Cara Mencari Sni Komoditas Tanaman Biofarmaka

Makanya:
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S.

Disampaikan pada Sidang Senat Melangah Perkumpulan Sebelas Maret Tanggal 30 April 2009

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua.
Pertama-tama silakan kita panjatkan puji syukur ke hadirat Sang pencipta SWT yang telah menerimakan limpahan, karunia, rahmat, taufik, hidayah, inayah serta barokah-Nya kepada kita semua, sehingga hingga detik ini kita dapat hadir di sini n domestik keadaan bugar bukan minus suatu segala apa. Atas ijin Allah SWT saya dapat berdiri di mimbar terhormat ini bakal menyampaikan pidato penguatan Mahaguru dalam permukaan Ilmu Agronomi pada Fakultas Pertanian, UNS di hadapan para hadirin yang luhur.

Hadirin yang saya hormati,

Pada waktu yang berbahagia ini, perkenankanlah saya menyampai¬kan kuliah pengukuhan guru besar dengan judul ”Garis haluan Pengembangan Budidaya Tumbuhan Obat dalam Menunjang Pertanian Terus-menerus”. Judul ini saya pilih menghafaz pentingnya tumbuhan obat bagaikan bagian dari kekayaan plasma nutfah di Indonesia, yang wajib dimanfaatkan sekaligus dilestarikan eksistensinya. Selain itu tumbuhan pengasosiasi yaitu salah satu komoditi hortikultura prospektif untuk dikembangkan menjadi salah satu dagangan andalan, karena mempunyai peranserta yang raksasa privat pertambahan pendapatan masyarakat dan penerimaan devisa negara.
Peran pokok kayu pengasosiasi dalam pemberdayaan ekonomi bisa menerobos: (1) penyediaan bahan baku, (2) misal inisiator ber¬kembangnya sektor ekonomi pedesaan, (3) pemanfaatan sumber daya tempatan, (4) penyerapan tenaga kerja berpunya di pedesaan serentak sebagai media bagi meratakan dan meningkatkan kese¬jah¬teraan publik, (5) menghasilkan devisa negara. Pengem¬seruan salat¬an tumbuhan pemohon harus membidas: (1) pengembangan sentra produksi, (2) peluasan sperma, (3) pengembangan penangkar sperma/ bibit, (4) pemanfaatan buntelan teknologi, (5) pertambahan sumur daya makhluk, dan (6) stabilitas modal kelompok petani  (Pujiasmanto, 2003).
Hasil olahan tanaman peminta n kepunyaan biji ekonomi tinggi.  Pendayagunaan pelelang tradisional (herbal medicine) di marcapada terus meningkat dari waktu ke periode.  Total impor fitofarmaka di pasaran internasional pada dekade terakhir ini mengaras 500.000 ton saban tahun dan bertaruk 8.5% per tahun. Budidaya tanaman obat me¬miliki keuntungan nan berperilaku irit maupun non ekonomis, yaitu: (1) peningkatan pendapatan masyarakat, (2) preservasi ekosistem dan plasma nutfah, (3) penjaminan kontinyuitas tandon objek baku, (4) peningkatan kuantitas dan kualitas hasil produksi tanaman pembeli.  Perhatian dunia terhadap obat-obatan dari bahan standard (obat herbal) menunjukkan peningkatan, baik di negara-negara berkembang maupun di negara-negara maju. Menurut data  yang dihimpun oleh Sekretariat Convention on Biological Diversity (CBD) penjualan global pelamar herbal dapat mencapai US $ 60 milyar (>54 triliun yen/periode). Obat-obatan herbal telah diterima secara luas di negara-negara yang tergolong berpendapatan kurang sampai bertamadun. Jasad Kesehatan Bumi (WHO) menyebutkan bahwa 65% dari warga negara-negara maju menunggangi peminta-obatan herbal (Aspan,  2004; Depkes, 2006;  Pujiasmanto, 2009).

Ketatanegaraan Ekspansi Tumbuhan Pembeli
Strategi yakni perencanaan, arah dan pengelolaan untuk mencecah satu intensi. Strategi ialah rancangan yang disatukan, universal dan terpadu nan mengkaitkan label kebijakan dengan tantangan lingkungan. Strategi dirancang cak bagi memasti¬kan bahwa intensi utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat. Sisi penyediaan teknologi budidaya pohon perunding perlu memperhatikan aspek teknis, sosial, budaya dan ekonomi. Aspek teknis ditinjau berasal ekologi ialah faktor abiotis dan biotis. Faktor abiotis ialah suhu, kelembaban gegana, guyur hujan abu, pH, jenis lahan, struktur tanah, kedalaman solum dan kesuburan tanah. Faktor biotis ialah spesies-jenis tumbuhan dan tumbuhan herba yang berasosiasi dengan tumbuhan obat (Dephut, 2004).
Tahapan tadinya strategi pengembangan tumbuhan obat dapat dilakukan berkaitan dengan pembudidayaan tumbuhan obat. Proses dari pohon liar menjadi tanaman budidaya melewati penanaman sreg habitat hijau disebut domestikasi. Domestikasi sebagai proses perkembangan organisme yang dikontrol manusia, mencakup pertumbuhan genetik tumbuhan nan berlangsung berkelanjutan semenjak dibudidayakan. Domestikasi berkaitan dengan penyortiran dan manajemen oleh cucu adam dan tak cuma sekedar pemeliharaan. Proses mendomestikasi yakni menaturalisasikan biota ke kondisi manusia dengan barang apa kebutuhan dan kapasitasnya. Puas domestikasi tanaman mesti dikaji kondisi benih, perubahan morfologi, laju pertumbuhan dan perkembangannya. Berlandaskan penalaran khalayak, tumbuhan didomestikasi dengan beragam cara, mulai cara yang terbelakang hingga ke cara yang sangat beradab dengan bioteknologi. Menurut Demchik dan Streed (2002) domestikasi lakukan tumbuhan dengan pendirian bertahap ialah: (1) wildcrafting, (2) stand improvement, (3) penanaman (proteksi), (4) seleksi (pengultusan) dan penggunaan stok jujur dalam reboisasi (budidaya). Pengubahan tersebut berkonsekuensi dengan penam¬bah¬an modal dan teknologi agronomik eksploitasi benih dan pati terseleksi, pengaturan tumbuhan dan perabukan yang tepat. Reformasi teknik budidaya tumbuhan obat ialah pendirian memperbaiki kualitas simplisia dan meningkatkan kuantitas simplisia dalam besaran cukup dan kostum kerjakan menunaikan janji bahan seremonial perunding. Persiapan awal yang dilakukan merupakan mengevaluasi kondisi habitat tanaman sebagai dasar peluasan tumbuhan lebih lanjut (Luasunaung et al., 2003; Naiola et al., 2006).

