Cara Penggunaan Pupuk Kandang Pada Tanaman Buah

Peternakan intensif ayam bacok, Amerika Kawan

Biri-biri semenjana digembalakan di sabana, Yunani

Peternakan
ialah kegiatan mengembangbiakkan dan perawatan hewan peliharaan buat mendapatkan keistimewaan dan hasil dari kegiatan tersebut. Hewan yang banyak diternakkan di antaranya sapi, mandung. kambing, domba, dan babi. Hasil peternakan di antaranya daging, susu, telur, dan sasaran pakaian (seperti mana wol). Selain itu, kotoran hewan dapat menyuburkan persil dan tenaga hewan bisa digunakan sebagai kendaraan transportasi dan bagi memacul tanah.

Hal-hal nan termasuk kegiatan beternak di antaranya pemberian makanan, pemuliaan alias pengembangbiakan bagi mencari sifat-resan ulung, pemeliharaan, penjagaan kesahatan dan pendayagunaan hasil. Peternakan bisa dibedakan menjadi peternakan ekstensif alias intensif, dan terdapat pula peternakan taruk intensif yang menggabungkan keduanya. Dalam peternakan ekstensif, hewan dibiarkan berkeliaran dan mencari bersantap seorang, kadang di lahan yang luas, dan kadang dengan pengawasan sepatutnya lain dimangsa. Dalam peternakan intensif, terutama peternakan pabrik nan masyarakat di negara-negara maju, hewan dikandangkan internal gedung berkepadatan tangga, makanannya dibawa dari luar, dan hidupnya diatur agar memiliki produksi dan efisiensi pangkat.

Peternakan dimulai sejak terjadinya penjinakan hewan (budi pusat binatang semoga dapat dipelihara dan dimanfaatkan sosok) privat proses yang dimulai selingkung hari 13.000 SM. Berbagai jenis hewan start didomestikasi pron bila dan ajang yang berbeda-beda internal rekaman. Selain binatang ternak yang telah disebutkan di atas, fauna-hewan seperti kuda, kerbau, unta, llama, alpaka, dan kelinci juga diternakkan di sejumlah belahan marcapada. Peternakan juga membentangi budidaya perairan bakal memiara hewan air seperti ikan, udang rebon, dan kerang. Peternakan serangga juga dilakukan di beberapa bekas, sebagaimana peternakan kerawai, bernga utas, bahkan jangkrik yang dijadikan rezeki di Thailand. Rata-rata dabat ternak adalah herbivor atau pemakan tumbuhan, tetapi cak semau juga yang omnivor seperti nangui atau ayam. Binatang pemamah biak (ruminansia) seperti sapi dan kambing boleh mengerti selulosa, sehingga dapat diberi makan suket di duaja bebas. Selain itu, dabat-sato itu boleh diberi bersantap berenergi dan protein tangga, seperti tanaman serealia dan pakan buatan. Hewan non-ruminansia tak boleh memakan rumput sehingga harus bersantap dari mata air tidak.

Pada zaman bertamadun, dampak peternakan terhadap mileu menginjak disoroti, karena kegiatan peternakan membutuhkan banyak air dan lahan, baik untuk dabat piaraan ataupun bikin pohon yang ditumbuhkan sebagai makanannya. Selain itu, hewan ternak menyingkirkan emisi gas rumah kaca seperti metana (CH4), dinitrogen monoksida (N2O), dan karbonium dioksida (CO2). Muncul lagi kekhawatiran akan kedamaian hewan terutama seiring meningkatnya peternakan pabrik.

Aspek-aspek peternakan

Sistem ekstensif dan intensif

Domba Herdwick sedang diternakkan

Domba Herdwick diternakkan privat di perbukitan dengan sistem ekstensif, Inggris

Awalnya, peternakan yakni babak dari kehidupan petani swasembada, dengan tujuan tidak semata-mata sumber makanan untuk keluarga petani belaka juga mata air kawul, pakaian, sarana transportasi, tenaga cak bagi dimanfaatkan, serta bahan bakar. Awalnya, hewan dimanfaatkan sebisa kali selagi hayat untuk menghasilkan telur, susu, wol, justru darah (misalnya, maka itu suku Maasai), dan memakan hewan itu seorang bukanlah harapan terdepan.[1]
Kerumahtanggaan tendensi usia nomaden yang disebut transhumans, manusia dan hewan ternak berpindah antara bilang negeri lampau musiman. Misalnya, di wilayah montane mereka tinggal di ancala pada waktu panas dan di lembah puas tahun dingin.[2]

Peternakan dapat dilakukan secara ekstensif (di luar) maupun intensif (di kandang). Dalam peternakan ekstensif, hewan dapat gelayaran, kadang bebas atau kadang diawasi peternak atau penggembala moga dapat dilindungi dari pemakan. Di Amerika Utara terdapat sistem
ranch
(Bahasa Inggris) atau
rancho
(Bahasa Spanyol), yakni persil besar yang dimiliki awam atau swasta yang menjadi tempat penggembalaan sapi intern total ki akbar.[3]
Terdapat juga gelanggang penggembalaan serupa di Amerika Kidul, Australia, atau panggung-bekas enggak dengan lahan yang luas dan hujan yang minus. Selain untuk sapi, sistem ini boleh digunakan untuk domba, menjangan, burung unta, llama, dan alpaka.[4]

Di provinsi panjang Britania Raya, domba-biri-biri dibawa ke atas rangkaian gunung pada perian semi dan dibiarkan bebas gado rumput, kemudian dibawa turun mendekati akhir tahun dan diberi rezeki tambahan lega musim campah.[5]
Di distrik pedesaan, ternak sama dengan unggas dan babi dapat hidup dengan mencari sempelah-sisa makanan. Di beberapa komunitas Afrika, ayam dapat umur berbulan-bulan tanpa diberi makan dan masih menghasilkan satu atau dua telur per pekan.[1]

Pigs in a barn

Babi dikandangkan intern sistem peternakan intensif, Amerika Maskapai

Di jihat bukan, binatang sekali lagi sayang diternakkan secara intensif terutama di negara-negara bertamadun yang menerapkan peternakan pabrik. Sapi perah dikandangkan dan makanannya dibawakan bersumber luar, sapi potong digemukkan di kandang-kandang spesial dengan kepadatan tinggi.[6]
Nangui dipelihara di bangunan nan suhunya dikendalikan, dan selama hidupnya tidak pernah berada di asing ruangan.[7]
Satwa unggas dipelihara di kandang dan jeruji di dalam ruangan yang penerangannya dikendalikan.

