Analisis Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Hortikultura Tanaman Hias
DIkutip pecah http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id
———————————————————
Pendahuluan
Kebutuhan persil nan semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-persawahan, memerlukan teknologi daya guna dalam upaya menumbuhkan penggunaan petak secara berkelanjutan. Buat dapat memanfaatkan sumur siasat lahan secara tertuju dan efisien diperlukan tersedianya data dan takrif yang kamil mengenai kejadian iklim, tanah dan aturan mileu bodi lainnya, serta persyaratan bertaruk tanaman yang diusahakan, terutama tumbuhan-tanaman yang punya prospek pasar dan manfaat ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat jasmani lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan pokok kayu serta terhadap aspek manajemennya perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan perigi daya persil. Data mata air sendi petak ini diperlukan terutama bakal kepentingan perencanaan pembangunan dan ekspansi pertanian. Data nan dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber kancing lahan masih sulit bakal dapat dipakai oleh pengguna (users) lakukan suatu perencanaan tanpa dilakukan tafsiran cak bagi keperluan tertentu. Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara buat menilai potensi perigi daya kapling. Hasil evaluasi petak akan memberikan informasi dan/ataupun arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan hasilnya ponten harapan produksi nan probabilitas akan diperoleh. Beberapa sistem evaluasi persil yang telah banyak dikembangkan dengan memperalat plural pendekatan, ialah suka-suka yang dengan sistem perkalian parameter, enumerasi, dan sistem matching atau mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat petak (Land Qualities/Land Characteritics) dengan standar kelas bawah kesesuaian lahan yang disusun beralaskan persyaratan tumbuh komoditas perkebunan nan berbasis lahan. Sistem evaluasi lahan yang aliansi digunakan dan yang semenjana dikembangkan di Kiat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Aula Pendalaman Petak Bogor diantaranya:
1. |
Klasifikasi kemampuan wilayah (Soepraptohardjo, 1970) |
2. |
Sistem pendugaan kesesuaian lahan secara parametrik (Driessen, 1971) |
3. |
Sistem nan digunakan oleh Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi maupun P3MT (Staf PPT, 1983) |
4. |
Sistem nan digunakan dalam Reconnaissance Land Resources Surveys 1:250.000 scale Atlas Format Procedures (CSR/FAO, 1983) |
5. |
Land Evaluation Computer System atau LECS (Wood, and Dent, 1983) |
6. |
Automated Land Evalution System atau ALES (Rossiter D.G., and A.R. Van Wambeke, 1997) |
Adanya berbagai sistem atau metode nan digunakan dalam evaluasi kapling minus mempertimbangkan tingkat dan skala denah dalam hubungannya dengan ketersediaan dan kehandalan (accuracy) data, dapat mengakibatkan terjadinya kerancuan intern interpretasi dan evaluasi tanah. Sebagai contoh sistem Atlas Dimensi (CSR/FAO, 1983) nan puas awalnya ditujukan buat keperluan evaluasi petak sreg tingkat tinjau (reconnaissance) skala 1:250.000, kerap sekali lagi digunakan cak bagi evaluasi lahan pada skala nan lebih besar (semi detil ataupun detil). Hal ini mengakibatkan informasi dan data yang semacam itu lengkap dari hasil pemetaan semi detil dan detil, tidak nampak peranannya privat hasil evaluasi kapling, sehingga hasil tersebut masih sulit digunakan untuk keperluan alih teknologi internal perencanaan pembangunan perladangan khususnya bagi rasio mikro. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya satu Tanzil Teknis Evaluasi Kapling yang dapat digunakan sesuai dengan tingkat pemetaan dan skala peta, serta tujuan dari evaluasi lahan yang akan dilakukan dalam kaitannya dengan ketersediaan dan validitas data. Petunjuk teknis ini disusun mengacu kepada “Kriteria Kesesuaian Persil untuk Produk Pertanaman Varian 3.0” (Djaenudin et al., 2000), dan dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detil (neraca denah 1:50.000).
Dasar Evaluasi Kapling
Intern melaksanakan evaluasi lahan perlu tambahan pula adv amat memahami istilah-istilah yang digunakan, baik yang mencantol keadaan sumber kiat lahan, maupun yang berkaitan dengan kebutuhan ataupun persyaratan tumbuh satu tanaman. Berikut diuraikan secara sumir mengenai: signifikansi petak, pengusahaan lahan, karakteristik lahan, kualitas lahan, dan persyaratan pemanfaatan kapling.
Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang liwa (landscape) nan mencakup signifikansi mileu fisik tertulis iklim, topografi/ukiran, petak, hidrologi, dan lebih lagi kejadian vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan kapling (FAO, 1976). Lahan privat pengertian yang bertambah luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di zaman dulu maupun momen sekarang, seperti persil rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi persil pada suatu lahan tertentu.
Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan tanah secara kuat dan berkesinambungan.
Pada peta tanah atau peta mata air daya kapling, hal tersebut dinyatakan privat satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas: iklim, landform (termuat litologi, topografi/relief), persil dan/alias hidrologi. Pemisahan rincih tanah/tanah sangat utama untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan untuk satu varietas penggunaan kapling (Land Utilization Types = LUTs).
Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke internal kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas tanah biasanya terdiri atas satu ataupun lebih karakteristik lahan (land characteristics). Sejumlah karakteristik kapling biasanya punya hubungan satu sama lainnya di dalam signifikansi kualitas lahan dan akan berwibawa terhadap jenis pendayagunaan dan/maupun pertumbuhan tumbuhan dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan).
Pemanfaatan tanah
Penggunaan lahan lakukan pertanian secara publik bisa dibedakan atas: pendayagunaan lahan semusim, tahunan, dan permanen. Eksploitasi persil pokok kayu semusim diutamakan untuk tanaman musiman yang internal polanya bisa dengan rotasi atau tumpang sari dan panen dilakukan setiap musim dengan perian biasanya kurang dari setahun. Penggunaan lahan tumbuhan tahunan merupakan penggunaan tanaman paser jenjang yang pergilirannya dilakukan sehabis hasil tanaman tersebut secara ekonomi enggak produktif juga, seperti pada tanaman perkebunan. Pengusahaan petak permanen diarahkan pada persil nan tak diusahakan bakal pertanian, seperti hutan, daerah konservasi, perkotaan, desa dan sarananya, tanah lapang rusuh, dan pelabuhan.