Prospek Pengembangan Budidaya Tumbuhan Obat, dan Pemanfaatannya
Prospek peluasan tumbuhan pelelang pas cerah dilihat berusul aspek potensi flora, iklim, tanah ataupun aspek industri pelelang dan komestika tradisional. Secara empiris, beberapa tanaman pelelang selain mempunyai keunggulan kimiawi (sebagai sasaran obat) juga mempunyai jenama fisik (sebagai tanaman hias), dan biologis (sebagai tanaman nan dibudidayakan). Eksploitasi pengasosiasi tradisio¬nal meningkat karena pergeseran pola ki kesulitan pecah infeksi ke penyakit degeneratif serta batu metabolisme. Masalah dege¬ne¬ratif memerlukan pengobatan jangka panjang yang menyebabkan bilyet samping betul-betul bagi kesehatan. (Depkes,  2005).
Indonesia adv amat kaya dengan berbagai rupa macam dunia tumbuhan. Sebanyak 40 ribu jenis flora yang bertunas didunia, 30 ribu bersemi di Indonesia. Sekeliling 26% telah dibudidayakan dan sisanya sekeliling 74% masih bersemi ilegal di hutan-hutan. Indonesia punya sekitar 17% jumlah species yang ada di dunia. Rimba tropis yang silam luas beserta keaneragaman hayati nan terserah di dalamnya merupakan sumber daya alam yang enggak terjumlahkan harganya.  Indonesia dikenal sebagai pakus pohon obat (herbal) sehingga mendapat julukan live laboratory  (Litbang Depkes, 2009).
Pendayagunaan tumbuhan perunding kerumahtanggaan dekade terakhir ini cende¬rung meningkat sejalan dengan berkembangnya pabrik jamu atau obat tradisional, farmasi, kosmetik, kandungan dan minuman. Pokok kayu obat yang dipergunakan biasanya dalam gambar simplisia (bahan yang sudah dikeringkan dan belum mengalami pengolahan apapun). Simplisia tersebut bersumber pecah akar susu, daun, bunga, biji, buah, terna dan kulit batang. Pemakaian pohon pemohon Indonesia akan terus meningkat memahfuzkan kuatnya keterkaitan nasion Indonesia terhadap leluri kebudayaan mengkonsumsi jamu. Eks¬ploitasi pohon obat yang berlebihan sonder memperhatikan upaya konservasi, tentu lewat mengkuatirkan. Peran para ahli budidaya (agronomis) dan para ahli bioteknologi khususnya tekno¬logi tamadun jaringan sangat berjasa untuk menghindari kelangkaan bahan halal obat herbal, yang masih banyak diambil berasal pohon aslinya secara baku (Radji, 2005).
Bilang bahan seremonial obat tradisional telah menjadi komo¬ditas ekspor yang andal untuk membukit devisa negara.  Berdasar¬morong data ekspor, Hongkong merupakan pasar utama tumbuhan penawar Indonesia karena mempunyai nilai ekspor nan paling kecil besar, walaupun kredit setiap tahunnya berfluktuasi. Rata-rata ekspor pokok kayu pembeli Indonesia ke Hongkong setiap tahunnya sebesar 730 ton dengan nilai sebesar US$ 526,6 ribu. Ekspor terbesar kedua yaitu ke Singapura dengan rata-rata ekspor setiap tahunnya mencapai 582 ton dengan nilai sebesar US$ 647 ribu. Jerman merupakan intensi ekspor terbesar ketiga dengan tingkat ekspor rata-rata setiap tahunnya mencapai sebesar 155 ton dengan nilai sebesar US$ 112,4 ribu. Selain itu harapan ekspor tumbuhan obat Indonesia merupakan Taiwan, Jepang, Korea Selatan & Malaysia. Sebanyak 2000 tumbuhan obat dan tanaman aromatik digunakan di Eropa kerjakan kebutuhan komersial. Beberapa species botani secara konsisten diperlukan oleh banyak pabrik di USA dan Eropa, diantaranya gingseng, valerian dan bawang putih (Maximillian, 2008).
Cak bagi menunjang kelestarian lingkungan hidup dan men¬jamin suplai bahan formal bagi kebutuhan industri obat maka perlu dikembangkan sistem budidaya tumbuhan obat yang sesuai dengan agroekosistem. Intern budidaya tersebut perlu diperhatikan kualitas barang bahan baku yang dihasilkan dan kualitas variasi pohon.  Pemanfaatan tanaman peminta harus seiring dengan upaya pertanian yang menjaga ketersedian, abadiah dan keaslian jenisnya (speciesnya) (Sukardiman et al.,2009).
Tercalit kesesuaian lingkungan, iklim dan tanah, untuk budi¬daya pohon pelamar, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Setiap tahap mempunyai ciri tersendiri dan memerlukan perlakuan khusus. Lingkungan bertaruk adalah faktor yang cukup penting karena berkaitan dengan peningkatan produksi dan bisa di¬pertahankan sifat genetik dari tanaman. Komplikasi penggodokan lepas panen pun ikut berperan kerumahtanggaan mendapatkan bulan-bulanan atau simplisia yang bermutu tinggi.
Penggunaan komoditas herbal bagi jamu perawatan kesehatan ataupun kemungelan telah diakui maka dari itu masyarakat sejak beberapa abad yang tinggal. Konsep jamu ini sebenarnya diambil pecah perpautan harmoni antara manusia dan lingkungan bendera sekitarnya sehingga menghasilkan konsep-konsep yang unik internal kaitannya dengan penjagaan kesehatan dan kecantikan selaras dengan siklus hidup perkembangan manusia. Peluang pengembangan tanaman pemohon dahulu pendar, karena suka-suka beberapa faktor partisan, ialah (1) tersedianya sumber kekayaan alam Indonesia dengan keaneka¬ragaman hayati terbesar ketiga di marcapada, (2) album terapi tradisional yang sudah lalu dikenal lama maka itu kakek moyang dan diamalkan secara jatuh menurun sehingga menjadi warisan budaya nasion, (3) isu menyeluruh ”back to nature” berbuah meningkatkan pasar barang herbal termasuk Indonesia, (4) krisis moneter menyebabkan pengobatan tradisional menjadi pilihan utama bagi sebagian samudra mahajana dan (5) kebijakan pemerintah berupa ordinansi perundangan menunjukkan perhatian nan benar-benar bagi pengembangan tumbuhan obat (Kintoko, 2006).
Banyak kalangan mulai melirik bikin meluaskan pokok kayu obat, baik kerjakan kebutuhan sendiri ataupun bagi memikul. Apalagi sejak mahajana mulai sadar tentang arti tanaman pengasosiasi bakal menjaga dan memelihara kebugaran dan dengan makin menjamurnya pabrik-pabrik pengasosiasi tradisional di privat atau luar distrik. Hal ini juga ditunjang dengan meningkatnya pandang¬an tentang segi positif mengkonsumsi korban-bahan alam (natural) dibandingkan bahan kimia atau sintesis. Dengan bidang belakang tersebut maka bilang pendapat mengatakan bahwa tanaman remedi Indonesia patut dan layak dikembangkan.