Di antara dua jihat ini ada kembali peternakan semi-intensif, adalah campuran antara peternakan intensif dan ekstensif. Contohnya adalah peternakan anak bini yang hewannya berganti antara memakan dari alam dan meratah pakan nan disiapkan peternak. Kadang hal ini terjadi secara musiman, dabat piaraan dibiarkan makan di luar intim sejauh hari, hanya saat suket sudah lalu tidak bertaruk lagi fauna diberi makan jerami, pakan, ataupun incaran-alamat bukan nan dibawa berpunca luar.[8]

Pakan ternak

Sapi mengelilingi tempat makan

Sapi makan semenjak gelanggang nan mutakadim disediakan, Inggris

Biasanya hewan ternak adalah herbivor atau pemakan pokok kayu; hewan ternak yang pemakan segala di antaranya ayam atau kartu ceki. Hewan-sato herbivora ada yang pemakan rumput (begitu juga sapi), predator mangsa bernutrisi tinggi seperti angka, buah, dan daun muda, serta pemakan beragam macam adegan tumbuhan (sama dengan kambing). Selain itu, sejumlah hewan ternak dapat digolongkan perumpamaan ruminansia atau pemamah biak, sebagai halnya sapi, domba, dan kambing. Hewan-satwa ini mengarifi makanannya dua bisa jadi; pertama dengan gayem dan menelan konvensional, lalu memuntahkannya dalam buram mamahan untuk dikunyah sekali lagi, sehingga dapat memaksimalkan gizi yang diserap.[9]
Kebutuhan vitamin fauna memamah biak dapat dipenuhi sebagian besar dengan meratah rumput. Suket dapat bersemi semenjak pangkalnya, sehingga lamun banyak dimakan tetap vitalitas dan bersemi lagi.[10]

Dalam iklim tertentu, rumput enggak tumbuh sepanjang perian, misalnya sekadar dalam musim menggiurkan atau n domestik waktu hujan, sehingga rumput dipangkas dan disimpan bagi kemudian hari, misalnya dalam bentuk jerami (rumput kersang) atau silase (rumput terfermentasi).[11]
Pokok kayu hijauan lain juga bisa ditanam dan disimpan perumpamaan tambahan makanan kerjakan musim yang minim tumbuhan.[12]

Sendiri anak mengapalkan hijauan untuk makanan piaraan dengan kereta angin, Tanzania.

Binatang dalam sistem ekstensif dapat memenuhi nutrisinya hanya pecah duaja, sahaja satwa ternak intensif lazimnya membutuhkan tambahan kas dapur kaya energi dan zat putih telur. Energi biasanya didapat bermula serealia begitu juga padi atau jagung (maupun produk olahannya), gurih, minyak, dan makanan kaya gula. Zat putih telur berasal dari pakan berbahan ikan atau daging, produk susu, kedelai-kacangan, alias sasaran olahan dari pokok kayu.[13]
Hewan yang enggak pemamah biak sebagaimana unggas atau kartu ceki lain dapat memaklumi selulosa nan ada di rumput, sehingga harus diberi pakan lain, misalnya dari serealia. Pakan piaraan dapat ditanam di medan peternakan ataupun dibeli dalam bentuk produk yang kadang dikhususkan sesuai keberagaman hewan, masa pertumbuhan, atau kebutuhan vitamin khusus. Vitamin dan mineral dapat ditambahkan agar pakan menjadi seimbang.[14]

Pendewaan ternak

Proliferasi satwa piaraan pelalah bukan terjadi secara sedarun tetapi dikendalikan oleh peternak yang ingin agar keturunannya n kepunyaan sifat-resan tertentu. Contoh resan yang gegares diinginkan yaitu ketahanan, kesuburan, kemampuan momong anak asuh, kelancaran tumbuh, konsumsi pakan yang efisien, rasio fisik ideal dan kejinakan. Untuk hewan yang diambil produknya (begitu juga payudara atau laken), cap kuantitas dan kualitas produksi kembali merupakan kebiasaan yang diinginkan. Selain itu, peternak menjauhi sifat-sifat yang tidak diinginkan seperti penyakit atau perilaku berangasan.[15]
[16]

Pemuliaan peliharaan, yaitu pengembangbiakan peliharaan untuk mengejar rasam yang diinginkan, berperan meningkatkan produksi piaraan dengan drastis. Pada 2007, berat ayam jantan pedaging berumur okta- pekan galibnya menjejak hampir lima kali elusif hewan nan selaras pada perian 1957.[15]
Dalam waktu 30 tahun sebatas 2007, produksi susu sapi di Amerika Konsorsium meningkat dempet dua kali lipat.[15]

Kesehatan ternak

Faktor penting n domestik kebugaran hewan ternak adalah perawatan nan baik, makanan yang tepat serta penjagaan kebersihan. Secara ekonomi, upaya menjaga kesegaran ternak akan menghasilkan keuntungan berupa produksi yang makin optimal. Jika ternak terkena penyakit, ilmu kedokteran hewan dapat digunakan bakal mengobatinya, baik makanya peternak seorang ataupun oleh dokter hewan. Di beberapa negara, seperti di Uni Eropa, ketika peternak memulihkan ternaknya koteng, mereka kukuh diwajibkan mengikuti aturan yang ada dan mengingat-ingat tindakan nan diberikan.[17]
Terdapat keburukan yang umum merayapi dabat ternak. Sebagian cuma menjangkiti fauna tertentu, misalnya penyakit kolera babi yang sekadar menjangkiti babi,[18]
atau penyakit mulut dan kuku yang menimpa berbagai ragam hewan berkuku belah.[19]

Dalam kondisi parah, pemerintah dapat melakukan tindakan dengan mewatasi impor atau ekspor, membatasi perpindahan piaraan, menerapkan karantina, serta memerintahkan laporan dugaan penyakit. Sebagian penyakit bisa dicegah dengan vaksinasi, dan sebagian boleh diobati dengan antibiotik. Antibiotik pernah ditambahkan ke pakan untuk membantu pertumbuhan, belaka praktik ini kini dihindari di banyak negara karena meningkatkan risiko bantahan antibiotik.[20]

Dabat dalam sistem peternakan intensif punya risiko tataran terhadap sakat, baik parasit internal maupun eksternal. Contohnya, tungau laut banyak menghinggapi ikan salmon yang diternakkan secara intensif di Skotlandia.[21]
Mengurangi alias memberantas parasit lega hewan piaraan dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan.[22]

Sebagian penyakit, disebut zoonosis, dapat menjalar berasal hewan ke manusia. Kadang kelainan ini berasal semenjak fauna liar yang menularkan penyakitnya ke sato ternak yang memiliki keamanan biologi minus. Menjangkitnya infeksi virus Nipah di Malaysia puas 1999 berasal berpangkal kartu ceki nan mengalami kontak dengan kalong beserta kotoran dan urinnya. Babi ini dijangkiti penyakit yang kemudian menjalar ke basyar.[23]
Masalah pilek burung H5N1 berpangkal berpokok populasi burung bawah tangan dan dapat menyebar jarak jauh menerobos migrasi burung. Virus ini mudah memencar ke unggas piaraan, dan ke cucu adam yang hayat dekat unggas tersebut. Penyakit-penyakit tidak nan bisa menular ke manusia berpangkal hewan ternak atau liar yaitu rabies, leptospirosis, bruselosis, tuberkulosis, dan trikinosis.[24]

Susuk pedesaan dengan berbagai dabat ternak: unta, mahesa, ayam, domba, dan embek, ilustrasi terbit Al-Wasithi, Irak

Neko-neko sato ternak

Tidak ada definisi universal yang menentukan hewan apa saja yang dianggap hewan piaraan. Berbagai ragam pihak memiliki definisi saban, contohnya pemerintah Indonesia mendefinisikannya seumpama “Hewan ternak yang produknya diperuntukkan misal pembuat pangan, bahan sah industri, jasa, dan/alias hasil ikutannya nan terkait dengan pertanian” dalam Undang-Undang Nomor 41 Perian 2014.[25]
Hewan nan akrab cak acap dianggap hewan ternak di antaranya sapi (teragendakan sapi hunjam dan perah), kambing, domba, dan unggas (seperti ayam dan itik). Kuda kadang dianggap hewan ternak lagi,[26]
padahal bilang burung unggas kadang tak dianggap hewan ternak. Beberapa dabat ternak hanya cak semau di bagian dunia tertentu, misalnya kerbau maupun anggota famili unta Amerika Selatan sebagaimana llama dan alpaka.[27]
[28]
[29]
Definisi yang lebih luas lagi juga mencakup peternakan lauk, sato-hewan kecil sebagaimana kelinci dan tikus belanda, maupun lebah madu dan serangga yang dipelihara untuk dimakan.[30]

Hasil

Tenaga mahesa digunakan untuk mencangkul sawah, Indonesia.