Dalam Juknis ini pendayagunaan lahan untuk keperluan evaluasi diarahkan pada: kelompok tanaman pangan (serealia, pongkol-umbian, dan kacang-murahan), kelompok tumbuhan hortikultura (sayuran, biji kemaluan-buahan, dan tanaman hias), kelompok pokok kayu pabrik/pertanian, kelompok tanaman rempah dan penawar, kelompok pohon hijauan pakan ternak, dan perikanan air payau.
Dalam evaluasi lahan eksploitasi petak harus dikaitkan dengan diversifikasi pemakaian lahan (Land Utilization Type) yaitu jenis-tipe penggunaan kapling nan diuraikan secara lebih detil karena menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan dan bekas yang diharapkan secara spesial. Setiap jenis penggunaan lahan dirinci ke internal tipe-tipe penggunaan lahan. Jenis pemanfaatan petak bukan merupakan tingkat kategori berpangkal klasifikasi penggunaan kapling, hanya mengacu kepada penggunaan kapling tertentu nan tingkatannya dibawah kategori penggunaan kapling secara umum, karena berkaitan dengan aspek masukan, teknologi, dan keluarannya.
Sifat-kebiasaan pengusahaan kapling mencakup data dan/atau asumsi yang berkaitan dengan aspek hasil, pembiasaan pasar, intensitas modal, buruh, sumber tenaga, takrif teknologi pendayagunaan persil, kebutuhan infrastruktur, ukuran dan bentuk pencaplokan petak, pemilikan petak dan tingkat pendapatan saban unit produksi atau unit areal. Tipe eksploitasi petak menurut sistem dan modelnya dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound.
- Multiple: Tipe penggunaan kapling yang tergolong multiple terdiri lebih dari satu jenis pendayagunaan (komoditas) nan diusahakan secara serentak lega suatu areal yang ekuivalen dari sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta menerimakan hasil tersendiri. Misal pola kelapa ditanam secara bersamaan dengan kakao maupun dokumen di areal yang sama pada sebidang kapling. Demikian juga nan mahajana dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih dengan vanili atau mauz.
- Compound: Diversifikasi penggunaan kapling yang tergolong compound terdiri kian bersumber suatu tipe pengusahaan (komoditas) yang diusahakan lega areal-areal dari sebidang lahan yang buat tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit singularis. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi plong satu sekuen alias urutan perian, dalam hal ini ditanam secara perputaran alias secara langsung, hanya pada areal yang farik sreg sebidang lahan nan dikelola intern unit organisasi yang sama. Perumpamaan contoh suatu pertanaman besar sebagian areal secara terpisah (satu blok/petak) digunakan kerjakan tanaman kejai, dan blok/petak lainnya untuk kelapa sawit. Kedua barang ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama.
Karakteristik lahan
Karakteristik lahan adalah sifat persil yang dapat diukur atau diestimasi. Dari bilang teks menunjukkan bahwa pendayagunaan karakteristik lahan bakal keperluan evaluasi lahan bervariasi. Umpama paparan Grafik 1 menunjukkan variasi dari karakteristik lahan yang digunakan sebagai penunjuk dalam evaluasi kesesuaian petak oleh sejumlah sumur (Staf PPT, 1983; Bunting, 1981; Sys et al., 1993; CSR/FAO, 1983; dan Driessen, 1971).
Tabel 1. Karakteristik lahan yang digunakan sebagai indeks internal evaluasi tanah.
Staf PPT (1983) | Bunting (1981) | Sys et al. (1993) | CSR/FAO (1983) | Driessen (1971) |
Tipe hujan abu (Oldeman et al.) | Periode pertumbuhan tanaman | Temperatur rerata (°C) atau elevasi | Hawa rerata (°C) maupun elevasi | Lereng |
Kelas drainase | Temperatur rerata pada masa pertumbuhan | Curah hujan (mm) | Curah hujan (mm) | Mikrorelief |
Sebaran besar butir (lapisan atas) | Curah hujan angin tahunan | Lamanya masa kering (wulan) | Lamanya periode kering (bulan) | Keadaan batu |
Kedalaman efektif | Kelas bawah drainase | Kelembaban awan | Kelembaban udara | Papan bawah drainase |
Ketebalan gambut | Tekstur tanah | Kelas Drainase | Kelas drainase | Regim kelembaban |
Dekomposisi gambut/jenis gambut | Kedalaman perakaran | Tekstur/Struktur | Tekstur | Salinitas/ alkalinitas |
KTK | Reaksi persil (pH) | Bahan berangasan | Objek agresif | Kejenuhan basa |
Kejenuhan basa | Salinitas/ DHL | Kedalaman kapling | Kedalaman tanah | Reaksi kapling (pH) |
Reaksi tanah (pH) | Pengambilan hara (N, P, K) maka itu pohon | KTK liat | Ketebalan gambut | Garis hidup pirit |
C-organik |
Pengurasan hara (N, P, K) dari petak |
Kejenuhan basa | Kematangan gambut | Qada dan qadar bahan organik |
P-tersedia | Reaksi tanah (pH) | KTK liat | Tebal bahan organik | |
Salinitas/DHL | C-organik | Kejenuhan basa | Tekstur | |
Kedalaman pirit | Aluminium | Reaksi tanah (pH) | Struktur, porositas, dan strata | |
Lereng (%)/mikrorelief | Salinitas/DHL | C-organik | Macam liat | |
Erosi | Alkalinitas | Aluminium | Korban induk/ cadangan mineral | |
Fasad karena air sebak | Lereng | Salinitas/DHL | Kedalaman efektif | |
Batu dan kerikil, penghalang pengolahan persil | Kobak | Alkalinitas | ||
Pori air tersuguh | Batuan di satah | Bilangan pirit | ||
Penghambat pertumbuhan karena kekurangan air | CaCO3 | Lereng | ||
Kesuburan petak | Gypsum | Bahaya abrasi | ||
Permeabilitas lapisan atas | Jumlah basa total | Genangan | ||
Batuan di permukaan | ||||
Singkapan batuan |
Karakteristik lahan yang digunakan plong Juknis ini adalah: guru peledak, curah hujan abu, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, target kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, kedewasaan gambut, daya produksi tukar kation liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan.