Kelemahan Ekspansi Tumbuhan Obat
Berdasarkan pengamatan serampak di lapangan, ditemukan beragam simpul lemah dalam pernah kegiatan yang berhubung¬an dengan kegiatan peluasan tumbuhan pelelang. Simpul-simpul lemah tersebut perlu diangkat umpama isu taktis bikin bernasib baik¬kan penanganan secara tepat, profesional dan terpadu. Berbagai simpul lemah tersebut yaitu:

1. Mata air bahan obat alam sebagian segara (diperkirakan makin dari  90%) masih merupakan penumpukan dari tumbuhan liar, wana dan jerambah. Kegiatan budidaya pohon obat belum banyak diselenggarakan secara profesional.
2. Industri katai pengasosiasi tradisional dan sekali lagi banyak industri perunding tradisional berskala ki akbar memperoleh bahan normal spontan dari pengumpul dan atau musafir (penyalur) simplisia. Perantau simplisia nan sebagian besar berada di Jawa Tengah dan di Jawa Timur memperoleh pasokan simplisia dari petani di pulau Jawa.
3. Dur simplisia pada lazimnya kurang memenuhi persyaratan yang diperlukan, akibat ketidakmampuan petani dan pengumpul privat mengolah dan menggapil simplisia secara baik.
4. Hampir semua obat tradisional, baik industri kecil maupun industri besar, belum berbuat pimpinan/pelatihan teknis kepada penampung dan orang tani. Industri mengaku mengakuri dan menyeleksi pun hasil yang diperoleh berpokok pengumpul dengan biaya yang cukup besar. Meskipun demikian sudah suka-suka beberapa industri obat tradisional yang membangun kemitraan dengan pekebun di seputar lokasi pabriknya.
5. Industri obat tradisional masih terlampau sedikit memaki dan memanfaatkan hasil-hasil penelitian ilmiah intern pengem¬bangan barang dan pasar. Internal pengembangan pasar industri pembeli tradisional masih lebih menegaskan pada kegiatan pro¬mosi, dibanding dukungan ilmiah akan halnya validitas kurnia, keamanan dan kualitasnya. Dalam era globalisasi dengan pasar bebasnya, upaya standarisasi yang dolan secara nasional/ internasional menjadi hal yang habis penting. Oleh karena itu penyusunan standar objek stereotip dan sediaan jadi wajib terus ditingkatkan.

Kebolehjadian Ekspansi Tumbuhan Pelamar
Sejumlah peluang nan bisa mewujudkan keberhasilan agri¬bisnis pokok kayu obat di Indonesia antara tidak misal berikut.

1. Sejak terjadi periode krisis, posisi pelelang tradisional yang berbahan baku nabati mulai bisa sekufu dengan obat-obatan modern di murahan karena harganya relatif murah.
2. Tren pun ke alam di negara-negara maju seperti mana Eropa dan Amerika makin mempopulerkan pengobatan dan perawatan kesehatan secara natural sehingga meningkatkan tuntutan dunia terhadap bahan baku nabati.
3. Cak bagi mengantisipasi tingginya tuntutan bahan baku nabati maka dari itu negara-negara penyusun produk herbal seperti Cina dan India maka Indonesia adalah kawasan yang sekata cak bagi pengem¬bangan budidaya tanaman peminta. Sebagaimana yang terjadi di negara Eropa dan Amerika yang berekspansi bahan baku nabati di daerah Amerika Selatan dan Afrika Barat yang bersuhu tropis.
4. Beberapa macam pohon tropis yang berkhasiat obat dan banyak digunakan untuk perawatan natural hanya dapat tumbuh di daerah tropis Indonesia.

Tantangan Pengembangan Tumbuhan Perunding
Beberapa tantangan yang memerosokkan kerjakan segera dilakukan pengembangan budidaya tumbuhan obat dan kosmetika di Indo¬nesia adalah umpama berikut:

1. Tumbuhan obat sudah mulai selit belit ditemukan di habitatnya, bahkan  beberapa jenis sudah mulai rumit karena kurangnya kesadaran masyarakat nan tidak menghiraukan segi peles¬tarian, tetapi semata-mata memanfaatkan hanya.
2. Berlandaskan beberapa penelitian, produksi simplisia berpangkal tumbuhan pemohon  hasil budidaya masih kian rendah mulai sejak pohon liar, baik semenjak segi kualitas maupun kuantitasnya.
3. Bilang spesies tumbuhan peminta masih sepan rumit dibudi¬dayakan secara stereotip.
4. Budidaya tumbuhan obat dan komestika sebaliknya dilakukan dengan sistem organik (organic farming) tanpa menunggangi korban-bahan kimia berbahaya sebagaimana pupuk ilmu pisah buatan, herbisida, racun serangga, dan fungisida.
5. Budidaya tanaman sonder menerapkan bioteknologi yang di¬kuatir¬kan dapat merusak gen-gen bermanfaat dari tanaman dalam jangka masa yang lama.
6. Pasar tumbuhan bahan penawar masih adv minim dan eksklusif, walaupun akhir-pengunci ini permintaannya cukup tinggi baik domestik ataupun ekspor.

Program Ekspansi Tumbuhan Pengasosiasi
Secara umum kebijakan pengembangan tumbuhan pemohon di Indonesia ditujukan untuk pemanfaatan perigi daya alam tum¬buhan obat lainnya secara optimal kerjakan pembangunan kesehatan berbarengan pembangunan industri obat tradisional dengan teguh menjaga kelanggengan sumber daya alam tersebut.
Strategi pengembangan tumbuhan obat dilakukan dengan pendekatan asas kepentingan, asas legalitas secara komprehensif terpadu dari hulu ke hilir dengan melibatkan semua pihak tercalit nan mencengap unsur pemerintah, pabrik, petambak, pendidik, peneliti dan praktisi kebugaran.
Semua kegiatan pengembangan tumbuhan pelamar berbasis pada lima pilar program ekspansi tumbuhan pembeli adalah:
1.    Pemeliharaan mutu, keamanan dan kebenaran khasiat
2.    Kesamarataan antara pasokan dan permohonan (demand)
3.    Pengembangan dan kesinambungan antara industri hulu, industri antara, dan industri estuari.
4.    Peluasan dan penataan pasar, termasuk pemanfaatan lega pelayanan kebugaran
5.    Studi dan pendidikan.

