown, 1980)
Tabulasi 1. Kepadatan populasi inokulum potensial sejumlah bakteri persil
yang mampu menyebabkan ki aib.
Patogen |
Inang |
Konsistensi populasi (unit/g) |
Sclerotium rolfsii
Rhizoctonia solani
Verticillium albo-atrum
V. dahliae
Plasmodiophora brassicae
Fusarium solani f.sp. Phaseoli
Thielaviopsis basicola
Pythium ultimum |
Tebu
kapas
kapas
ubi belanda
kubis
kedele
jeruk pea |
0.005-0.05 0.07-0.13 50-400 10-130
> 10 1000-3000 1000-8000 100-350 |
Sumur : tergarap dari Baker and Cook, 1974.
Beralaskan tabel di atas, diketahui bahwa inokulum potensial patogen yang dapat menyebabkan penyakit sreg tanaman terlampau majemuk tergantung spesies dan inangnya. Jumlah inokulum potensial menerimakan kontribusi yang berjasa terhadap kemampuan dan keberhasiln infeksi patogen, karena itu harus diimbangi dengan kecepatan kolonisasi agen pengendali sehingga patogen tidak bisa berkembang dengan baik.
Ibarat penali berusul mekanisme ini adalah kederasan penutupan permukaan organ pokok kayu makanya agen pengendali hayati.
Kompetisi
— Sayembara terjadi apabila dua alias kian mikro organisme congah sreg ira atau tempat yang setimbang dan memperebutkan perigi nutrisi (carbon (C) , nitrogen (N) , dan besi (Fe), tertulis oksigen, cahaya, air.
Perlombaan yang paling utama intern sistem pengendalian hayati bibit penyakit adalah kompetisi tempat, yang berhubungan dengan kecepatan kolonisasi agen pengendali. Fenomena pertandingan tempat ini banyak dijumpai terutama pada patogen-basil tanah pada sistem perakaran tanaman. Sebagai kamil puas serat mikorisa nan kreatif mengkolonisasi akar tunggang bahkan hampir menghampari sistem perakaran pohon, keadaan ini membuat jamur patogen tidak memperoleh tempat untuk kontak dengan akar. Akar biasanya mengeluarkan eksudat yang mengandung banyak aset ilmu pisah yang sebagian lautan adalah penambat (atraktan) bagi bibit penyakit tanah. Keberadaan mikorisa akan lebih danhulu memanfaatkan eksudat akar tunggang tersebut sebelum dimanfaatkan maka dari itu basil.
Kompetisi nutrisi baik oragnik atau anorganik terjadi pada sekeliling tempat kontak dan infeksi, perigi-sumber nutrisi nan berada dalam jaringan pohon atau disekitar parasan tumbuhan akan membentuk mikro organisme nan ada menjadi bersaing. Persaingan memperoleh oksigen, akan mempengaruhi aktivitas mikro organisme, karena mikro organisme bersifat aerob ataupun fakultatif aerob.
Persaingan antar mikro organisme, akan menyebabkan perubahan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan patogen, sehingga basil tidak dapat berkembang dengan arketipe.
Antibiosis
— Antibiosis yakni penghambatan pertumbuhan atau perkembangan dan penghancuran suatu organisme oleh hasil metabolisme organisme lain. Hasil metabolisme tersebut bersifat venom dan dikenal umpama antibiotik. Studi Dennis dan Webster (1971) menyebutkan bahwa
Trichoderma
menghasilkan antibiotik yang musnah (volatil) dan tidak memasap (non volatil).
Trichoderma sp.
Banyak diteliti dan di aplikasikan internal pengendalian jamur-jamur patogen lahan. Kemampuan
Trichoderma
menghasilkan antibiotik menyebabkan terhambatnya petumbuhan jamur patogen disekitarnya, disamping itu keberadaan
Trichoderma
boleh mewujudkan keasaam petak (pH) menjadi lain optimum buat patogen, sehingga terjadi ketidak seimbangan pemusatan nutrisi dan selanjutnya lain dapat dimanfaatkan oleh basil dan pada akhirnya mampu menekan infeksi. Sempurna pada pengendalian
Sclerotium rolfsii
dengan
Trichoderma sp.