– temperatur udara : | merupakan suhu awan tahunan dan dinyatakan dalam °C |
– curah hujan : | ialah curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm |
– lamanya masa kering : | yakni jumlah bulan kering berturut-timbrung n domestik setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm |
– kelembaban udara : | merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan privat % |
– drainase : | merupakan supremsi laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi mega n domestik tanah |
– tekstur : | menyatakan istilah dalam distribusi elemen tanah halus dengan ukuran <2 mm |
– bahan agresif : | menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan ukuran >2 mm |
– kedalaman tanah : | menyatakan dalamnya salutan tanah kerumahtanggaan cm yang bisa dipakai buat kronologi perakaran dari tanaman yang dievaluasi |
– ketebalan gambut : | digunakan pada petak gambut dan menyatakan tebalnya salutan gambut n domestik cm dari permukaan |
– kematangan gambut : | digunakan pada kapling gambut dan menyatakan tingkat nafkah seratnya kerumahtanggaan mangsa saprik, hemik atau fibrik, makin banyak seratnya menunjukkan belum matang/plonco (fibrik) |
– KTK liat : | menyatakan kapasitas ganti kation terbit fraksi liat |
– kejenuhan basa : | total basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh kapling. |
– reaksi tanah (pH) : | angka pH tanah di alun-alun. Lega lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium ataupun pengukuran lapangan, semenjana pada petak basah diukur di lapangan |
– C-organik : | lambung karbon organik petak. |
– salinitas : | kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan makanya konduktivitas listrik. |
– alkalinitas : | nafkah sodium dapat ditukar |
– kedalaman target sulfidik : | dalamnya bahan sulfidik diukur semenjak bidang persil sampai batas atas lapisan sulfidik. |
– lereng : | menyatakan kemiringan kapling diukur internal % |
– bahaya erosi : | bahaya pengikisan diprediksi dengan mengamati adanya erosi lawai parasan (sheet erosion), pengikisan galur (reel erosion), dan abrasi kanal (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (biasanya) per masa |
– genangan : | jumlah lamanya kubangan internal wulan selama suatu tahun |
– batuan di latar : | debit batuan (dalam %) yang suka-suka di parasan tanah/lapisan olah |
– singkapan batuan : | volume batuan (internal %) yang ada n domestik solum tanah |
– sumur air batal : | tersedianya air batil untuk keperluan tambak kelebihan mempertahankan pH dan salinitas air tertentu |
– amplitudo pasang-surut : | perbedaan permukaan air lega waktu pasang dan surut (dalam meter) |
– oksigen : | ketersediaan oksigen privat petak untuk keperluan pertumbuhan tanaman/ikan |
Setiap satuan kar kapling/tanah nan dihasilkan dari kegiatan jajak pendapat dan/atau pemetaan sendang rahasia petak, karakteristik petak dapat dirinci dan diuraikan yang mencaplok keadaan raga lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan buat keperluan parafrase dan evaluasi lahan untuk komoditas tertentu.
Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara serampak kerumahtanggaan evaluasi suka-suka nan sifatnya tersendiri dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena memiliki interaksi suatu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi terbiasa mempertimbangkan maupun memperbandingkan persil dengan penggunaannya n domestik pengertian kualitas lahan. Perumpamaan hipotetis ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan berbunga bulan kering dan siram hujan angin rata-rata tahunan, tetapi air yang dapat diserap pohon tentu tersangkut pula plong kualitas persil lainnya, seperti kondisi alias ki alat perakaran, antara tak tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman nan bersangkutan.
Kualitas lahan
Kualitas petak adalah sifat-kebiasaan pengenal maupun attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas persil punya keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau bertambah karakteristik persil (land characteristics). Kualitas petak ada nan bisa diestimasi atau diukur secara langsung di pelan, tetapi pada umumnya ditetapkan terbit pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).
Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena keduanya dianggap selevel nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang menggunakan kualitas lahan antara tidak dikemukakan pada CSR/FAO (1983), FAO (1983), Sys et al. (1993) (lihat Tabel2).
Tabel 2. Kualitas kapling yang dipakai pada metode evaluasi kapling menurut CSR/FAO (1983), FAO (1983), dan Sys et al. (1993).
CSR/FAO, 1983 | FAO, 1983 | Sys et.al., 1993 |
Temperatur | Kelembaban | Sifat iklim |
Kesiapan air | Ketersediaan hara | Topografi |
Kesiapan oksigen | Ketersediaan oksigen | Kelembaban |
Ki alat perakaran | Ki alat untuk jalan akar susu | Adat fisik petak |
Retensi hara | Kondisi kerjakan pertumbuhan | Sifat kesuburan tanah |
Toksisitas | Kemudahan diselesaikan | Salinitas/alkalinitas |
Sodisitas | Salinitas dan alkalinitas/ toksisitas | |
Bahaya sulfidik | Retensi terhadap abrasi | |
Bahaya erosi | Bahaya banjir | |
Penyiapan petak | Temperatur | |
Energi radiasi dan fotoperiode | ||
Bahaya anasir iklim (kilangangin kincir, kekeringan) | ||
Kelembaban gegana Periode sangar lakukan pemasakan (ripening) tanaman |
Kualitas kapling dapat bertindak konkret alias merusak terhadap pemanfaatan lahan tergantung dari rasam-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya menguntungkan bagi suatu pemanfaatan. Sebaliknya kualitas petak nan bersifat negatif akan merugikan (adalah kendala) terhadap pengusahaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat alias pembatas. Setiap kualitas persil boleh berkarisma terhadap suatu alias lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula satu macam eksploitasi lahan tertentu akan dipengaruhi oleh bermacam ragam kualitas lahan.