Hasil utama peternakan di antaranya daging, payudara, dan telur, yang menjadi perut kerjakan manusia. Hasil peternakan kembali dapat dimanfaatkan pabrik, misalnya wol (bagi pakaian), kulit (untuk sepatu, tas, dan sebagainya), rambut, dan eco (untuk sabun bubuk, mentega).[31]
Tulang, cula, kuku, dan perut muda pun dapat digunakan untuk berbagai keperluan.[32]
Berak hewan dapat digunakan sebagai sumber serat, sehingga mengimbangi sebagian mineral dan bahan organik nan dikonsumsi hewan ternak ke sistem dan mendukung memaksimalkan kembali makanannya koteng.[33]
Tenaga binatang juga dapat dimanfaatkan, misalnya kuda sebagai sarana transportasi dan kerbau untuk memacul (terutama di negara yang belum banyak menggunakan mesin).[32]
Hewan ternak juga dapat digunakan dalam kegiatan rekreasi, misalnya karapan sapi di Madura dan sungga melayu di Persil Datar.[34]
Ada juga dabat ternak yang dipelihara lakukan tujuan khusus, misalnya menghasilkan vaksin dan antiserum (nan mengandung antibodi) untuk tujuan pengobatan.[35]
[36]

Jenis-macam

Peternakan pancung

Sapi Hereford

The Sapi Hereford, riuk satu ras sapi runjam yang banyak diternakkan di berbagai negara.

Peternakan potong menghasilkan daging, yang yakni salah satu perigi utama protein di seluruh dunia. Galibnya 8% dari kebutuhan energi manusia berasal semenjak daging. Jenis hewan nan dimakan tersampir pada preferensi dan kebiasaan setempat, ketersediaan, biaya, dan faktor-faktor lainnya. Sapi, kambing, biri-biri, dan babi yaitu spesies-variasi yang minimum banyak diternakkan bikin dagingnya. Satwa-hewan ini memiliki kederasan berkembang-biak nan berbeda. Sapi biasanya hanya melahirkan satu anak dan membutuhkan lebih dari setahun untuk dewasa; wedus dan domba sering punya anak kembar dan bisa disembelih sebelum umur satu perian; nangui merupakan dabat nan dulu subur dan tiap tahun boleh menghasilkan sebatas 11 anak.[37]
[38]
Di kewedanan tertentu, kuda, keledai, kijang, kerbau, llama, dan alpaka juga diternakkan bikin diambil dagingnya. Aturan yang diinginkan mulai sejak hewan-dabat ternak potong diantaranya kesuburan, ketahanan, kepantasan tumbuh, kemudahan pemeliharaan, dan efisiensi konversi makanan (tingginya hasil daging per pakan yang diberikan). Sekitar seketul dari daging di dunia dihasilkan berbunga hewan yang dibiarkan bebas di padang suket alias kandang yang cukup luas, sedangkan setengahnya lagi dihasilkan berbunga peternakan intensif dengan sistem pabrik, terutama daging sapi, ayam, dan babi. Dalam sistem intensif, hewan-hewan ini dipelihara kerumahtanggaan ruangan dengan kepejalan strata.[39]

Peternakan perah

Bangunan peternakan besar yang banyak sapinya

Ruang pemerahan berputar di industri peternakan perah berbudaya, Jerman

Semua mamalia menghasilkan tetek bagi momongan-anaknya, tetapi sapi adalah hewan terdahulu yang dijadikan sumur susu cak bagi konsumsi manusia. Hewan lain juga diambil susunya di berbagai ragam kawasan dunia, termasuk kambing, biri-biri, unta, mahesa, jaran, dan himar.[40]
Hewan-hewan ternak perah telah didomestikasi semenjak habitat liarnya sejak lama, sehingga telah terjadi banyak ikram sehingga memiliki resan-sifat seperti kesuburan, daya produksi tetek, kejinakan, dan kemampuan hidup di kondisi setempat.[41]
Awalnya, dan kini masih dilakukan di berbagai peternakan tradisional, sapi mempunyai berbagai fungsi sekaligus. Sapi tidak cuma dipelihara untuk diperah tetapi sekali lagi seumpama sumber tenaga (lakukan menyedot kendaraaan ataupun menyiangi sawah), kotorannya digunakan kerjakan menyuburkan tanah, dan menghasilkan produk lain seperti daging, jangat, atau rambutnya yang dapat dicukur dan dipintal.[40]
Dalam peternakan modern, melalui pemuliaan muncul tipe-tepi sapi perah yang menghasilkan susu dalam total suntuk besar, sama dengan ras Sapi Holstein nan dikenal lewat ekonomis. Peternak dapat melakukan inseminasi buatan lakukan mengawinkan fauna-hewan buat menghasilkan keturunan unggul alias cocok dengan kondisi peternak.[41]
Kambing dan kambing kibas kadang juga diternakkan untuk menghasilkan susu jika iklim atau kondisi setempat tidak memungkinkan peternakan sapi perah.[40]

Pada zaman modern, peternakan perah cenderung menunjukkan peralihan pecah sistem peternakan keluarga menjadi peternakan besar yang intensif. Intern peternakan batih nan saat ini mulai ditinggalkan, sapi makan dari padang rumput dan tetapi dibawakan kandungan momen musim dingin atau tandus. Kerumahtanggaan sistem intensif, sapi dipelihara intern jumlah besar, hidup di dalam bangunan, dan makanannya dibawakan sepanjang tahun tanpa diberi kesempatan merumput.[42]

Peternakan unggas

Banyak ayam berbaris di kerangkeng yang bertingkat-tingkat

“Kandang baterai”, sistem bagi mengandangkan ayam petelur dengan kepadatan tinggi, Brazil

Hewan-hewan unggas, seperti mana ayam, bebek, dendang laut, dan kalkun diternakkan untuk dagingnya dan telurnya. Ayam jago adalah dabat terdahulu yang diternakkan bagi telurnya. Metode peternakan unggas bervariasi berbunga sistem ekstensif yang membebaskan unggas-unggas berkeliaran dan hanya dikandangkan puas lilin lebah hari demi keamanan, atau sistem semi-intensif yang menernakkan unggas di kandang segara atau cerocok yang masih memungkinkan unggas tersebut bergerak atau bertengger, hingga sistem intensif yang memelihara unggas dalam kerangkeng. Salah satu metode yang digunakan dalam peternakan intensif yaitu sistem kandang aki, tempat unggas dikandangkan dalam kerangkeng sempit berpangkat-pangkat dengan sistem tersendiri untuk memberi makan, minum, dan mencekit telur. Secara ekonomi, metode ini memiliki produksi telur tinggi dan ekonomis karyawan, belaka banyak dikritik oleh para pembawa ketenteraman hewan karena unggas dalam sistem ini tidak dapat mengimak gaya hidup alamiahnya.[43]

Di negara-negara maju, ayam potong pun sebagian lautan dipelihara di dalam ruangan, memperalat kandang-kandang segara dengan kondisi yang diatur ketat menggunakan peralatan otomatis. Ayam broiler maupun mandung ras pedaging biasanya dipelihara dengan cara ini, dan melangkahi budidaya genetis hewan ini dapat siap potong dalam umur enam atau sapta pekan. Internal sistem ini, mandung yang hijau menetas dikurung intern medan kecil dan diberikan tungku buatan. Berak mereka diserap oleh alas kandang dan tempatnya diperluas seiring tumbuhnya mandung-ayam ini. Pakan dan minuman diberikan secara otomatis dan penerangan dikendalikan secara ketat. Ayam dapat diambil dan disembelih dalam sejumlah tahap, alias satu kandang dapat “dibersihkan” secara serentak.[44]

Sistem pemeliharaan serupa juga digunakan bikin kalkun, hanya kalkun tidak beradaptasi dengan lingkungan ini semudah ayam aduan. Kalkun juga butuh waktu bertambah lama buat tumbuh dan gegares dipindahkan ke akomodasi khusus agar menggemuk.[45]
Bebek yaitu unggas populer di Asia dan Australia, dan dengan sistem dagang dapat dipotong saat berumur tujuh pekan.[46]

Budi kancing perairan

Empang ikan air tawar, Prancis.