Peluasan Budidaya Tumbuhan Pemohon Menumbuk Pembangunan Pertanian Kontinu
Pada hakikatnya, sistem pertanian yang membenang adalah back to nature, yaitu sistem pertanian yang enggak destruktif, enggak mengubah, serasi, sebabat, dan seimbang dengan lingkungan ataupun perladangan yang patuh dan tunduk pada mandu-mandu alamiah. Upaya manusia yang mengubah kaidah-prinsip ekosistem dalam jangka pendek mungkin berlambak memacu produktivitas lahan dan hasil. Namun, dalam paser hierarki biasanya tetapi akan berakhir dengan kehancuran mileu. Kita yakin betul bahwa syariat alam adalah kuasa Halikuljabbar. Hamba allah sebagai umat-Nya hanya berwenang menikmati dan bertanggung jawab menjaga serta melestari¬kannya.
Terminologi pertanian berkesinambungan (sustainable agri¬culture) sebagai antitesis istilah agroekosistem mula-mula kali dipakai seputar awal waktu 1980 makanya pakar perladangan FAO (Food Agriculture Organization). Agroekosistem sendiri mengacu puas modifikasi ekosistem alamiah dengan singgungan campur-tangan manusia bikin menghasilkan bahan pangan, serat, dan kayu lakukan memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan sosok. Conway (ahli perladangan) menggunakan istilah perladangan per-sisten dengan konteks agroekosistem yang berupaya memadukan antara produktivitas (productivity), stabilitas (stability), dan pemerataan (equity). Jadi, semakin jelas bahwa konsep agroekosistem atau pertanian ber¬kelanjutan adalah jawaban bakal kegamangan dampak green revolution yang antara enggak ditengarai maka dari itu semakin merosotnya kapasitas pertanian (leveling off). Green revolution memang sukses dengan produktivitas hasil panen biji-bijian nan menakjub¬teko (miracle seeds), namun ternyata sekali lagi memiliki sisi buruk atau eksternalitas negatif, misalnya erosi kapling nan berat, punahnya keberbagaian hayati, polusi air, bahaya residu bahan ilmu pisah pada hasil-hasil pertanian, dan lain-tidak (Conway and Barbier, 1990).
Di kalangan para juru ilmu petak dan agronomi, istilah sistem pertanian berkelanjutan lebih dikenal dengan istilah LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) ataupun LISA (Low Input Sustainable Agriculture), adalah sistem perkebunan nan berupaya meminimalkan penggunaan input (benih, pupuk kimia, racun hama, dan incaran bakar) dari asing ekosistem, yang intern jangka panjang dapat membahayakan kelangsungan hayat sistem perkebunan (Reijntjes et al., 2006).
Kata sustainable mengandung dua makna, yaitu maintenance dan prolong. Artinya, pertanian berkesinambungan harus mampu merawat atau menjaga (maintenance) kerjakan jangka musim yang tangga (prolong). N domestik bahasa Indonesia, sustainable di¬terjemah¬kan dengan kata berkelanjutan. Otto Soemarwoto lebih gemar menggunakan istilah terkelanjutan. Dalam bahasa Jawa dikenal istilah yang lebih tepat, yakni pertanian lumintu (membenang), sempulur (lestari, kuat), atau milimintir. Berhubung lahir sebagai solusi alternatif untuk menguasai kehampaan pertanian modern di masa lalu, pertanian kontinu juga dapat disebut pertanian pascamodern (Salikin, 2007).
Di Indonesia, pembangunan berwawasan lingkungan merupa¬kan implementasi dari konsep pembangunan yang per-sisten (sustainable development) nan berujud untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan umum tani secara luas, melangkaui peningkatan produksi perkebunan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas, dengan konstan memperhatikan kelestarian mata air daya alam dan lingkungan. Pembangunan pertanian nan dimaksud yaitu pembangunan perladangan n domestik arti luas atau komprehensif, membentangi parasan-parasan pertanian pohon wana, tumbuhan obat (hortikultura), pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan, dan nautikal. Pembangunan pertanian harus dilakukan secara seimbang dan disesuaikan dengan pusat panggul ekosistem sehingga kontinyuitas produksi boleh dipertahankan dalam jangka panjang, dengan menindihkan tingkat kerusakan mileu sekecil kecilnya. Ekspansi budidaya tumbuhan pelamar nan menunjang pem¬bangunan pertanian berkelanjutan dapat dilakukan dengan kepribadian¬rahasia secara organik.