Sebagai kamil bahaya abrasi dipengaruhi maka itu: keadaan adat tanah, terrain (lereng) dan ikim (curah hujan). Kesiapan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di n domestik garis tengah kapling.
Kualitas kapling yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan nan diperlukan adalah:
-
Terrain berwibawa terhadap mekanisasi dan/atau pengelolaan lahan secara praktis (teras, tumbuhan sela/alley cropping, dan sebagainya), konstruksi dan pemeliharaan urut-urutan penghubung. -
Format dari unit potensial manajemen atau blok wilayah/lahan pertanian. -
Lokasi intern hubungannya lakukan penyediaan alat angkut produksi (input), dan pemasaran hasil (aspek ekonomi).
Dalam Juknis ini kualitas lahan yang dipilih bagaikan berikut: temperatur, ketersediaan air, kesiapan oksigen, sarana perakaran, bulan-bulanan kasar, gambut, retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya pengikisan, bahaya banjir, dan penyiapan petak.
– master: | ditentukan oleh peristiwa temperatur rerata |
– kesiapan air : |
ditentukan oleh keadaan curah hujan abu, kelembaban, lama perian gersang, sumber air batal, atau amplitudo pasangsurut, tergantung spesies komoditasnya |
– ketersediaan oksigen : | ditentukan oleh keadaan drainase ataupun oksigen tersampir spesies komoditasnya |
– media perakaran : | ditentukan makanya kejadian tekstur, mangsa garang dan kedalaman tanah |
– gambut: | ditentukan oleh kedalaman dan kematangan gambut |
– retensi hara : | ditentukan oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-H20, dan C-organik |
– bahaya keracunan : | ditentukan maka dari itu salinitas, alkalinitas, dan kedalaman sulfidik atau pirit (FeS2) |
– bahaya abrasi : | ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi |
– bahaya air bah : | ditentukan oleh genangan |
– penyiapan persil : | ditentukan oleh batuan di permukaan dan singkapan batuan |
Kemudahan yang berkaitan dengan aspek ekonomi merupakan penentu kesesuaian tanah secara ekonomi ataupun economy land suitability class (Rossiter, 1995). Situasi ini dengan pertimbangan bagaimanapun potensialnya secara badan suatu wilayah, tanpa ditunjang oleh sarana ekonomi yang memadai, tidak akan banyak memberikan kontribusi terhadap pengembangan negeri tersebut. Evaluasi Petak dari aspek ekonomi tidak dibahas dalam Juknis ini.
Persyaratan penggunaan lahan
Semua spesies dagangan pertanian termasuk tanaman persawahan, peternakan, dan perikanan yang berbasis lahan lakukan boleh tumbuh atau sukma dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Cak bagi memudahkan privat pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas kapling dan karakteristik petak yang sudah lalu dibahas. Persyaratan karakteristik lahan bakal masing-masing dagangan perkebunan kebanyakan farik, tetapi ada sebagian yang ekuivalen sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut.
Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur, kelembaban, oksigen, dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan, dan selanjutnya disebut seumpama periode pertumbuhan (FAO, 1983). Persyaratan tak berupa ki alat perakaran, ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi lahan, serta kedalaman efektif (medan perakaran berkembang). Suka-suka tanaman yang memerlukan drainase terhambat begitu juga padi sawah. Hanya sreg biasanya pokok kayu menuntut drainase yang baik, dimana puas kondisi demikian aerasi tanah cukup baik, sehingga di dalam tanah layak tersedia oksigen, dengan demikian akar tanaman boleh berkembang dengan baik, dan mampu menyerap unsur hara secara optimal.
Persyaratan tumbuh atau persyaratan pendayagunaan tanah yang diperlukan maka dari itu sendirisendiri komoditas mempunyai takat kisaran minimum, optimum, dan maksimum bikin masing-masing karakteristik lahan. Kisaran tersebut bikin masing-masing komoditas pertanian boleh dilihat pada Lampiran 1 – 6.
Kualitas petak yang optimum cak bagi kebutuhan tanaman atau penggunaan lahan merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang paling kecil sesuai (S1). Sedangkan kualitas persil yang di bawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian petak antara kelas yang layak sesuai (S2), dan/ataupun sesuai terpinggirkan (S3). Di asing batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai (T).
Prosedur Evaluasi Kapling
Evaluasi kapling biasanya yaitu kegiatan lanjutan dari survei dan pemetaan lahan atau sumber taktik lahan lainnya, melalui pendekatan interpretasi data tanah serta fisik mileu untuk suatu tujuan pengusahaan tertentu. Satu bahasa dengan dibedakannya spesies dan tingkat pemetaan petak, maka intern evaluasi kapling juga dibedakan menurut kesiapan data hasil jajak pendapat dan pemetaan kapling atau jajak pendapat mata air daya lahan lainnya, sesuai dengan tingkat dan skala pemetaannya.
Pendekatan
Intern evaluasi lahan ada 2 varietas pendekatan yang dapat ditempuh menginjak mulai sejak tahap konsultasi awal (initial consultation) hingga kepada klasifikasi kesesuaian lahan (FAO, 1976). Kedua pendekatan itu adalah: 1) pendekatan dua tahapan (two stage approach); dan 2) pendekatan paralel (parallel approach).
- Pendekatan dua tahapan. Pendekatan dua tahap terdiri atas tahap pertama adalah evaluasi lahan secara bodi, dan tahap kedua evaluasi lahan secara ekonomi. Pendekatan tersebut biasanya digunakan dalam pembukuan sumber daya lahan baik buat tujuan perencanaan makro, maupun bakal studi pengujian potensi produksi (FAO, 1976). Klasifikasi kesesuaian tahap mula-mula didasarkan lega kesesuaian lahan untuk diversifikasi penggunaan yang telah diseleksi sejak tadinya kegiatan angket, seperti mana bagi tegalan (arable land) alias sawah dan perkebunan. Konstribusi mulai sejak analisis sosial ekonomi terhadap tahap pertama terbatas hanya untuk mencek spesies penggunaan tanah yang relevan. Hasil dari kegiatan tahap pertama ini disajikan dalam bentuk laporan dan denah nan kemudian dijadikan subjek sreg tahap kedua kerjakan segera ditindak lanjuti dengan analisis aspek ekonomi dan sosialnya.