Karakter daya perairan alias akuakultur dapat membentangi berbagai hewan air (ikan, udang, tiram, dan sebagainya) atau tumbuhan air (misal alga) dengan melibatkan campur tangan manusia untuk pembibitan, anugerah ki gua garba, pertambahan produksi, perlindungan dari predator, dan lain-bukan.[47]
Budi daya perairan sekali lagi melibatkan kepemilikan perorangan atau perusahaan terhadap hewan alias tumbuhan yang dibudidayakan. Kerumahtanggaan prakteknya, khuluk daya perairan dapat dilakukan di laut ataupun air tawar, dan dapat berkepribadian ekstensif maupun intensif. Budi daya ekstensif boleh dilakukan di suatu teluk, situ, maupun tambak, padahal budi daya intensif bisa mengikutsertakan tangki, kerangkeng, pukat, alias karang tiruan. Ikan dan udang dapat dibudidayakan di sawah, baik melalui pembibitan atau datang sendiri, sehingga memberi hasil tambahan bagi pekebun.[48]

Esensi dapat dihasilkan di mesin tetas nan menghasilkan iwak, udang, ataupun tiram mulai dewasa yang kemudian dipelihara. Bibit tersebut kemudian dipindahkan ke tangki khusus ketika patut besar, dan dijual ke pembudi resep lauk untuk diperlihara hingga lebih besar pula. Jenis nan banyak menggunakan pembibitan di mesin pengeram di antaranya udang, ikan salmon, lauk nila, tiram, dan kerang. Fasilitas pembibitan serupa dapat dilakukan kerjakan memelihara satwa yang akan dibebaskan ke alam, atau mengisi perairan yang digunakan cak bagi mengail. Aspek peternakan nan penting dalam proses pembibitan di antaranya pemilihan bibit, pengendalian kualitas air, dan karunia perut. Di alam, hewan air memiliki tingkat kematian hierarki di usia akil balig. Tujuan karakter muslihat bibit adalah mengurangi risiko kematian dan mengintensifkan kepantasan pertumbuhan.[49]

Peternakan serangga

Kuririk diternakkan untuk dijadikan makanan manusia, Thailand

Lebah sudah lalu dipelihara di induk madu buatan sejak masa Dinasti Permulaan Mesir Bersejarah, sangkil-kira lima ribu waktu yang lalu.[50]
Sebelum itu, orang mutakadim lama mengambil madu dari tawon gelap. Sarang buatan dapat dibuat dari heterogen bahan yang cak semau di berbagai daerah dunia.[51]
Di negara-negara berkembang, budi daya lebah telah menghasilkan diversifikasi lebah yang jinak dan berproduksi tahapan, dan sarang madu dirancang khusus untuk menggampangkan pengambilan istri muda. Selain menghasilkan madu dan parafin, lebah juga dipelihara dan disalurkan cak bagi membantu penyerbukan pohon perkebunan maupun tanaman liar.[52]

Peternakan ulat kenur, atau serikultur, telah cak semau paling tidak sejak Dinasti Shang di Tiongkok.[53]
Bombyx mori
adalah satu-satunya spesies yang dapat diternakkan secara komersial. Satwa ini menghasilkan benang sutera yang panjang dan tipis saat larvanya takhlik kepompong. Ulat ini memakan daun murbei dan peristiwa ini berjasa sekadar satu generasi dapat tumbuh per tahun karena tumbuhan ini bersifat musiman. Dua generasi per tahun dapat tumbuh di Tiongkok, Korea, ataupun Jepang, dan lebih banyak pula dapat tumbuh di daerah tropis. Saat ini, kebanyakan produksi benang terjadi di daerah Asia Timur, dan di Jepang pakan fusi digunakan lakukan menumbuhkan belatung sutra.[54]

Berbagai serangga menjadi target peranakan dalam beberapa budaya.[55]
Di Thailand bagian utara, riang-riang diternakkan bakal menjadi rezeki sedangkan di bagian selatan negara tersebut ulat sagu diternakkan untuk pamrih serupa. Jangkrik dipelihara di kandang atau kotak dan diberi pakan membahu, sedangkan belatung sagu memakan batang sagu sehingga sahaja dapat diternakkan jikalau tumbuhan tersebut tersedia.[56]

Sejarah

Awal peternakan

Domestikasi binatang pemamah biak seperti kambing kibas memberikan mata air makanan yang stabil bikin suku pelimbang di Timur Tengah dan Asia Tengah. Gambar: Biri-biri di Afganistan

Domestikasi hewan piaraan (budi buku hewan yang sebelumnya merupakan hewan liar di duaja) didorong oleh kebutuhan manusia akan makanan sekiranya hasil berburu tak cukup. Sifat-kebiasaan yang dicari berasal satwa yang hendak didomestikasi adalah satwa tersebut harus berguna cak bagi peternaknya, ki berjebah hidup bersama manusia, mudah berkembang biak, dan mudah dipelihara.[57]
Domestikasi bukanlah satu peristiwa tunggal, melainkan sebuah proses yang terjadi berulangulang di beraneka macam wadah dan waktu. Misalnya, para kaki pengembara di Timur Tengah awalnya mendomestikasi kambing arab dan kambing, sedangkan sapi dan babi banyak didomestikasi oleh kekerabatan penetap.[58]

Hewan bawah tangan pertama yang didomestikasi manusia yakni anjing. Anjing didomestikasi bertahap karena dibiarkan meratah sampah dan memangsa binatang-hewan nan mengganggu manusia. Lebih lanjut, berbagai hewan didomestikasi bagi menjadi rahim, seperti domba, embek, kartu ceki, dan sapi. Proses ini terjadi di tadinya sejarah pertanian.[58]
Babi pertama boleh jadi didomestikasi di Mesopotamia plong 13.000 SM.[59]
Domba didomestikasi antara 11.000 dan 9.000 SM.[60]
Sapi didomestikasi pecah leluhurnya adalah fauna terlarang aurochs atau urus di kawasan yang kini merupakan Turki dan Pakistan selingkung tahun 8.500 SM.[61]

Sapi menjadi hewan yang menguntungkan untuk insan karena sapi lebah ratulebah menghasilkan susu melebihi kebutuhan anaknya dan punya tenaga yang memadai abadi lakukan menarik bajak yang menyuburkan dan nanti kereta bagi mengangkat hasil pertanian. Penggunaan satwa pekerja sejenis ini pertama mungkin terjadi sekitar 4.000 SM di Timur Perdua dan menyebabkan hasil pertanian meningkat tajam.[58]
Di kawasan Asia Kidul, gajah juga didomestikasi sejak sekitar 6.000 SM.[62]