Ekspansi Budidaya Tanaman Obat Secara Organik
Di wilayah rimba hujan angin tropis Indonesia diperkirakan terletak selingkung 30.000 spesies pokok kayu tumbuh di jumlah tersebut jauh melebihi potensi wilayah-daerah tropis lainnya, teragendakan Amerika Selatan dan Afrika Barat. Bermula macam tanaman yang ada tersebut, kian bermula 8.000 spesies adalah tanaman yang mem¬punyai khasiat obat dan baru 800-1.200 spesies nan mutakadim dimanfaatkan makanya awam untuk penawar tradisional atau jamu (Litbang Depkes, 2009).
Memahfuzkan khasanah duaja Indonesia dengan keberagaman tumbuhan berkhasiat pengasosiasi maka sudah lalu sepantasnya jika penggunaan dan pemanfaatannya tetap menghakimi faktor pelestariannya kiranya tidak sampai punah. Namun demikian, satu bahasa dengan meningkatnya permintaan sasaran nabati yang diambil berpokok tanaman bakal keperluan penyembuhan maupun preservasi kesehatan dan kecantikan maka perlu lekas dilakukan upaya pembudidayaan tanaman tersebut di habitat aslinya (in situ) alias asing ling¬kungan tumbuhnya (ex telaga). Hal ini dimaksudkan bikin menjaga kesanggupan suatu variasi tanaman dengan tidak mengambilnya secara haram dan lain terkendali dari lingkungan tumbuhnya. Untuk itu, perlu dilakukan upaya pembudidayaannya. Upaya ini diharapkan dapat mengimbangi pesatnya perkembangan pemanfaatan sasaran nabati kerjakan dagangan herbal dalam skala industri ki akbar.
Pada awalnya, industri herbal memang cuma terbatas pada pabrik kecil dan perbandingan rumah pangkat yang dipasarkan secara tempatan dan orang seperti mana jamu gendong. Namun, industri ini masa ini telah ekspor ke manacanegara. Maka itu karena itu, upaya pembudi¬dayaan tanaman pelamar ini sangat tepat. Di samping untuk memenuhi kebutuhan bahan baku nabati dengan kualitas yang baik dan kontinyu, upaya ini kembali untuk melestarikan diversifikasi-jenis tanaman obat tertentu dengan tidak mengganggu nyawa di lingkungan tumbuhnya ataupun di habitatnya.
Beberapa orang yang sangat peduli terhadap keberlanjutan kehidupan generasi mendatang mulai berbuat sesuatu dengan memper¬kenalkan sistem berpatut tanam yang lain bergantung lega bahan-bahan ilmu pisah. Sistem berladang ini dikenal dengan sebutan berpadan tanam secara organik (organic farming). Berpadan tanam secara organik didasarkan pada catur cara bawah yakni 1) lain menunggangi pestisida kimia. 2) tidak meng¬gunakan pupuk kimia. 3) beberapa spesies gulma tetap dibiarkan tumbuh, dan 4) tidak membajak tanah yang akan ditanami.
Pemanfaatan racun hama kimia seharusnya dihindarkan sama sekali dan diganti dengan pestisida alami, seperti mana misalnya dengan menyelamatkan beberapa diversifikasi pokok kayu atau gulma yang bagian jasad¬nya (rente, patera, atau akarnya) dapat berfungsi laksana pengusir serangga pengganggu. Pestisida alami boleh juga dibuat dengan menggunakan ramuan dari beberapa spesies tumbuhan kemudian dicampur dan dilarutkan kerjakan disemprotkan ke tanaman. Provisional, serabut yang digunakan kerjakan menambah nutrisi dalam tanah sebaiknya berupa serat alam atau rabuk organik pecah terbit sampah jingkir, soren, riam kecil daun, atau pokok kayu lainnya nan sudah lalu melalui proses penguraian maka itu patogen. Menurut Fukuoka (1985)  pembajakan lahan akan merusak udara, air, dan zat makanan di dalam tanah yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Beberapa diversifikasi gulma nan dibiarkan bertaruk di sekitar pertanaman dimungkinkan dapat menanggulangi kerusakan tanah akibat pertumbuhan tanaman lainnya. Varietas gulma tersebut pasti saja nan bisa menyampuk pertumbuhan tanaman utama seperti gulma berpangkal jenis Leguminoccae atau kedelai-polongan.
Bilang ahli di meres budidaya organik yang tak merupakan Klaus Mori, Kurt Egger, dan Bapa Agato Eisener (Swiss) dulu kondusif konsep budidaya organik ini. Mereka berpendapat bahwa konsep penting budidaya organik ialah bertemu dengan tanam secara taruh sari (multiple cropping), yaitu dalam satu luasan ditanam beberapa jenis pokok kayu. Upaya ini plong awalnya memang terlampau sulit dan cukup rumit bakal menyangkal sistem bercocok tanam yang sudah lama dilakukan petani menjurus sistem budidaya organik. Hambatan ini terutama dirasakan pada saat menghadapi terjangan hama atau masalah karena privat sistem budidaya organik tidak digunakan pestisida. Petani kebanyakan pun belum siap menghadapi mualamat bahwa hasil panennya sangat jelek dan di pasar dihargai sangat murah. Namun demikian, masalah-masalah tersebut sudah boleh diatasi abnormal demi sedikit, misalnya namun cak bagi menang¬gulangi hama bisa digunakan pestisida alami seperti daun sereh, tembakau, bunga cengkih, atau objek-alamat bukan (Wardana et al., 2002).
Kementerian Persawahan aliansi mencetuskan satu tema ”Menentang Pertanian Organik 2010”. Hal ini adalah salah satu langkah strategis internal buram mempersering terwujudnya program pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan (ecoagri¬business) untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masya¬rakat. Lebih jauh, dikatakan bahwa pertanian organik ialah sistem produksi nan holistik dan terpadu dengan mengutamakan kesehatan dan produktivitas agroeosistem secara alami untuk mampu meng¬hasilkan alas dan pupuk yang cukup, berkualitas, dan berke¬lanjutan.
Untuk itu, beberapa teknik yang dilakukan internal pertanian organik adalah sebagai berikut:

1. Mengindari penggunaan jauhar/pati hasil rekayasa genetika.
2. Menghindari penggunaan pestisida kimia sintesis. Pengendalian gulma, hama mapun penyakit moga dilakukan secara mekanis, biologis, dan rotasi tanaman.
3. Menghindari pemanfaatan zat pengatur dan serabut kimia paduan. Cak bagi itu, kesuburan dan produktivitas tanah di¬tingkatkan dan dipelihara menerobos penggunaan bahan-bahan organik substansial bunga tanah, cegar tanaman, pupuk kompos, kandang, dan batuan mineral alami, serta penanaman legum (tanaman polong-polongan), dan perputaran pohon.

Tumbuhan Obat Unggulan
Berdasarkan Tubuh POM Depkes RI suka-suka 9 tanaman pelamar calon Indonesia. Pengembangan komoditas obat bahan duaja ke arah fitofarmaka dengan melakukan serangkaian penelitian ter¬hadap 9 tumbuhan obat favorit Indonesia mulai pecah budidaya sampai uji balai kesehatan (Aspan, 2004).
Obat sasaran alam yang sudah lalu dibuktikan kurnia dan ke¬amanan¬nya berlandaskan uji poliklinik yakni sejajar dengan penawar modern. Oleh karena itu tidak terserah alasan penolakan penggunaan fitofarmaka pada pelayanan kesehatan formal asalkan sesuai dengan harapan penggunaannya.
Kesembilan pokok kayu peminta unggulan tersebut yaitu :

1. Salam (Eugenia polyantha), bagian daunnya berkhasiat: berlawanan¬hipertensi, imunomodulator, dan glikosuria.
2. Sambiloto (Andrographis paniculata), putaran pokok kayu di atas petak berkhasiat; glikosuria, antiinflamasi, antihipertensi, dan antimikroba.
3. Kunyit (Curcuma domestica), bagian rimpang berkhasiat; menurunkan hepatoprotector, antiinflamasi, dan dyspepsia (batu pencernaan).
4. Temulawak (Curcuma xanthorriza) penggalan rimpang ber¬kha¬siat; hepatoprotector, antiinflamasi, dyspepsia (gangguan pencernaan).
5. Ikhlas Belanda (Guazuma ulmifolia) penggalan daun berkhasiat; menurunkan kolesterol, dan glikosuria.
6. Cabe Jawa (Piper retrofractum) bagian buah berkhasiat; andro¬genik, dan anabolik.
7. Mengkudu/Pace (Morinda citrifolia) bagian buah masak berkhasiat; antihipertensi, imunomodulator, diabetes.
8. Jambu biji (Psidium guajava) bagian patera untuk mengobati demam berdarah.
9. Si pedas merah (Zingiber officinale) bagian rimpang berkhasiat; antiinflamasi, analgesik, rheumatik.