- Pendekatan paralel. Dalam pendekatan paralel kegiatan evaluasi kapling secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel), alias dengan kata bukan analisis ekonomi dan sosial dari keberagaman penggunaan persil dilakukan secara simultan bersamaan dengan pengujian faktor-faktor fisik. Cara seperti ini lazimnya menguntungkan lakukan suatu lengkap nan spesifik intern kaitannya dengan bestelan pengembangan lahan puas tingkat semi detil dan detil. Melalui pendekatan paralel ini diharapkan boleh memberi hasil nan lebih karuan dalam periode nan singkat.
Penyiapan Data
Buat melakukan evaluasi persil baik dengan menggunakan pendekatan dua tahapan maupun pendekatan paralel perlu didahului dengan konsultasi awal. Tanya jawab awal ini buat menentukan intensi dari evaluasi yang akan dilakukan, data apa yang diperlukan dan hipotesis-asumsinya nan akan dipergunakan sebagai sumber akar dalam penilaian. Evaluasi lahan nan akan dilakukan terjemur pecah tujuannya yang harus didukung maka itu ketersediaan data dan informasi sendang daya lahan.
Pelaksanaan Evaluasi lahan dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: tingkat tinjau skala 1:250.000 ataupun lebih boncel; recup detil rasio 1:25.000 sebatas 50.000; dan detil perbandingan 10.000 sampai 25.000 atau lebih besar. Jenis, total, dan kualitas data yang dihasilkan dari ketiga tingkat pemetaan tersebut berbagai macam, sehingga penyajian hasil evaluasi lahan ditetapkan sebagai berikut: pada tingkat tinjau dinyatakan dalam ordo, tingkat semi detil internal inferior/subkelas, dan pada tingkat detil dinyatakan dalam subkelas/subunit. Visiun Teknis ini disarankan dipakai terutama untuk tingkat pemetaan semi detil.
Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan prinsip mencocokkan (matching) data lahan dan fisik mileu dengan tabulasi rating kesesuaian lahan nan telah disusun bersendikan persyaratan penggunaan lahan mencengam persyaratan merecup/hidup komoditas pertanian nan bersangkutan, tata dan penjagaan. Kriteria kelas kesuaian lahan bakal 112 tipe komoditas pertanian yang berbasis lahan disajikan pada Lampiran 1–6. Pada proses matching syariat minimum dipakai untuk menentukan faktor pewatas yang akan menentukan kelas dan subkelas kesesuaian lahannya. Dalam penilaian kesesuaian tanah perlu ditetapkan n domestik keadaan aktual (kesesuaian lahan aktual) ataupun situasi potensial (kesesuaian lahan potensial). Hal potensial dicapai setelah dilaksanakan kampanye-aksi reformasi (Improvement = I) terhadap per faktor pembatas bakal mencapai situasi potensial.
Premis-presumsi dalam Evaluasi Lahan
Sebelum melaksanakan evaluasi tanah, lebih lagi dahulu harus ditetapkan presumsi-premis yang akan diterapkan. N domestik hal ini apakah evaluasi lahan akan dilakukan dengan asumsi pada kondisi tingkat tata rendah (sederhana), sedang, atau tinggi.
Evaluasi kapling untuk maksud perencanaan pembangunan pertanaman perkebunan besar dengan masukan teknologi tinggi, tentu berbeda asumsinya jika harapan evaluasi lahan saja untuk persawahan rakyat yang cukup dengan masukan teknologi madya. Demikian pula dalam hal penggunaan alat-perabot penggodokan persil dalam introduksi lahan pertanian. Jika lahan akan terjamah secara manual (cangkul atau bajak) maka asumsi yang bisa digunakan n domestik menilai kualitas dan karakteristik kapling farik dengan eksploitasi alat-alat rumpil (mekanik). Sebagai komplet penilaian terhadap tekstur petak yang liat dan/atau berkerikil untuk perebusan lahan secara manual tidak plus bersoal dibandingkan jika memperalat perabot insinyur. Kasus serupa dalam menghadapi kualitas kapling terrain dalam kejadian ini lereng. Pada lereng lebih besar berusul 8% jika tanah diolah dengan menggunakan traktor merupakan masalah, tetapi tidak demikian kalau diteras dengan menggunakan perangkat pengolah lahan yang sederhana.
Asumsi dapat dibedakan terutama atas dua hal:
(1) yang mencantol areal proyek;
dan (2) yang menyangkut pelaksanaan evaluasi/terjemahan serta waktu berlakunya dari hasil evaluasi petak.
Beberapa abstrak hipotesis yang ditetapkan untuk evaluasi lahan secara kuantitatif jasmani yaitu sebagai berikut:
- Data tanah yang digunakan saja terbatas pada pesiaran maupun data dari satuan lahan alias runcitruncit peta tanah.
- Reliabilitas data yang tersaji: rendah, sedang, hierarki
- Lokasi pendalaman atau daerah pol
- Kependudukan tidak dipertimbangkan kerumahtanggaan evaluasi
- Infrastruktur dan aksesibilitas serta fasilitas pemerintah lain dipertimbangkan kerumahtanggaan evaluasi.
- Tingkat pengelolaan atau manajemen dibedakan atas 3 tingkatan merupakan rendah, menengah, dan tinggi.
- Pemilikan tanah bukan dipertimbangkan dalam evaluasi.
- Pemasaran hasil produksi serta harga jual tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
- Evaluasi lahan dilaksanakan secara kualitatif, kuantitatif fisik atau kuantitatif ekonomi.
- Aksi perbaikan lahan untuk mendapatkan kondisi potensial dipertimbangkan dan disesuaikan dengan tingkat pengelolaannya.
- Aspek ekonomi hanya dipertimbangkan secara garis ki akbar.