Fosil benak ayam nan berasal dari waktu 5.040 SM telah ditemukan di kawasan timur laut Tiongkok, dibawa jauh dari habitat liar leluhurnya di kawasan wana tropis Asia. Para arkeolog memperikarakan awalnya ayam didomestikasi bagi permainan sabung ayam.[63]
Di Amerika Selatan, terjadi domestikasi hewan llama dan alpaka sreg sekeliling 3.000 SM bagi dijadikan hewan pengangkut dan diambil wolnya. Tenaga kedua hewan ini lain memadai bakal meruntun tenggala, sehingga membantut urut-urutan perladangan di Benua Amerika.[58]

Kuda yang hidup liar di stepa Asia Paruh didomestikasi sekitar 3.000 SM di kawasan Laut Hitam dan Laut Kaspia. Awalnya, satwa ini dimanfaatkan sebagai perigi makanan dan seterusnya dijadikan hewan pengangkut dan hewan tunggangan. Pada sekitar detik yang sama, keledai terlarang didomestikasi di Mesir Historis.[64]
Lain lama kemudian, dua macam unta didomestikasi yaitu Unta Baktria berpunuk dua di Mongolia dan Unta Arab berbongkol satu, yang dijadikan hewan pengangkut. Pada tahun 1000 SM, karavan maupun rombongan yang mengandalkan gamal menjadi tulang punggung perbelanjaan antara India dan kawasan Mesopotamia dan Laut Tengah.[58]

Dalam peradaban kuno

Lukisan Mesir Kuno nan memvisualkan pemerahan sapi

Di Mesir Kuno, sapi yaitu sato ternak minimal terdahulu. Selain itu, domba, kambing, dan babi juga dipelihara. Unggas seperti belibis, dendang laut, dan merpati ditangkap dengan sauk-sauk dan diternakkan di tipar, dan dipaksa meratah luluhan abuk moga cepat ki berjebah.[65]
Bengawan Nil juga yaitu pembuat ikan, sedagkan lebah madu sudah didomestikasi setidaknya sejak tahun Kerajaan Lama Mesir bikin diambil sembayan dan lilinnya.[66]

Peradaban Romawi Bersejarah kembali memelihara hewan-satwa yang diternakkan nasion Mesir. Selain itu, mereka pun mendomestikasi kelinci sejak abad pertama SM kerjakan dijadikan tembolok. Penulis Romawi Plinius Tua (abad pertama Masehi) juga menyebutkan penjinakan hewan feret.[67]

Intern abad pertengahan

Lukisan peternak serta domba yang berada di dalam pagar.

Peternak biri-biri di lukisan Prancis abad ke-15.

Kegiatan perkebunan, termasuk peternakan, mengalami kemunduran di Eropa bagian utara setelah runtuhnya Kerajaan Romawi plong abad ke-5 M. Beberapa aspek peternakan seperti penggembalaan hewan patuh berlanjut pada periode ini. Sreg abad ke-11, ekonomi pulih juga dan lahan pertanian pula kembali produktif.[68]
Di Inggris,
Anak kunci Domesday
nan disusun pada abad ke-11 berusaha menyadari setiap persil dan fauna ternak yang cak semau di wilayah tersebut: “Enggak satu
hide
atau
yard
tanah pun, bahkan… enggak satupun sapi atau nangui yang terlambat, tak ada yang tidak tercatat di karangan Sri Raja.”[69]
Misalnya, bikin desa Earley di Berkshire termuat memiliki “2 tambak iwak [dengan pajak saban tahun] 7s dan 6p dan 20 ekar padang rumput [bakal satwa ternak]. Terdapat pangan kusen [bakal membagi makan] 70 ekor babi.”[70]

Berkembangnya peternakan di Eropa abad pertengahan berjalan seiring dengan perkembangan lain. Inovasi sreg organ bajak memungkinkan tanah untuk dibajak makin n domestik pula. Kuda menggantikan sapi umpama binatang penambat terdepan, gagasan-gagasan baru buat diseminasi tanaman bermunculan, dan praktik mengebumikan tanaman seharusnya disimpan untuk pakan piaraan musim hambar juga meluas. Heterogen variasi bin-kacangan mulai ditanam; tanaman ini meningkatkan kesuburan lahan karena dapat mengikat nitrogen, sehingga memungkinkan total sato ternak yang lebih segara.

Interaksi Dunia Lama dan Dunia Baru

Avontur benua Amerika oleh bangsa Eropa menyebabkan penyebaran pokok kayu dan hewan antara “Mayapada Bau kencur” (Benua Amerika) dan “Dunia Lama” (Eropa, Asia, dan Afrika); penyerantaan ini disebut kembali “Pertukaran Kolumbus”. Tanaman-tanaman asli Bumi Baru seperti milu, ubi belanda, dan singkong menyebar ke Marcapada Lama, sedangkan tanaman Dunia Lama seperti sorgum, beras, dan jelai maupun hewan ternak seperti sapi, aswa, kambing kibas, dan kambing menyebar ke benua Amerika bikin pertama kalinya.[71]

Revolusi Pertanian Britania

Kaidah-cara ilmiah praktik pemilahan imitasi untuk menghasilkan keturunan dengan sifat-kebiasaan unggul secara sistematis diperkenalkan oleh Robert Bakewell puas abad ke-18 dan merupakan faktor utama dalam Revolusi Pertanian Britania. Dengan mengidas dan mengawinkan dabat ternak tempatan, Bakewell dengan cepat bisa menghasilkan tipe domba yang besar, berkerangka lembut, dengan wol tahapan dan berkualitas strata. Bakewell mengembangkan ras Domba Lincoln, yang juga digunakan menghasilkan ras baru nan disebut New Leicester (atau Dishley Leicester). Ras ini adlaah pongah ataupun tidak bercula, dan memiliki tubuh berdaging, gemuk, dan berbentuk mirip segi empat. Kamu menyewakan hewan-hewan ternaknya untuk peternak tidak yang kembali mau memuliakan ternaknya.[72]
Domba-domba ini pun diekspor dan merupakan pelecok suatu sumber gen ras-ras domba modern. Di bawah pengaruhnya, para peternak Inggris mengembangkan pertanian sapi potong. Salah satu ras sapi nan dihasilkan ialah Longhorn Inggris.[73]

Dampak peternakan

Bakal lingkungan

Peternakan sapi

Pemeliharaan dan menumbuhkan alat pencernaan hewan peliharaan membutuhkan lahan yang besar.

