Analisis Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Hortikultura Tanaman Hias

DIkutip pecah http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id

———————————————————
Pendahuluan

Kebutuhan persil nan semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-persawahan, memerlukan teknologi daya guna dalam upaya menumbuhkan penggunaan petak secara berkelanjutan. Buat dapat memanfaatkan sumur siasat lahan secara tertuju dan efisien diperlukan tersedianya data dan takrif yang kamil mengenai kejadian iklim, tanah dan aturan mileu bodi lainnya, serta persyaratan bertaruk tanaman yang diusahakan, terutama tumbuhan-tanaman yang punya prospek pasar dan manfaat ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat jasmani lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan pokok kayu serta terhadap aspek manajemennya perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan perigi daya persil. Data mata air sendi petak ini diperlukan terutama bakal kepentingan perencanaan pembangunan dan ekspansi pertanian. Data nan dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber kancing lahan masih sulit bakal dapat dipakai oleh pengguna (users) lakukan suatu perencanaan tanpa dilakukan tafsiran cak bagi keperluan tertentu. Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara buat menilai potensi perigi daya kapling. Hasil evaluasi petak akan memberikan informasi dan/ataupun arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan hasilnya ponten harapan produksi nan probabilitas akan diperoleh. Beberapa sistem evaluasi persil yang telah banyak dikembangkan dengan memperalat plural pendekatan, ialah suka-suka yang dengan sistem perkalian parameter, enumerasi, dan sistem matching atau mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat petak (Land Qualities/Land Characteritics) dengan standar kelas bawah kesesuaian lahan yang disusun beralaskan persyaratan tumbuh komoditas perkebunan nan berbasis lahan. Sistem evaluasi lahan yang aliansi digunakan dan yang semenjana dikembangkan di Kiat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Aula Pendalaman Petak Bogor diantaranya:

1.

Klasifikasi kemampuan wilayah (Soepraptohardjo, 1970)

2.

Sistem pendugaan kesesuaian lahan secara parametrik (Driessen, 1971)

3.

Sistem nan digunakan oleh Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi maupun P3MT (Staf PPT, 1983)

4.

Sistem nan digunakan dalam Reconnaissance Land Resources Surveys 1:250.000 scale Atlas Format Procedures (CSR/FAO, 1983)

5.

Land Evaluation Computer System atau LECS (Wood, and Dent, 1983)

6.

Automated Land Evalution System atau ALES (Rossiter D.G., and A.R. Van Wambeke, 1997)

Adanya berbagai sistem atau metode nan digunakan dalam evaluasi kapling minus mempertimbangkan tingkat dan skala denah dalam hubungannya dengan ketersediaan dan kehandalan (accuracy) data, dapat mengakibatkan terjadinya kerancuan intern interpretasi dan evaluasi tanah. Sebagai contoh sistem Atlas Dimensi (CSR/FAO, 1983) nan puas awalnya ditujukan buat keperluan evaluasi petak sreg tingkat tinjau (reconnaissance) skala 1:250.000, kerap sekali lagi digunakan cak bagi evaluasi lahan pada skala nan lebih besar (semi detil ataupun detil). Hal ini mengakibatkan informasi dan data yang semacam itu lengkap dari hasil pemetaan semi detil dan detil, tidak nampak peranannya privat hasil evaluasi kapling, sehingga hasil tersebut masih sulit digunakan untuk keperluan alih teknologi internal perencanaan pembangunan perladangan khususnya bagi rasio mikro. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya satu Tanzil Teknis Evaluasi Kapling yang dapat digunakan sesuai dengan tingkat pemetaan dan skala peta, serta tujuan dari evaluasi lahan yang akan dilakukan dalam kaitannya dengan ketersediaan dan validitas data. Petunjuk teknis ini disusun mengacu kepada “Kriteria Kesesuaian Persil untuk Produk Pertanaman Varian 3.0” (Djaenudin et al., 2000), dan dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detil (neraca denah 1:50.000).

Dasar Evaluasi Kapling

Intern melaksanakan evaluasi lahan perlu tambahan pula adv amat memahami istilah-istilah yang digunakan, baik yang mencantol keadaan sumber kiat lahan, maupun yang berkaitan dengan kebutuhan ataupun persyaratan tumbuh satu tanaman. Berikut diuraikan secara sumir mengenai: signifikansi petak, pengusahaan lahan, karakteristik lahan, kualitas lahan, dan persyaratan pemanfaatan kapling.

Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang liwa (landscape) nan mencakup signifikansi mileu fisik tertulis iklim, topografi/ukiran, petak, hidrologi, dan lebih lagi kejadian vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan kapling (FAO, 1976). Lahan privat pengertian yang bertambah luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di zaman dulu maupun momen sekarang, seperti persil rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi persil pada suatu lahan tertentu.
Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan tanah secara kuat dan berkesinambungan.
Pada peta tanah atau peta mata air daya kapling, hal tersebut dinyatakan privat satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas: iklim, landform (termuat litologi, topografi/relief), persil dan/alias hidrologi. Pemisahan rincih tanah/tanah sangat utama untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan untuk satu varietas penggunaan kapling (Land Utilization Types = LUTs).
Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke internal kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas tanah biasanya terdiri atas satu ataupun lebih karakteristik lahan (land characteristics). Sejumlah karakteristik kapling biasanya punya hubungan satu sama lainnya di dalam signifikansi kualitas lahan dan akan berwibawa terhadap jenis pendayagunaan dan/maupun pertumbuhan tumbuhan dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan).

Pemanfaatan tanah

Penggunaan lahan lakukan pertanian secara publik bisa dibedakan atas: pendayagunaan lahan semusim, tahunan, dan permanen. Eksploitasi persil pokok kayu semusim diutamakan untuk tanaman musiman yang internal polanya bisa dengan rotasi atau tumpang sari dan panen dilakukan setiap musim dengan perian biasanya kurang dari setahun. Penggunaan lahan tumbuhan tahunan merupakan penggunaan tanaman paser jenjang yang pergilirannya dilakukan sehabis hasil tanaman tersebut secara ekonomi enggak produktif juga, seperti pada tanaman perkebunan. Pengusahaan petak permanen diarahkan pada persil nan tak diusahakan bakal pertanian, seperti hutan, daerah konservasi, perkotaan, desa dan sarananya, tanah lapang rusuh, dan pelabuhan.
Dalam Juknis ini pendayagunaan lahan untuk keperluan evaluasi diarahkan pada: kelompok tanaman pangan (serealia, pongkol-umbian, dan kacang-murahan), kelompok tumbuhan hortikultura (sayuran, biji kemaluan-buahan, dan tanaman hias), kelompok pokok kayu pabrik/pertanian, kelompok tanaman rempah dan penawar, kelompok pohon hijauan pakan ternak, dan perikanan air payau.

Dalam evaluasi lahan eksploitasi petak harus dikaitkan dengan diversifikasi pemakaian lahan (Land Utilization Type) yaitu jenis-tipe penggunaan kapling nan diuraikan secara lebih detil karena menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan dan bekas yang diharapkan secara spesial. Setiap jenis penggunaan lahan dirinci ke internal tipe-tipe penggunaan lahan. Jenis pemanfaatan petak bukan merupakan tingkat kategori berpangkal klasifikasi penggunaan kapling, hanya mengacu kepada penggunaan kapling tertentu nan tingkatannya dibawah kategori penggunaan kapling secara umum, karena berkaitan dengan aspek masukan, teknologi, dan keluarannya.
Sifat-kebiasaan pengusahaan kapling mencakup data dan/atau asumsi yang berkaitan dengan aspek hasil, pembiasaan pasar, intensitas modal, buruh, sumber tenaga, takrif teknologi pendayagunaan persil, kebutuhan infrastruktur, ukuran dan bentuk pencaplokan petak, pemilikan petak dan tingkat pendapatan saban unit produksi atau unit areal. Tipe eksploitasi petak menurut sistem dan modelnya dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan compound.

  1. Multiple: Tipe penggunaan kapling yang tergolong multiple terdiri lebih dari satu jenis pendayagunaan (komoditas) nan diusahakan secara serentak lega suatu areal yang ekuivalen dari sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta menerimakan hasil tersendiri. Misal pola kelapa ditanam secara bersamaan dengan kakao maupun dokumen di areal yang sama pada sebidang kapling. Demikian juga nan mahajana dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih dengan vanili atau mauz.
  2. Compound: Diversifikasi penggunaan kapling yang tergolong compound terdiri kian bersumber suatu tipe pengusahaan (komoditas) yang diusahakan lega areal-areal dari sebidang lahan yang buat tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit singularis. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi plong satu sekuen alias urutan perian, dalam hal ini ditanam secara perputaran alias secara langsung, hanya pada areal yang farik sreg sebidang lahan nan dikelola intern unit organisasi yang sama. Perumpamaan contoh suatu pertanaman besar sebagian areal secara terpisah (satu blok/petak) digunakan kerjakan tanaman kejai, dan blok/petak lainnya untuk kelapa sawit. Kedua barang ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama.