Indeks Evaluasi Lahan
Berikut karakteristik petak alias kapling dan prinsip memprediksi data secara praktis di pelan maupun standar pengelompokannya. Karakteristik tanah/lahan nan dipakai sebagai indeks kerumahtanggaan evaluasi lahan tersebut antara lain: guru awan, drainase, tekstur, alkalinitas, bahaya erosi, dan air bah/genangan.
Estimasi temperatur berdasarkan ketinggian bekas (elevasi)
Di panggung-tempat yang lain tersuguh data temperatur (stasiun iklim rendah), maka guru udara boleh diduga berdasarkan kebesaran tempat (elevasi) dari atas permukaan laut. Pendugaan tersebut dengan menunggangi pendekatan rumus dari Braak (1928) dalam Mohr et al. (1972). Berdasarkan hasil penelitiannya di Indonesia guru di dataran rendah (pantai) berkisar antara 25-27ºC, dan rumus yang boleh digunakan (rumus Braak) yakni sebagai berikut:
26,3°C – (0,01 x elevasi n domestik meter x 0,6°C)
Berdasarkan penelitian Braak tersebut temperatur petak pada kedalaman 50 cm di Indonesia kian pangkat 3-4,5ºC, sehingga kerjakan mengira temperatur lahan plong kedalaman 50 cm, maka rerata guru mega ditambah sekitar 3,5ºC. Belaka menurut Wambeke et al. (1986) hawa tanah makin tinggi 2,5ºC berusul temperatur gegana. Hasil pendugaan temperatur dan ditambah perbedaan temperatur udara dan hawa petak tersebut digunakan untuk menentukan rejim temperatur tanah seperti yang ditetapkan internal Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1992; 1998).
Drainase kapling
Inferior drainase tanah dibedakan internal 7 kelas sebagai berikut:
1. |
Cepat (excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik jenjang setakat sangat tinggi dan daya menyergap air rendah. Tanah demikian tidak sejadi bakal tanaman tanpa tali air. Ciri yang bisa diketahui di lapangan, ialah tanah bercat homogen tanpa noda atau karatan besi dan aluminium serta dandan gley (reduksi). |
2. |
Sangka cepat (somewhat excessively drained), persil punya konduktivitas hidrolik tinggi dan daya mencegat air rendah. Tanah demikian sahaja cocok bakal sebagian tanaman kalau minus irigasi. Ciri yang bisa diketahui di lapangan, yaitu tanah bercelup homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (potongan harga). |
3. |
Baik (well drained), tanah n kepunyaan daya hantar hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak pas basah akrab permukaan. Tanah demikian cocok buat bermacam-macam tanaman. Ciri yang bisa diketahui di tanah lapang, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak ataupun karatan besi dan/alias mangan serta rona gley (diskon) sreg salutan sampai = 100 cm. |
4. |
Agak baik (moderately well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik semenjana sampai agak terbatas dan siasat membantut air abnormal, tanah basah dekat ke permukaan. Lahan demikian cocok bakal berbagai pohon. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu petak bercat homogen tanpa bercak alias karatan metal dan/ataupun mangan serta dandan gley (rabat) pada saduran hingga = 50 cm. |
5. |
Taksir terhalang (somewhat poorly drained), persil memiliki konduktivitas hidrolik taksir rendah dan daya menahan air minus sampai sangat terbatas, tanah basah sampai ke satah. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang boleh diketahui di lapangan, yaitu lahan berwarna homogen tanpa bercak alias karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada sepuhan sampai =25 cm. |
8. |
Terhambat (poorly drained), tanah mempunyai daya hantar hidrolik rendah dan daya hadang air rendah sebatas sangat cacat, tanah basah bagi musim yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian sekata buat padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu kapling mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan tekor sreg lapisan sampai permukaan. |
7. |
Habis tersekat (very poorly drained), persil dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah, kapling basah secara permanen dan tergenang cak bagi masa yang sepan lama sampai ke parasan. Tanah demikian sepakat buat padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu persil punya warna gley (reduksi) permanen hingga plong lapisan rataan. |
Tekstur
Tekstur adalah merupakan gabungan komposisi fraksi tanah halus (diameter =2 mm) yaitu batu halus, debu dan liat. Tekstur boleh ditentukan di lapangan sebagaimana disajikan puas Tabulasi 3.
Tabel 3. Menentukan kelas bawah tekstur di lapangan
No |
Tekstur |
Rasam Tanah |
1. |
Pasir (S) |
Sangat kasar sekali, tidak membentuk bola dan gulungan, serta enggak melekat. |
2. |
Pasir berlempung (LS) |
Sangat bergairah, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta sangkil tertuju. |
3. |
Lempung berpasir (SL) |
Asa kasar, membentuk bola duga kuat tapi mudah lebur, serta agak tertuju. |
4 |
Lempung (L) |
Rasa tidak bernafsu dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, dan melekat. |
5 |
Belet berdebu (SiL) |
Licin, membuat bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat. |
6 |
Tepung (Si) |
Rasa licin sekali, menciptakan menjadikan bola teguh, dapat sedikit digulung dengan latar mengkilat, serta asa melekat. |
7 |
Tanah pekat berliat (CL) |
Rasa terka kasar, membentuk bola agak teguh (lembab), menciptakan menjadikan gulungan tapi mudah hancur, serta terka melekat. |
8 |
Tanah pekat liat berpasir (SCL) |
Rasa kasar taksir jelas, membentuk bola agak teguh (lembab), membuat gulungan tetapi mudah hancur, serta terpatok. |
9 |
Lempung liat berdebu (SiCL) |
Rasa licin jelas, membentuk bola ki ajek, gulungan mengkilat, terpatok. |
10 |
Liat berpasir (SC) |
Rasa licin agak kasar, membentuk bola kerumahtanggaan hal kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat. |
11 |
Liat berdebu (SiC) |
Rasa kira licin, membuat bola dalam kejadian kering musykil dipilin, mudah digulung, serta tertuju. |
12 |
Liat (C) |
Rasa berat, membentuk bola konseptual, bila kering dahulu keras, basah terlampau melekat. |
Kategorisasi kelas tekstur yang digunakan pada Juknis ini yakni:
Kecil-kecil (h) | Liat berpasir, liat, liat berabu |
Nyana subtil (ah) | Lempung berliat, lempung liat berpasir, belet liat berdebu |
Menengah (s) | Lempung berpasir dahulu lembut, lempung, lempung berdebu, tepung |
Asa kasar (ak) | Tanah pekat berpasir |
Kasar (k) | Batu halus, ramal berlempung |
Terlampau halus (sh) | Liat (tipe mineral liat 2:1) |
Bahan bergairah
Mangsa kasar ialah merupakan modifier tekstur nan ditentukan oleh jumlah persentasi kerikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah, dibedakan menjadi:
sedikit | < 15% |
sedang | 15 – 35% |
banyak | 35 – 60%% |
silam banyak | > 60% |
Kedalaman tanah
Kedalaman tanah, dibedakan menjadi:
dulu cetek | < 20 cm |
cetek | 20 – 50 cm |
sedang | 50 – 75 cm |
dalam | > 75 cm |
Ketebalan gambut
Ketebalan gambut, dibedakan menjadi:
tipis | < 60 cm |
semenjana | 60 – 100 cm |
agak tebal | 100 – 200 cm |
tebal | 200 – 400 cm |
silam tebal | > 400 cm |
Saprik+, hemik+, fibrik+ = saprik/ hemik/ fibrik dengan sisisipan/ pengkayaan bahan mineral.