Peternakan n kepunyaan pengaruh segara untuk lingkungan. Peternakan membutuhkan air sebesar 20% hingga 33% konsumsi air batil bumi,[74]
dan preservasi peliharaan atau makanan ternak menggunakan sepertiga daratan dunia yang tidak terlayang es.[75]
Peternakan menjadi salah satu faktor penyebab kepunahan spesies, penggersangan tanah,[76]
dan kehancuran habitat.[77]
Peternakan tersapu dengan kepunahan tipe melalui beberapa hal. Pembukaan tanah bakal peternakan alias menumbuhkan peranakan piaraan majuh dilakukan dengan cara menebang wana dan merusak habitat, dan diiringi perburuan terhadap pemangsa atau herbivora yang dianggap mengganggu. Misalnya, peternakan diperkirakan menyebabkan hingga 91% dari seluruh penebangan hutan di area wana Amazon..[78]
Peternakan juga menghasilkan tabun rumah gelas, misalnya sapi menghasilkan selingkung 570 juta meter kubik asap metana (CH4) per hari,[79]
yang merupakan 35%–40% dari seluruh emisi metana di bumi.[80]
Secara keseluruhan, hewan ternak adalah penyebab 65% emisi asap dinitrogen monoksida (Lengkung langit2O) yang terkait manusia.[80]
Alhasil, sebagian pihak menyedang meneliti kaidah mengurangi efek lingkungan berpunca peternakan. Strategi yang start diajukan di antaranya penggunaan biogas misal korban bakar.[81]

Bagi kesejahteraan dabat

Sejak abad ke-18, mulai unjuk kecemasan akan halnya kedamaian hewan peliharaan. Faktor-faktor yang dijadikan standar ukur kesentosaan hewan adalah kehidupan, perilaku, manfaat hidup (fisiologi), reproduksi, kedaulatan dari penyakit, dan kebebasan dari imunosupresi. Di majemuk belahan dunia muncul kriteria dan hukum buat menjamin kesejahteraan hewan. Di Manjapada Barat, patokan yang berlaku lazimnya sesuai dengan cara utilitarianisme, yang menganggap peternakan yakni hal nan dapat dipedulikan secara moral asalkan tidak ada siksaan yang tak perlu, dan manfaat untuk turunan melebihi merugikan lakukan dabat ternak. Selain utilitarianisme, cak semau pula reaktif yang menganggap binatang memiliki hak asasi. Menurut paham ini, hewan enggak boleh dijadikan hak nasib baik, dan manusia sebenarnya tak perlu dan enggak boleh memanfaatkannya bakal tujuan sosok sendiri.[82]
[83]
[84]
[85]
[86]

Dalam budaya

Ilustrasi babi yang berjalan tegak dan berpakaian di sebuah buku anak-anak

Sato ternak banyak muncul dalam rahasia, kisah, dan lagu anak-anak di seluruh mayapada. Semata-mata, realitas peternakan sering diubah ataupun diperlunak sehingga jiwa di peternakan yang diketahui anak-anak acap kali adalah fiksi nan ter-hormat-benar lepas dari kenyataan. Banyak kisah anak-anak menggambarkan satwa ternak seperti manusia, seperti melingkarkan pakaian, memiliki rumah, berjalan tegak, dan melakukan aktivitas layaknya makhluk. Cerita-kisah ini kembali demap menayangkan binatang-hewan tersebut bebas berkeliaran di negeri pedesaan nan mulia, walaupun gambaran ini tidak sesuai dengan perlakuan terhadap fauna intern peternakan intensif modern hewan ternak.[87]

Lagu Bahasa Inggris “Old MacDonald Had a Farm” (yang sudah lalu diterjemahkan ke beraneka ragam bahasa) mengobrolkan petani bernama MacDonald nan n kepunyaan berbagai dabat ternak; lagu ini menyanyikan bunyi singularis setiap hewan tersebut.[88]
Contoh hewan peliharaan privat fiksi anak-anak dunia yakni babi, yang unjuk di gerendel anak-anak Inggris maka itu Beatrix Potter, atau sebagai Piglet di kisahan Winnie the Pooh tulisan A. A. Milne. Beberapa cerita, seperti The Sheep-Pig maka itu Dick King-Smith ataupun Charlotte’s Web oleh E. B. White, memberikan minus bayangan bahwa kartu ceki-kartu ceki ini akan dipotong.[89]
Secara awam, privat literatur dunia babi sering menjadi “pembawa keceriaan, kelucuan, dan keluguan”.[87]

Di beberapa daerah perkotaan anak-anak sering tidak pernah menyibuk binatang ternak secara langsung, sehingga muncul “taman sentuh”, “peternakan interaktif”, atau “kebun satwa” distingtif yang memungkinkan anak-anak berinteraksi dengan sato ternak yang masih nyawa dan menyentuhnya. Di Britania Raya, sekitar lima juta manusia mengunjungi taman maupun daerah peternakan demikian ini setiap tahunnya. Tempat seperti ini berisiko meyebebkan infeksi, terutama jikalau anak asuh memegang sato ternak lalu tidak membasuh tangan; infeksi bibit penyakit
Escherichia coli
rangkaian menjangkit 93 insan pengunjung sebuah peternakan interaktif di Britania pada tahun 2009.[90]
Di Amerika Sekutu, pengunjung dapat menginap di tanah pertanian dan peternakan bersejarah yang sengaja direstorasi bikin tujuan ini. Tempat begitu juga ini sering menyediakan asam garam seperti kisahan-cerita peternakan masa lalu sebelum zaman industri, dan disindir oleh majalah daring
Beradab Farmer
bagaikan “varian pertanian yang benar-bermartabat dikuratori untuk mereka yang ingin bayar”.[91]

Referensi

  1. ^


    a




    b




    Webster, John (2013).
    Animal Husbandry Regained: The Place of Farm Animals in Sustainable Agriculture. Routledge. hlm. 4–10. ISBN 978-1-84971-420-4.





  2. ^


    Blench, Roger (17 May 2001).

    ‘You can’t go home again’ – Pastoralism in the new millennium

    (PDF). London, UK: Overseas Development Institute. hlm. 12. Diarsipkan bermula versi lugu
    (PDF)
    tanggal 2012-02-01. Diakses terlepas
    2019-09-11
    .





  3. ^


    Starrs, Paul F. (2000).
    Let the Cowboy Ride: Cattle Ranching in the American West. JHU Press. hlm. 1–2. ISBN 978-0-8018-6351-6.





  4. ^


    Levinson, David; Christensen, Karen (2003).
    Encyclopedia of Community: From the Village to the Virtual World. Sage. hlm. 1139. ISBN 978-0-7619-2598-9.





  5. ^


    Rebanks, James (2015).
    The Shepherd’s Life. Penguin: Random House. hlm. 286. ISBN 978-0-14-197936-6.





  6. ^


    Silbergeld, Ellen K; Graham, Jay; Price, Lance B (2008). “Industrial food animal production, antimicrobial resistance, and human health”.
    Annual Review of Public Health.
    29: 151–69. doi:10.1146/annurev.publhealth.29.020907.090904. PMID 18348709.





  7. ^


    Meyer, Vernon M.; Driggers, L. Bynum; Ernest, Kenneth; Ernest, Debra. “Swine Growing-Finishing Units”
    (PDF).
    Pork Industry handbook. Purdue University Cooperative Extension Service. Diakses tanggal
    17 May
    2017
    .





  8. ^


    Blount, W.P. (2013).
    Intensive Livestock Farming. Elsevier. hlm. 360–62. ISBN 978-1-4831-9565-0.





  9. ^


    Dryden, Gordon McL. (2008).
    Animal Nutrition Science. CABI. hlm. 1–3. ISBN 978-1-78064-056-3.





  10. ^


    Attenborough, David (1984).
    The Living Planet. British Broadcasting Corporation. hlm. 113–14. ISBN 978-0-563-20207-3.





  11. ^


    United States Agricultural Research Service. Animal Husbandry Research Division (1959).
    Hay crop silage.





  12. ^


    Jianxin, Liu; Jun, Guo. “Ensiling crop residues”.
    Animal production based on crop residues. FAO. Diakses tanggal
    18 May
    2017
    .





  13. ^


    Dryden, Gordon McL. (2008).
    Animal Nutrition Science. CABI. hlm. 16–19. ISBN 978-1-84593-412-5.





  14. ^


    “What farm animals eat”. Food Standards Agency. Diakses tanggal
    18 May
    2017
    .