Penelitian-penelitian terhadap tumbuhan obat unggulan telah dilakukan oleh institusi terkait dan perguruan tinggi, begitu juga yang pernah penyadur bikin terhadap tumbuhan obat sambiloto atas payung kerjasama BPTO dengan Fakultas Pertanian UNS.  Sambiloto sebagai salah satu tanaman obat primadona, berdasarkan survai nan perekam lakukan ternyata belum dibudidayakan, dan diambil bermula jenggala-pangan, sehingga bisa mengganggu kelestarian kalimantang. Terkait dengan perladangan bersambung-sambung, sambiloto perlu didomestikasi (dibudidayakan), sehingga ibarat bahan pembeli herbal bisa terpenuhi baik kuantitas dan kualitas, sekaligus terjaga erosi plasmanutfah dan kehancuran tunggul. Diharapkan hasil pengkajian akan meningkatkan pemanfaatan bahan obat alam internal pelayanan kesehatan umum.
Peluasan pemanfaatan obat korban alam dalam pela¬yanan kebugaran umum membuka kesempatan kepada produsen bagi berekspansi produknya ke arah fitofarmaka. Bakal melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan guna ada instansi merupakan Jasad POM yang melakukan pengawasan terhadap produk sebelum dan sesudah beredar. Sebelum beredar, komoditas didaftarkan di Raga POM bakal dievaluasi terhadap aspek mutu, keamanan dan khasiat, dan apabila mutakadim memenuhi persyaratan maka diberikan persetujuan sehingga produk tersebut bisa beredar. Terhadap produk yang telah beredar dilakukan kegatan survei dan ataupun monitoring dengan mengamati penanda sekuritas samping, kegiatan yang mudarat serta periklanan dan promosi. Peran Badan POM intern membantu industri obat bahan alam diharapkan bisa meningkatkan gairah jalan bisnis obat bahan bendera mengingat masa depannya yang panah dan potensinya yang cukup ki akbar (Aspan, 2004).

Ekspansi Budidaya Tumbuhan Obat dengan Riset Manuver
Riset Aksi (action research) merupakam metode pembelajaran masyarakat menjadi pilihan tepat cak bagi usaha pengembangan mahajana kerumahtanggaan rangka sosialisasi budidaya tumbuhan pelamar yang berorientasi memikul.
Dalam penyelidikan operasi terjadi usaha-usaha untuk menolak masya¬rakat baik secara individu ataupun kerubungan untuk meman¬faat¬kan potensi yang ada pada diri mereka untuk berekspansi diri dan berbuat perbaikan-perbaikan.
Mula-mula kelihatannya yang perlu ditempuh dalam penemuan paket teknlogi tanaman obat adalah berbuat pengumpulan data pendahuluan (need assesment); yang kerumahtanggaan keadaan ini bisa diketahui kebutuhan-kebutuhan apa yang diperlukan maka dari itu masyarakat setempat. Setelah diketahui secara pasti potensi daerah atau minat umum terhadap pengembangan pokok kayu obat lewat diadakan awalan sosial, aktivasi masyarakat dan kemudian dilakukan kegiatan propaganda yang boleh konkret pembuatan demplot (lahan percontohan) nan pintar percobaan-percobaan nan bersambung dengan budidaya tanaman obat kerjakan mendapatkan paket teknologi nan tepat guna. Tiba pecah persiapan setakat pengamatan, evaluasi masyarakat dilibatkan secara aktif. Setiap jenjang riset operasi diadakan ”back up research” kerjakan menindaklanjuti kegiatan-kegiatan yang menonjol ataupun keadaan-keadaan yang perlu diteliti selanjutnya. Tahap penghabisan berpunca riset aksi ialah pelembagaan (institusionalisasi), sekiranya kegiatan komoditi tanaman remedi dengan kemasan teknologinya telah teruji dengan baik.
Hadirin nan saya hormati,
Jabaran yang telah saya sampaikan bisa diambil suatu kesimpulan bahwa (1) pengembangan budidaya tanaman obat harus memperhatikan mandu-cara pan-ji-panji, dengan politik melaku¬kan domestikasi terhadap tumbuhan penawar secara organik, (2) pengem¬bangan tanaman penawar didahulukan yang unggul dan menjanjikan serta telah teruji secara klinik kerjakan memperoleh guna sebesar-besarnya tanpa merusak mileu, (3) ekspansi budidaya tumbuhan peminta dapat dilakukan dengan cara penggalian gerakan (action research) dengan pelibatan masyarakat di semua tahapan kegiatan. Akhirnya keberuntungan ekspansi tumbuhan obat bergantung kesinambungan antara petani (industri hulu), pengum¬pul/pedagang (industri antara), dan industri/eksportir pelamar herbal (pabrik muara). Semua pihak baik zarah petambak, pedagang, industri peminta, peneliti dan pemerintah harus sinergi dan terpadu agar ekspansi budidaya pokok kayu obat yang berwawasan per¬tanian berkesinambungan terwujud.

Ucapan Terima kasih

Hadirin nan saya hormati dan saya muliakan.
Sebelum mengakhiri syarah penstabilan ini, secara tulus saya menghaturkan ucapan terima anugerah dan sanjungan nan sebanyak-banyaknya kepada:

1. Nayaka Pendidikan Kebangsaan Republik Indonesia dan Direktur Jenderal Pendidikan Tataran atas kepercayaan yang diberikan kepada saya bagi memangku jabatan Guru besar dalam bidang Agronomi lega Fakultas Perladangan Universitas Sebelas Maret.
2. Rektor/Penasihat Senat Sekolah tinggi Sebelas Maret, Bapak Prof. Dr. Muchammad Syamsulhadi, dr., Sp.Kj.(K), dan seluruh anggota Senat Universitas, Dekan/Kepala Kongres Fakultas Perkebunan Univer¬sitas Sebelas Maret dan segenap  anggota Senat Fakultas Perladangan, Superior Jurusan Agronomi, Pengarah Makmal EMPT beserta jajarannya, dan Tim Kumulatif Kredit Point (CCP) yang sudah menyetujui dan mengusulkan saya cak bagi menduduki jabatan Profesor.
3. Skuat Asistensi Kelayakan Pengukuhan Guru Besar: Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD.;  Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr.,Sp.PA(K); Prof. Dr. Anak laki-laki Sudardi, M.Hum.; Prof. Dr. Sigit Santosa, MPd.; dan Prof. Dr. Joko Nurkamto, MPd. yang sudah memberikan masukan.
4. Kepada guru-guru saya di Sekolah Rakyat Negeri V Karang¬anyar, SD Negeri Jetis Karangmalang Juwiring Klaten, SMP Negeri 1 Karanganyar, SMA Wilayah I  Karanganyar, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Acara Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan Program Pascasarjana Univer¬sitas Brawijaya, saya menghaturkan terima belas kasih yang berkat jasa dan pengabdiannya, saya dapat mencapai jabatan terala sebagai Suhu Besar di Perguruan Tinggi. Bakal para guru saya tersebut, saya mendoakan semoga Allah SWT membalas budi baik dia dengan pahala dan karunia yang berlepit-lepit.
5. Prof. Ir. Harjono Danoesastro (alm.); Prof. Dr. Ir. Horizon. Sujono selaku pembimbing saya sreg janjang S1 dan Prof. Ir. Asparno Mardjuki (alm.); Prof. Dr. Ir. Soedharoedjian (alm.); Ir. Djoko Isbandi, MSc. (alm); dan Ir. Siti Fatimah, SU selaku pem¬jaga saya lega jenjang S2.
6. Prof. Dr. Ir. Jody Moenandir, Dipl. Agr. Sc.; Prof. Dr. Ir. Syamsul¬bahri, MS., dan Prof. Dr. Ir. Kuswanto, MS., selaku Patron, Ko-Cukong disertasi saya, dan Prof. Dr. Ir. Tatik Wardiyati, MS.; Dr. Ir. Agus Suryanto, MS.; Dr. Ir. Sudiarso, MS.; dan Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP. selaku penguji disertasi, terima kasih atas segala pimpinan, perhatian, dan pimpinan yang terlampau ki akbar kepada saya.
7. Segenap civitas akademika Fakultas Pertanian Perguruan tinggi Sebelas Maret, khususnya di Jurusan Agronomi/Prodi. Agro¬teknologi. Peroleh kasih atas wirid, dukungan, bantuan dan kerja sama nan sudah lalu kita ciptakan bersama selama ini.
8. Ir. Toeranto Sugiyatmo, Ir. Zainal Jauhari, MS., Prof. Dr. Ir. Sholahudin, MS.; Prof. Dr. Ir. Suntoro Wongso Atmojo, MS. nan sudah lalu menerimakan bimbingan dan lecut kepada saya cak bagi memaui ilmu dan karier. Prof. Dr. Ir. Djoko              Purnomo, MP.; Ir. Wartoyo SP, MS.; Ir. Suharto Pr., MS.;  Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS.; Prof. Dr. Ir. Edi Purwanto, MSc.; Dr. Ir. Pardono, MS.; Dr. Ir. Sulanjari, MS.; Ir. Eddy Tri¬haryanto, MP.; Ir. Sri Nyoto, MS.; Ir. Triyono DS, MP.;             Dr. Ir. Purwanto, MS.; Dr. Ir. Eko Murniyanto, MS.;                      Dr. Ir. MTH Budiastuti M.Sang.; Drs. Pelihara Suroto, MP.; Hery Widijanto, SP.,MP.; dan kolega yang lain di lab. EMPT dan lab. lainnya lingkup FP-UNS yang telah memberikan inspirasi dan jodoh sumbang saran.
9. Kedua Ibu bapak Saya, Ayahanda M. Tarumulyatno (Alm.) yang buruk perut memberikan keteladanan dan berpesan agar putra-putranya menuntut ilmu setinggi-tingginya, dan ibunda                     R. Ngt. Sriyati tercinta, atas jasanya mengembungkan dan menandai¬jaga saya sejak kerdil, memberikan lecut dan selalu mendoakan saya. Kedua mertua saya Bp. Mulyanto (alm) dan ibu R. Ngt. Ning Komariasri nan telah memotivasi dan rajin mewiridkan saya.
10. Akhirnya, terima kasih kepada istriku Dra. Linda Kurat              Susila, MM. dan kedua anakku Bintang Asmanda Putra dan Kartika Asmanda Putri atas pengertian, tahmid, pengorbanan dan urun sarannya. Juga kepada kakakku beserta keluarganya: Ir. Suwono Pujiastopo; Dr. Ir. Djoko Muljanto, MSc. (alm.);  dr. Tri Atmodjo Wasito, SpB. dan adikku beserta keluarganya: drh. Sri Gatiyono, MSc.;   Ir. Heru Santosa, dan Drs. Saptono, yang gelojoh mendoakan dan beranggar pena. Kembali kakak dan adik ipar beserta keluarganya: Sri Mulyaningsih, BA. (alm.), Anda Kilauan Juwita, Cahyo Nugroho, SE.; Dirgahayu Nugrahani, SE. dan Kurniawan Jati, ST. yang mutakadim memberikan doa.
11. Semua pihak yang mutakadim membantu baik kasatmata tenaga, sumbangsaran dan fasilitas,  dabir mengucapkan terima anugerah. Semoga cita-cita luhur kita selalu mendapat ridhlo Allah SWT, Allahumma Amin. Maha Suci Yang mahakuasa, Segala Puji Cak bagi Allah Halikuljabbar Seberinda Duaja.

Wabillahittaufiq Wal Hidayah,
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