Alkalinitas
Menggunakan biji exchangeable natrium percentage maupun ESP (%) yakni dengan runding:
ESP = Na bisa tukar x 100/KTK persil
Nilai ESP 15% adalah sebanding dengan skor natrium adsorption ratio alias SAR 13
Bahaya pengikisan
Tingkat bahaya erosi boleh diprediksi berdasarkan keadaan alun-alun, yaitu dengan kaidah kecam adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), pengikisan alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya pengikisan yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan mencamkan permukaan kapling yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya falak A. Horizon A biasanya dicirikan oleh dandan gelap karena relatif mengandung bahan organik nan pas banyak. Tingkat bahaya erosi tersebut disajikan intern Tabel 4.
Tabel 4. Tingkat bahaya pengikisan
Tingkat bahaya abrasi Jumlah tanah permukaan nan hilang (cm/tahun)
Sangat ringan (sr) | < 0,15 |
Ringan (r) | 0,15 – 0,9 |
Medium (s) | 0,9 – 1,8 |
Berat (b) | 1,8 – 4,8 |
Sangat berat (sb) | > 4,8 |
Bahaya banjir/genangan
Air sebak ditetapkan andai perhubungan pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan lamanya air sebak (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melangkahi wawancara dengan penduduk setempat di lapangan.
No | Kedalaman banjir (X) | Lamanya air sebak (Y): |
1. | < 25 cm | 1. < 1 bulan |
2. | 25 – 50 cm | 2. 1 – 3 bulan |
3. | 50 – 150 cm | 3. 3 – 6 rembulan |
4. | > 150 cm. | 4. > 6 wulan. |
Bahaya banjir diberi simbol Fx, y. (dimana X ialah fon kedalaman air lopak, dan Y yaitu lamanya banjir). Kelas bahaya banjir tersebut disajikan internal Tabel 5.
Tabel 5. Papan bawah bahaya banjir
Simbol Inferior bahaya banjir Kelas bahaya air sebak berdasarkan kombinasi kedalaman dan lamanya banjir (F x,y)
Bunyi bahasa | Inferior bahaya air ampuh | Kelas bahaya air ampuh berdasarkan koneksi kedalaman dan lamanya air ampuh (F x,y) |
F0 | Minus | – |
F1 | Ringan | F1.1, F2.1, F3.1 |
F2 | Menengah | F1.2, F2.2, F3.2, F4.1 |
F3 | Agak rumit | F1.3, F2.3, F3.3 |
F4 | Berat | F1.4, F2.4, F3.4, F4,2, F4.3, F4.4 |
Barometer Kesesuaian Petak
id | komoditas | group1 | group2 | |||
1 | Akar susu wangi | Pohon pabrik | ||||
2 | Berpangku tangan | Tanaman Hortikultura | Biji zakar-buahan | |||
3 | Naik banding | Tumbuhan Hortikultura | Buah-buahan | |||
4 | Asparagus | Tanaman Hortikultura | anakan | |||
5 | Aster | Tanaman Hortikultura | Rente | |||
6 | Avokad | Tanaman hortikultura | Buah-buahan | |||
7 | Kucai merah | Tanaman Hortikultura | Sayuran | |||
8 | Bawang tahir | Tanaman Hortikultura | Sayuran | |||
9 | Bayam | Pohon Hortikultura | Sayuran | |||
10 | Belimbing | Tumbuhan Hortikultura | Buah-buahan | |||
11 | Biet | Tumbuhan Hortikultura | Sayuran | |||
12 | Blewah | Tanaman Hortikultura | Biji kemaluan-buahan | |||
13 | Brokoli | Pokok kayu Hortikultura | Sayuran | |||
14 | Buncis | Tanaman Hortikultura | Sayuran | |||
15 | Anakan Surya | Tanaman hortikultura | Bunga | |||
16 | Cabemerah | Tanaman Hortikultura | Sayuran | |||
17 | Carica | |||||
18 | Cempedak | Tanaman Pabrik/Perkebunan | ||||
19 | Cengkeh | Tanaman Industri/Perkebunan | ||||
20 | Duku | Tumbuhan Industri/Perkebunan | ||||
21 | Durian | Tanaman Pabrik/Perkebunan | ||||
22 | Sorgum | Tanaman Pangan | Serealia | |||
23 | Gladiol | Pohon Hortikultura | Bunga | |||
24 | Hairbrass | Tumbuhan Hortikultura | Anak uang | |||
25 | Iles_iles | Tanaman Jenggala | Umbi-umbian | |||
26 | Milu | Pohon Pangan | Serelia | |||
27 | Jahe | Tanaman Rempah dan Penawar | ||||
28 | Jambu rayuan | Tanaman Hortikultura | Buah-buahan | |||
29 | Jambu Mete | Tanaman Industri/Pertanaman | ||||
30 | Jambu siam | Tumbuhan Hortikultura | Buah-buahan | |||
31 | Jarak | Pohon Rempah dan Obat | ||||
32 | Sitrus | Tanaman hortikultura | Buah-buahan | |||
33 | Bin Kapri | Tanaman hortikultura | Sayuran | |||
34 | Kedelai Arab | Tanaman hortikultura | Sayuran | |||
35 | Kacang hijau | Pohon Hutan | Bin-kodian | |||