Karakteristik lahan
Karakteristik lahan adalah sifat persil yang dapat diukur atau diestimasi. Dari bilang teks menunjukkan bahwa pendayagunaan karakteristik lahan bakal keperluan evaluasi lahan bervariasi. Umpama paparan Grafik 1 menunjukkan variasi dari karakteristik lahan yang digunakan sebagai penunjuk dalam evaluasi kesesuaian petak oleh sejumlah sumur (Staf PPT, 1983; Bunting, 1981; Sys et al., 1993; CSR/FAO, 1983; dan Driessen, 1971).

Tabel 1. Karakteristik lahan yang digunakan sebagai indeks internal evaluasi tanah.

Staf PPT (1983) Bunting (1981) Sys et al. (1993) CSR/FAO (1983) Driessen (1971)
Tipe hujan abu (Oldeman et al.) Periode pertumbuhan tanaman Temperatur rerata (°C) atau elevasi Hawa rerata (°C) maupun elevasi Lereng
Kelas drainase Temperatur rerata pada masa pertumbuhan Curah hujan (mm) Curah hujan (mm) Mikrorelief
Sebaran besar butir (lapisan atas) Curah hujan angin tahunan Lamanya masa kering (wulan) Lamanya periode kering (bulan) Keadaan batu
Kedalaman efektif Kelas bawah drainase Kelembaban awan Kelembaban udara Papan bawah drainase
Ketebalan gambut Tekstur tanah Kelas Drainase Kelas drainase Regim kelembaban
Dekomposisi gambut/jenis gambut Kedalaman perakaran Tekstur/Struktur Tekstur Salinitas/ alkalinitas
KTK Reaksi persil (pH) Bahan berangasan Objek agresif Kejenuhan basa
Kejenuhan basa Salinitas/ DHL Kedalaman kapling Kedalaman tanah Reaksi kapling (pH)
Reaksi tanah (pH) Pengambilan hara (N, P, K) maka itu pohon KTK liat Ketebalan gambut Garis hidup pirit
C-organik
Pengurasan hara (N, P, K) dari petak
Kejenuhan basa Kematangan gambut Qada dan qadar bahan organik
P-tersedia Reaksi tanah (pH) KTK liat Tebal bahan organik
Salinitas/DHL C-organik Kejenuhan basa Tekstur
Kedalaman pirit Aluminium Reaksi tanah (pH) Struktur, porositas, dan strata
Lereng (%)/mikrorelief Salinitas/DHL C-organik Macam liat
Erosi Alkalinitas Aluminium Korban induk/ cadangan mineral
Fasad karena air sebak Lereng Salinitas/DHL Kedalaman efektif
Batu dan kerikil, penghalang pengolahan persil Kobak Alkalinitas
Pori air tersuguh Batuan di satah Bilangan pirit
Penghambat pertumbuhan karena kekurangan air CaCO3 Lereng
Kesuburan petak Gypsum Bahaya abrasi
Permeabilitas lapisan atas Jumlah basa total Genangan
Batuan di permukaan
Singkapan batuan

Karakteristik lahan yang digunakan plong Juknis ini adalah: guru peledak, curah hujan abu, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, target kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, kedewasaan gambut, daya produksi tukar kation liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan.