  15. ^


    a




    b




    c




    Turner, Jacky (2010).
    Animal Breeding, Welfare and Society. Routledge. hlm. Introduction. ISBN 978-1-136-54187-2.





  16. ^


    Jarman, M.R.; Clark, Grahame; Grigson, Caroline; Uerpmann, H.P.; Ryder, M.L. (1976). “Early Animal Husbandry”.
    Philosophical Transactions of the Royal Society of London, Series B.
    275
    (936): 85–97. Bibcode:1976RSPTB.275…85J. doi:10.1098/rstb.1976.0072.





  17. ^


    “Farmers”. European Tribune for the Responsible Use of Medicines in Animals. 2010. Diarsipkan dari versi tahir sungkap 26 May 2017. Diakses tanggal
    18 May
    2017
    .





  18. ^


    “Classical swine fever”
    (PDF). The Center for Food Security and Public Health. Diakses rontok
    20 May
    2017
    .





  19. ^


    “Foot-and-mouth”. The Cattle Site. Diakses tanggal
    20 May
    2017
    .





  20. ^


    “feed (agriculture) | Antibiotics and other growth stimulants”. Britannica.com. Diakses tanggal
    29 April
    2018
    .





  21. ^


    Fraser, Douglas (14 February 2017). “Scottish salmon farming’s sea lice ‘crisis“.
    BBC
    . Diakses tanggal
    20 May
    2017
    .





  22. ^


    “Parasite control”. Animal Health Ireland. Diarsipkan dari versi tahir terlepas 2017-05-14. Diakses tanggal
    20 May
    2017
    .





  23. ^


    Chua, K.B.; Chua, B.H.; Wang, C.W. (2002). “Anthropogenic deforestation, El Niño and the emergence of Nipah virus in Malaysia”.
    The Malaysian Journal of Pathology.
    24
    (1): 15–21. PMID 16329551.





  24. ^


    Norrgren, Leif; Levengood, Jeffrey M. (2012).
    Ecology and Animal Health. Baltic University Press. hlm. 103–04. ISBN 978-91-86189-12-9.





  25. ^


    Pemerintah Indonesia (2014),
    Undang-Undang Nomor 41 Musim 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Sato
    (PDF), Paisan Negara RI Tahun 2014 Nomor 338, Tambahan Paisan Negara RI Nomor 5619, Jakarta: Tata usaha Negara, diarsipkan dari varian asli
    (PDF)
    copot 2020-10-18, diakses tanggal
    2019-10-19






  26. ^


    “Welcome to Equine Research, Education, and Outreach”. University of Kentucky. Diakses tanggal
    18 August
    2017
    .





  27. ^


    Ferguson, W.; Ademosun, A.A.; von Kaufmann, R.; Hoste, C.; Rains, A. Blair. “5. Livestock resources and management”. Food and Agriculture Organization. Diakses terlepas
    24 May
    2017
    .





  28. ^


    “Livestock Species”. Texas A&M University Department of Agriculture and Life Sciences. Diakses terlepas
    24 May
    2017
    .





  29. ^


    Steinfeld, H.; Mäki-Hokkonen, J. “A classification of livestock production systems”. Food and Agriculture Organization. Diakses tanggal
    24 May
    2017
    .





  30. ^


    Myers, Melvin L. “Chapter 70 – Livestock Rearing”. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. Diakses tanggal
    24 May
    2017
    .





  31. ^

    Ni Made Ayu Gemuh Rasa Astiti 2018, hlm. 133–135.
  32. ^


    a




    b



    Ni Made Ayu Gemuh Rasa Astiti 2018, hlm. 135.

  33. ^


    Godinho, Denise. “Animal Husbandry in Organic Agriculture”. Food and Agriculture Organization. Diarsipkan terbit varian zakiah terlepas 2017-05-18. Diakses tanggal
    25 May
    2017
    .





  34. ^

    Ni Made Ayu Gemuh Rasa Astiti 2018, hlm. 140.

  35. ^


    Bae, K.; Choi, J.; Jang, Y.; Ahn, S.; Hur, B. (2009). “Innovative vaccine production technologies: the evolution and value of vaccine production technologies”.
    Arch Pharm Res.
    32
    (4): 465–80. doi:10.1007/s12272-009-1400-1. PMID 19407962.





  36. ^


    Leenaars, Marlies; Hendriksen, Coenraad F.M. (2005). “Critical Steps in the Production of Polyclonal and Monoclonal Antibodies: Evaluation and Recommendations”.
    ILAR Journal.
    46
    (3): 269–79. doi:10.1093/ilar.46.3.269. PMID 15953834.





  37. ^


    Aherne, Frank; Kirkwood, Roy (16 February 2001). “Factors Affecting Litter Size”.
    The Pig Site. Diarsipkan dari varian nirmala tanggal 2018-07-14. Diakses terlepas
    2019-09-15
    .





  38. ^


    Gregory, Neville G.; Grandin, Temple (2007).
    Animal Welfare and Meat Production. CABI. hlm. 1–2. ISBN 978-1-84593-216-9.





  39. ^


    Miller, G. Tyler; Spoolman, Scott (2014).
    Sustaining the Earth. Cengage Learning. hlm. 138. ISBN 978-1-285-76949-3.




  40. ^


    a




    b




    c




    “Dairy animals”.
    Dairy production and products. FAO. Diakses tanggal
    23 May
    2017
    .




  41. ^


    a




    b




    “Breeding”.
    Dairy production and products. FAO. Diakses terlepas
    23 May
    2017
    .





  42. ^


    “Housing in a zero grazing system”
    (PDF). Republic of Kenya: Ministry of Livestock Development. Diarsipkan dari versi asli
    (PDF)
    tanggal 2018-01-28. Diakses sungkap
    5 June
    2017
    .





  43. ^


    “About egg laying hens”. Compassion in World Farming. Diakses tanggal
    26 May
    2017
    .





  44. ^


    “Growing meat chickens”. Australian Chicken Meat Federation. 2013. Diarsipkan bermula versi asli tanggal 2017-05-15. Diakses tanggal
    26 May
    2017
    .





  45. ^

    Sherwin, C.M. (2010). “Turkeys: Behavior, Management and Well-Being”. In
    The Encyclopaedia of Animal Science. Wilson G. Pond and Alan W. Bell (Eds). Marcel Dekker. pp. 847–49

  46. ^


    “Duck”.
    Poultry Hub. Diarsipkan semenjak versi ikhlas copot 2017-05-04. Diakses tanggal
    26 May
    2017
    .





  47. ^


    “Global Aquaculture Production”.
    Fishery Statistical Collections. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Diakses copot
    26 May
    2017
    .





  48. ^


    “Fish culture in rice fields”.
    Fishery Statistical Collections. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Diakses tanggal
    26 May
    2017
    .





  49. ^


    Mosig, John; Fallu, Ric (2004).
    Australian Fish Farmer: A Practical Guide to Aquaculture. Landlinks Press. hlm. 25–28. ISBN 978-0-643-06865-0.





  50. ^


    “Ancient Egypt: Bee-keeping”.
    Reshafim.org.il. 6 June 2003. Diarsipkan berasal versi asli tanggal 2016-03-09. Diakses tanggal
    22 May
    2017
    .





  51. ^


    “Fixed combs”. Bees for Development. Diarsipkan dari versi tulus tanggal 18 May 2011. Diakses rontok
    22 May
    2017
    .





  52. ^


    Jabr, Ferris (1 September 2013). “The Mind-Boggling Math of Migratory Beekeeping”.
    Scientific American
    . Diakses terlepas
    22 May
    2017
    .