36 | Kacang Panjang | Tanaman hortikultura | Sayuran | |||
37 | Kacang tanah | Tanaman Pangan | Kacang-kacangan | |||
38 | Kacang tunggak | Tanaman Pangan | Kacang-kacangan | |||
39 | Kailan | Tanaman Hortikultura | Sayuran | |||
40 | Kakao | Tanaman industri/pertanian | ||||
41 | Kapas | Tanaman industri/perladangan | ||||
42 | Kapok | Tanaman industri/perladangan | ||||
43 | Kapolaga | Pohon rempah dan pelelang | ||||
44 | Kain | Pokok kayu industri/pertanian | ||||
45 | Kayu manis | Pohon industri/perladangan | ||||
46 | Kacang | Tanaman Pangan | Bin-kacangan | |||
47 | Kelapa | Tanaman industri/perkebunan | ||||
48 | Kelambir Sawit | Tanaman industri/pertanian | ||||
49 | Kemiri | Tumbuhan industri/perkebunan | ||||
50 | Kenanga | Tanaman Hortikultura | Pokok kayu solek | |||
51 | Kencur | Pokok kayu hortikultura | ||||
52 | Kentang | Pokok kayu hortikultura | Sayuran | |||
53 | Kepayang | Tanaman Hortikultura | ||||
54 | Kesemek | Pokok kayu hortikultura | Biji zakar-buahan | |||
55 | Kina | Tumbuhan rempah dan obat | ||||
56 | Klengkeng | Tanaman hortikultura | Buah-buahan | |||
57 | Kopi Arabika | Tanaman pabrik/perkebunan | ||||
58 | Sahifah Robusta | Tanaman pabrik/perkebunan | ||||
59 | Kol | Tumbuhan hortikultura | Sayuran | |||
60 | Kunir | Pokok kayu rempah dan pelamar | ||||
61 | Lombok | Tanaman rempah dan penawar | ||||
62 | Lengkuas | Tanaman rempah dan obat | ||||
63 | Lettuce | Tanaman Hortikultura | ||||
64 | Lobak | Tanaman hortikultura | Sayuran | |||
65 | Mangga | Pokok kayu hortikultura | Biji kemaluan-buahan | |||
66 | Manggis | Tanaman hortikultura | Buah-buahan | |||
67 | Markisa | Tanaman Hortikultura | Biji zakar-buahan | |||
68 | Ros | Tanaman Hortikultura | Bunga | |||
69 | Melinjo | Tanaman hortikultura | Sayuran | |||
70 | Melon | Tanaman hortikultura | Biji zakar-buahan | |||
71 | Mentimun | Pohon hortikultura | Sayuran | |||
72 | Nangka | Pohon hortikultura | Buah-buahan | |||
73 | Nenas | Tanaman hortikultura | Buah-buahan | |||
74 | Antah gogo | Tumbuhan jenggala | Serelia | |||
75 | Antah sawah | Tanaman hutan | Serelia | |||
76 | Antah sawah lebak | Tanaman Rimba | Serealia | |||
77 | Padi sawah tadah hujan | Pokok kayu Hutan | Serealia | |||
78 | Pala | Tanaman rempah dan obat | ||||
79 | Paprika | Pohon hortikultura | Sayuran | |||
80 | Pare | Tumbuhan hortikultura | Sayuran | |||
81 | Keliki | Tanaman hortikultura | Buah-buahan | |||
82 | Petai | Pokok kayu hortikultura | Sayuran | |||
83 | Petsai | Pohon hortikultura | Sayuran | |||
84 | Pisang | Tanaman hortikultura | Biji zakar-buahan | |||
85 | Rambutan | Pokok kayu hortikultura | Buah-buahan | |||
86 | Salak | Pohon hortikultura | Biji kemaluan-buahan | |||
87 | Sawi hijau | Tanaman hortikultura | Sayuran | |||
88 | Sawo | Tanaman hortikultura | Biji zakar-buahan | |||
89 | Sedap malam | Tanaman Hortikultura | Tanaman hias | |||
90 | Keramboja | Tanaman hortikultura | Buah-buahan | |||
91 | Setaria | Pokok kayu Hortikultura | Bunga | |||
92 | Sirsak | Tanaman hortikultura | Biji zakar-buahan | |||
93 | Garai | Pokok kayu wana | Serelia | |||
94 | Srikaya | Tanaman hortikultura | Buah-buahan | |||
95 | Strawberi | Pokok kayu hortikultura | Biji zakar-buahan | |||
96 | Sukun | Tanaman tahunan | ||||
97 | Talas | Tanaman panagan | Umbi-umbian | |||
98 | Tebu | Tumbuhan persawahan | ||||
99 | Teh | Tanaman perkebunan | ||||
100 | Tembakau | Tanaman perkebunan | ||||
101 | Terung | Pohon hortikultura | Sayuran | |||
102 | Tomat buah | Pokok kayu hortikultura | Sayuran | |||
103 | Tomat sayur | Tanaman hortikultura | Sayuran | |||
104 | Singkong jalar | Tanaman hutan | Pongkol-umbian | |||
105 | Ubi | Pohon pangan | Umbi-umbian | |||
106 | Vanili | Pohon rempah dan obat | ||||
107 | Wijen | Tanaman pabrik/perkebunan | ||||
108 | Wortel | Tanaman hortikultura | Sayuran |
Sumber: http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id
Source: https://nasih.wordpress.com/2010/12/04/evaluasi-lahan/
Posted by: holymayhem.com