Hiperparasitisme
— Dikatakan lebih lanjut hiperparasitisme adalah bentuk penghambatan dan penumpasan oleh agen pengendali dengan memarasit jamur patogen, melangkaui hifa dengan takhlik haustoria dan dapat pula menyebabkan lisis hifa jamur mikroba.
Tabel 2. Beberapa mikroorganisme pengendalia hayati keburukan pohon.
Agensia |
Inang |
Patogen penyebab penyakit |
Strain-84 |
Banyak pohon
Tomat, vanili, dll
Banyak tanaman |
|
Sumur : diselesaikan dari bilang sumur
Deduksi
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pati sasaran organik tanaman berbenda memacu pertumbuhan
Trichoderma koningii
untuk membendung pertumbuhan dan perkembangan
Fusarium batatatis. Eksplorasi lebih lanjur perlu dilakukan terhadap lambung C/N ratio ekstrak limbah bulan-bulanan organik tanaman, diketahui bahwa tahi tebu yang memiliki C/Tepi langit ratio tinggi lebih baik dibandingkan bibit bahan organik lainnya.
Daftar pustaka
Agrios, G.N. 1988. Plant pathology. Third Edition. Academy Press,
.
Booth, C. 1971. The Genus
Fusarium. Commonwealth. Mycological Institute, Kew Surrey and
.
Basuki. 1985. Peranan belerang sebagai pemacu pengendalian penyakit akar zakiah pada kejai.
Disertasi S-3 Pascasarjana Perhimpunan Gadjah Mada.
.
Dennis, C. and Webster, J. 1971. Antagonistic properties of species groups of
Trichoderma
. Production of non volatile antibiotics. Transactions British Mycological Society 57 (1):25-39.
Mukerji, K.G. and K.L. Grag. 1988. Biocontrol of Plant diseases. CRC Press, Inc. Boca Roton.
.
Tombe, M. dan D. Sitepu.
1994. Keburukan tanaman vanili di
. Balairung Penelitian Obat dan Rempah. 103-108.
__________ Arini. 1997. Dominasi belas kasih pupuk kandang terhadap intensitas serangan
Fusarium oxysporum
penyebab penyakit busuk batang sreg pohon vanili.
Seminar Nasional PFI dan Kongres Nasional XI.
Martono. E. 1997. Makalah Metofologi Penajaman dan Memanfaatkan Literatur serta Penyusunan dan Penulisan Laporan. Program pascasarjana Bidang Mantra-ilmu Pertanian. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Notohadiningrat, T. 1997. Memahami Penelitian (Understanding Research). Program pascasarjana Permukaan Aji-aji-aji-aji Pertanian. Perserikatan Gadjah Mada,
.
________________. 1977. Metode Penelitian dan Penulisan Ilmiah.
Program pascasarjana Satah Aji-aji-aji-aji Pertanaman.
Perguruan tinggi Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rompas, J. Ph. 1997. Peranan Faktor Lingkungan Terhadap Keberuntungan Pengendalian Penyakit Rusak Batang Vanili. Tesis S-2 Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (tidak dipublikasikan).
Rumawas, F. 1984. Metodologi Penelitian. Bacaan IPB, Bogor.
Shah, P. Vimal. 1987. Menyususn Keterangan Penajaman.
Terjemahan Muhajir D. 1992.
Press.
.
Triharso. 1991. Pedoman Penulisan Tesis. Program pascasarjana Bidang Hobatan-mantra Pertanaman. Perkumpulan Gadjah Mada,
.
Komplemen : Hasil uji rintangan pertumbuhan
F. batatatis,
Populasi Konidia
F. batatatis,
dan obstruksi antibiotik
T. koningii.
Perlakuan |
% hambatan pertumbuhan
|
Polulasi Konidia
F. batatatis |
% hambatan antibiotik
Horizon. koningii |
A B C D E F |
35,03 b 27,44 a 30,39 ab 34,87 b 29,53 ab 24,68 a |
0,97 b 0,91 b 0,42 a 1,03 b
0,50 a
1,04 b |
51,68 d
35,11 c
18,30 a
34,28 c
26,36 b
24,59 ab |
Angka yang diikuti maka itu huruf nan sama lain berbeda konkret puas level 0,05
[1]
PS Wereng dan Ki kesulitan Tumbuhan Fak. Pertanian Universitas Palembang
Source: https://rompas-unpal.blogspot.com/2011/12/pengendalian-hayati.html
Posted by: holymayhem.com