  53. ^


    Barber, E.J.W. (1992).
    Prehistoric textiles: the development of cloth in the Neolithic and Bronze Ages with special reference to the Aegean. Princeton University Press. hlm. 31. ISBN 978-0-691-00224-8.





  54. ^


    Hill, Dennis S. (2012).
    The Economic Importance of Insects. Springer Science & Business Media. hlm. 21–22. ISBN 978-94-011-5348-5.





  55. ^


    Carrington, Damian (1 August 2010). “Insects could be the key to meeting food needs of growing global population”.
    The Guardian.





  56. ^



    Six-legged Livestock: Edible insect farming, collection and marketing in Thailand
    (PDF). Bangkok: Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2013. ISBN 978-92-5-107578-4.





  57. ^


    Clutton-Brock, Juliet (1999).
    A Natural History of Domesticated Mammals. Cambridge University Press. hlm. 1–2. ISBN 978-0-521-63495-3.




  58. ^


    a




    b




    c




    d




    e




    “History of the domestication of animals”. Historyworld. Diakses tanggal
    3 June
    2017
    .





  59. ^


    Nelson, Sarah M. (1998).
    Ancestors for the Pigs. Pigs in prehistory. University of Pennsylvania Museum of Archaeology and Anthropology. ISBN 9781931707091.





  60. ^


    Ensminger, M.E.; Parker, R.O. (1986).
    Sheep and Goat Science
    (edisi ke-Fifth). Interstate Printers and Publishers. ISBN 978-0-8134-2464-4.





  61. ^


    McTavish, E.J., Decker, J.E., Schnabel, R.D., Taylor, J.F. and Hillis, D.M. (2013). “New World cattle show ancestry from multiple independent domestication events”.
    Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. National Academy of Sciences.
    110
    (15): 1398–1406. Bibcode:2013PNAS..110E1398M. doi:10.1073/pnas.1303367110. PMC3625352alt=Dapat diakses gratis
    . PMID 23530234.





  62. ^

    Gupta, Anil K. in
    Origin of agriculture and domestication of plants and animals linked to early Holocene climate amelioration, Current Science, Vol. 87, No. 1, 10 July 2004 59. Indian Academy of Sciences.

  63. ^


    Adler, Jerry; Lawler, Andrew (1 June 2012). “How the Chicken Conquered the World”.
    Smithsonian Magazine
    . Diakses tanggal
    5 June
    2017
    .





  64. ^


    Sapir-Hen, Lidar; Erez Ben-Yosef (2013). “The Introduction of Domestic Camels to the Southern Levant: Evidence from the Aravah Valley”
    (PDF).
    Tel Aviv.
    40
    (2): 277–85. doi:10.1179/033443513×13753505864089.





  65. ^


    Manuelian, Peter der (1998).
    Egypt: The World of the Pharaohs. Cologne: Könemann. hlm. 381. ISBN 978-3-89508-913-8.





  66. ^


    Nicholson, Paul T. (2000).
    Ancient Egyptian Materials and Technology. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 409. ISBN 978-0-521-45257-1.





  67. ^


    Clutton-Brock, Juliet (1981).
    Domesticated animals from early times. Heinemann. hlm. 145.





  68. ^


    O’Connor, Terry (30 September 2014). “Livestock and animal husbandry in early medieval England”.
    Quaternary International.
    346: 109–18. Bibcode:2014QuInt.346..109O. doi:10.1016/j.quaint.2013.09.019.





  69. ^



    The Anglo-Saxon Chronicle. Diterjemahkan oleh Giles, J.A.; Ingram, J. Project Gutenberg. 1996.





  70. ^


    “Interpreting Domesday”. The National Archives. Diakses copot
    26 May
    2017
    .





  71. ^


    Crosby, Alfred. “The Columbian Exchange”.
    History Now. The Gilder Lehrman Institute of American History. Diakses tanggal
    28 May
    2017
    .





  72. ^


    “Robert Bakewell (1725–1795)”. BBC History. Diakses tanggal
    20 July
    2012
    .





  73. ^


    “English Longhorn”.
    The Cattle Site
    . Diakses tanggal
    26 May
    2017
    .





  74. ^


    Mekonnen, Mesfin M.; Hoekstra, Arjen Y. (2012). “A Global Assessment of the Water Footprint of Farm Animal Products”
    (PDF). Water Footprint Network.





  75. ^


    “Livestock a major threat to environment”. Food and Agriculture Organizations of the United Nations.




  76. ^


    Whitford, Walter G. (2002).
    Ecology of desert systems. Academic Press. hlm. 277. ISBN 978-0-12-747261-4.





  77. ^


    “Unit 9: Biodiversity Decline // Section 7: Habitat Loss: Causes and Consequences”. Annenberg Learner. Diarsipkan bermula varian ikhlas tanggal 2018-10-28. Diakses tanggal
    2021-03-04
    .





  78. ^


    Margulis, Sergio (2003). “Causes of Deforestation of the Brazilian Rainforest”. Washington: World Bank Publications.




  79. ^


    Ross, Philip (2013). “Cow farts have ‘larger greenhouse gas impact’ than previously thought; methane pushes climate change”. International Business Times.



  80. ^


    a




    b




    Steinfeld H.; Gerber P.; Wassenaar Falak.; Castel V.; Rosales M.; de Haan C. (2006). “Livestock’s Long Shadow: Environmental Issues and Options”. FAO. Diakses tanggal
    13 December
    2017
    .





  81. ^


    Monteny, Gert-Jan; Andre Bannink; David Chadwick (2006). “Greenhouse Gas Abatement Strategies for Animal Husbandry, Agriculture, Ecosystems & Environment”.
    Agriculture, Ecosystems & Environment.
    112
    (2–3): 163–70. doi:10.1016/j.agee.2005.08.015.





  82. ^


    Grandin, Temple (2013). “Animals are not things: A view on animal welfare based on neurological complexity”
    (PDF).
    Trans-Scripts 3: An Interdisciplinary Online Journal in Humanities And Social Sciences at UC Irvine. Diarsipkan dari varian asli
    (PDF)
    copot 19 August 2014.





  83. ^


    Hewson, C.J. (2003). “What is animal welfare? Common definitions and their practical consequences”.
    The Canadian Veterinary Journal.
    44
    (6): 496–99. PMC340178alt=Dapat diakses gratis
    . PMID 12839246.





  84. ^


    Broom, D.M. (1991). “Animal welfare: concepts and measurement”.
    Journal of Animal Science.
    69
    (10): 4167–75. doi:10.2527/1991.69104167x. PMID 1778832.





  85. ^


    Garner, R. (2005).
    Animal Ethics. Polity Press.





  86. ^


    Regan, T. (1983).
    The Case for Animal Rights. University of California Press.




  87. ^


    a




    b




    Hoult-Saros, Stacy E. (2016).
    The Mythology of the Animal Farm in Children’s Literature: Adv lewat the Fence. Lexington Books. hlm. 18–29. ISBN 978-1-4985-1978-6.





  88. ^


    Waltz, Robert B.; Engle, David G. (2016). “Old MacDonald Had a Farm”.
    The Traditional Ballad Index
    . Diakses copot
    18 May
    2017
    .





  89. ^


    “Livestock in literature”. Compassion in World Farming. 1 October 2015.




  90. ^


    Laurance, Jeremy (15 June 2010). “Children’s Petting Farms Face Tough New Rules”.
    The Independent.





  91. ^


    Searle, Sarah (30 June 2014). “Stop Romanticizing Farms”.
    Modern Farmer.






Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Peternakan

Posted by: holymayhem.com