DAFTAR Teks

Aspan, R. 2004. Pengembangan pendayagunaan obat bahan alam dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Pros. Sem. Nas. 25 Tumb. Pembeli Ind. Depkes RI.: 8 -15.
Demchik and Streed. 2002. “Non timber forest products and implication for forest managers: use, collection and growth of berries, fruits and nuts”. http://www.rudyct.topcities.com.
Dephut.  2004.  “The roles of medicinal plants on plantation forest development”.  http://www.dephut.go.id/indonesia.
Depkes. 2005. Kunci-rahasia strategi kewarganegaraan penelitian dan pengembangan pohon pelelang dan pengobatan tradisional. Jumpa Ilmiah Iptek Balitbang Depkes RI. : 1 – 14.
Depkes. 2006. ”Mengenal sejumlah pokok kayu yang digunakan sebagai anti diabetika”. http://www.pom.go.id/public/ default.asp. 6 Januari 2006.
Conway, G.R. and Barbier. 1990. After green revolution, sustain¬able agriculture development. Earthscan Pub., London.
Fukuoka, M. 1985. The One-Straw Revolution. Bamtam Books. Toronto.
Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Farmakologi alam (farma¬kognosi). Penebar Swadaya. pp. 139.
Jenie, U.A., M.Hanafi dan L.B.S. Kardono. 2005. Metode bio¬teknologi dan biomolekuler terkini dan daya guna nan mendukung pengembangan obat tradisional/alam di pasar lokal dan global. Temu iIlmiah dan Iptek Balitbang Depkes RI.: 4 – 11.
Kintoko, 2006. ”Prospek pengembangan tanaman obat”.  http://pkukuwel.ukm. Download 31-03-2009.
Litbang Depkes. 2009. ”Tanaman obat kudus milik bangsa dan negara RI”. http://www.bmf.litbang.depkes.go.id. Download              31-03-2009.
Luasunaung, A., Erwan, G.E. Mamuaya, Kisman, N. Sahiri, R.L. Worang, Purwantomo,S., Susiyanti,  dan V.J.Pical. 2003. ”Domestikasi pohon dan hewan”. http://www.ruyct. topcities.com. 2 Maret 2006.
Maxximilllian, 2008. “Pharmacy Business, an overview of pharmacy related and healthcare industry”. http://www. bisnisfarmasi.wordpress.com
Muhlisah, F.1999. Temu-Temuan dan Empon-empon Budidaya dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Mursito, B dan H. Prihmantoro. 2002. Tanaman Solek Berkhasiat Pelamar. Penebar Swadaya, Jakarta.
Moenandir, J. 2004. Prinsip-prinsip utama, Pendirian menyukseskan produksi perladangan. Dasar-pangkal budidaya pertanian. Bayu Alat angkut Publ. Malang. pp. 378.
Naiola B.P., Kaki langit. Murningsih dan Chairul. 1996.  Otoritas stres air terhadap kualitas dan total komponen aktif pada sambiloto.  Warta Tumb. Obat Indo.
Pujiasmanto, B. 2001. Kampanye-usaha Eskalasi Pokok kayu Deringo. Caraka Tani (19) : 1. FP-UNS, Surakarta.
Pujiasmanto, B. 2003. Peluasan Budidaya Tanaman Pelelang. Pelatihan Teknis Fungsional Pengawasan Dur Mani Tumbuhan Obat, di Tawangmangu 20 – 23 Oktober 2003.
Pujiasmanto, B. 2008. ”Prospek Budidaya Pohon Pengasosiasi”. Berita Nasional Yogyakarta. 11 Oktober 2008.
Pujiasmanto, B. 2008. ”Perlunya Penjinakan Pokok kayu Obat”. Berita Nasional Yogyakarta. 1 November 2008.
Pujiasmanto, B. 2009. Penjinakan Tumbuhan Obat Lakukan Mengatasi Erosi Plasmanutfah Akibat Krisis Ekonomi. Seminar Nasional Revitalisasi Pertanian Dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Global. Suarakarta 21 Maret 2009.
Pus.Ris. Remedi & Lambung. 2004. Pedoman budidaya pasca panen dan produksi pelamar bahan alam. Pus. Ris. Obat dan Makanan. Jakarta.  pp. 27.
Radji, M.,2005. ”Peranan bioteknologi dan kuman endofit dalam pengembangan pelamar herbal”. Jurnal Mantra Kefarmasian (2)3 : 113- 126.
Tim Penulis. 2004. ”Obat tradisional”. http://www.majalah-farmacia.com/news.php.  5 Januari 2006.
Tim Penulis.  2007.  ”Menjaga benteng pertahanan tubuh”. http:// www.pen.swadaya.com. 6 Januari 2008.
Reijntjes, C., B. Havercort, dan W. Bayer. 2006. Persawahan Musim Depan. Pengantar untuk pertanian berkelanjutan dengan input asing rendah. Kanisius, Yogyakarta.
Salikin, K.A. 2007. Sistem Perladangan Kontinu. Kanisius, Yogyakarta.
Simon, A.J. 1996. “ICRAF’s Strategy for domestication of non–wood tree products”. http://.www.fao.org/docrep/w373e/ 373eo7.htm.
Soemartono, 1996. Paradigma Dasar dan Pintasan Iptek Menyongsong Pertanaman Abad ke-21. FP-UGM, Yogyakarta.
Sumarno, 2003. Kesiapan Pertanian Indonesia Dalam Era Perdagangan Bebas dan Otonomi Distrik Khususnya Agrobisnis Hortikultura. Seminar Nasional FP-UNS, Surakarta.
Sukardiman, A. Wydarwaruyanti, H.Plumeriastuti, 2009. Komisi Pengembangan Obat Tradisional (KPOT). LPPM, Univ. Airlangga, Surabaya.
Syukur C, 2003. Temu Kalis Tumbuhan Obat Inkompatibel Puru ajal. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Terima kasih C, dan Hernani, 2002. Budidaya Tumbuhan Obat Komersial. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Utami, Kaki langit.W. dan T. Juhaeti. 2004. Respon mengkudu  pada alat angkut tanam dan naungan. Pros. Sem. Nas. 25. Pokjanas Tan. Obat Indonesia.: 118 -126.
Vanhaelen, M., J. Lejoly, M. Hanocq, and L. Molle. 1991. Climate and geographical aspects of medicinal plant constituents. The Medicinal Plant Industry.  2(1): 59 – 76.
Verpoorte, R.  2000.  Secondary metabolism. Kluwer Acad. Publi. London. p. 1 – 9.
Wardana, H., N.S. Barwa, A.Kongsjahyu, M.A. Iqbal, M.Khalid  dan R.R. Karyadi. 2002. Budidaya organik tanaman obat rimpang. Penebar Swadaya, Jakarta. pp.  96.
Winarto, W.P. 2003. Sambiloto : Budidaya dan penggunaan lakukan peminta. Penebar Swadaya. Jakarta. pp.  71.
Wilkipedia. 2008. Domestication. http://www.encyclipedia.org/ AE/AEC/AEF/case leaf.html. 9 Januari 2008.
Widiyastuti, Y. 2003. Budidaya dan pembibitan tumbuhan obat. Mak. Pel. BPTO. Tawangmangu.: 4 – 9.
Yulianto, A, 2003. “Peran Pemerintah Daerah Pada Pengembangan Agrobisnis Hortikultura Di Era Kemerdekaan Distrik”. Seminar Kewarganegaraan. FP-UNS, Surakarta.

Source: https://library.uns.ac.id/strategi-pengembangan-budidaya-tumbuhan-obat-dalam-menunjang-pertanian-berkelanjutan/

Posted by: holymayhem.com