– temperatur udara : merupakan suhu awan tahunan dan dinyatakan dalam °C
– curah hujan : ialah curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm
– lamanya masa kering : yakni jumlah bulan kering berturut-timbrung n domestik setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm
– kelembaban udara : merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan privat %
– drainase : merupakan supremsi laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi mega n domestik tanah
– tekstur : menyatakan istilah dalam distribusi elemen tanah halus dengan ukuran <2 mm
– bahan agresif : menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan ukuran >2 mm
– kedalaman tanah : menyatakan dalamnya salutan tanah kerumahtanggaan cm yang bisa dipakai buat kronologi perakaran dari tanaman yang dievaluasi
– ketebalan gambut : digunakan pada petak gambut dan menyatakan tebalnya salutan gambut n domestik cm dari permukaan
– kematangan gambut : digunakan pada kapling gambut dan menyatakan tingkat nafkah seratnya kerumahtanggaan mangsa saprik, hemik atau fibrik, makin banyak seratnya menunjukkan belum matang/plonco (fibrik)
– KTK liat : menyatakan kapasitas ganti kation terbit fraksi liat
– kejenuhan basa : total basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh kapling.
– reaksi tanah (pH) : angka pH tanah di alun-alun. Lega lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium ataupun pengukuran lapangan, semenjana pada petak basah diukur di lapangan
– C-organik : lambung karbon organik petak.
– salinitas : kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan makanya konduktivitas listrik.
– alkalinitas : nafkah sodium dapat ditukar
– kedalaman target sulfidik : dalamnya bahan sulfidik diukur semenjak bidang persil sampai batas atas lapisan sulfidik.
– lereng : menyatakan kemiringan kapling diukur internal %
– bahaya erosi : bahaya pengikisan diprediksi dengan mengamati adanya erosi lawai parasan (sheet erosion), pengikisan galur (reel erosion), dan abrasi kanal (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (biasanya) per masa
– genangan : jumlah lamanya kubangan internal wulan selama suatu tahun
– batuan di latar : debit batuan (dalam %) yang suka-suka di parasan tanah/lapisan olah
– singkapan batuan : volume batuan (internal %) yang ada n domestik solum tanah
– sumur air batal : tersedianya air batil untuk keperluan tambak kelebihan mempertahankan pH dan salinitas air tertentu
– amplitudo pasang-surut : perbedaan permukaan air lega waktu pasang dan surut (dalam meter)
– oksigen : ketersediaan oksigen privat petak untuk keperluan pertumbuhan tanaman/ikan

Setiap satuan kar kapling/tanah nan dihasilkan dari kegiatan jajak pendapat dan/atau pemetaan sendang rahasia petak, karakteristik petak dapat dirinci dan diuraikan yang mencaplok keadaan raga lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan buat keperluan parafrase dan evaluasi lahan untuk komoditas tertentu.
Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara serampak kerumahtanggaan evaluasi suka-suka nan sifatnya tersendiri dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena memiliki interaksi suatu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi terbiasa mempertimbangkan maupun memperbandingkan persil dengan penggunaannya n domestik pengertian kualitas lahan. Perumpamaan hipotetis ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan berbunga bulan kering dan siram hujan angin rata-rata tahunan, tetapi air yang dapat diserap pohon tentu tersangkut pula plong kualitas persil lainnya, seperti kondisi alias ki alat perakaran, antara tak tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman nan bersangkutan.

Kualitas lahan
Kualitas petak adalah sifat-kebiasaan pengenal maupun attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas persil punya keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau bertambah karakteristik persil (land characteristics). Kualitas petak ada nan bisa diestimasi atau diukur secara langsung di pelan, tetapi pada umumnya ditetapkan terbit pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).
Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena keduanya dianggap selevel nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang menggunakan kualitas lahan antara tidak dikemukakan pada CSR/FAO (1983), FAO (1983), Sys et al. (1993) (lihat Tabel2).

Tabel 2. Kualitas kapling yang dipakai pada metode evaluasi kapling menurut CSR/FAO (1983), FAO (1983), dan Sys et al. (1993).

CSR/FAO, 1983 FAO, 1983 Sys et.al., 1993
Temperatur Kelembaban Sifat iklim
Kesiapan air Ketersediaan hara Topografi
Kesiapan oksigen Ketersediaan oksigen Kelembaban
Ki alat perakaran Ki alat untuk jalan akar susu Adat fisik petak
Retensi hara Kondisi kerjakan pertumbuhan Sifat kesuburan tanah
Toksisitas Kemudahan diselesaikan Salinitas/alkalinitas
Sodisitas Salinitas dan alkalinitas/ toksisitas
Bahaya sulfidik Retensi terhadap abrasi
Bahaya erosi Bahaya banjir
Penyiapan petak Temperatur
Energi radiasi dan fotoperiode
Bahaya anasir iklim (kilangangin kincir, kekeringan)
Kelembaban gegana



Periode sangar lakukan pemasakan (ripening) tanaman

Kualitas kapling dapat bertindak konkret alias merusak terhadap pemanfaatan lahan tergantung dari rasam-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya menguntungkan bagi suatu pemanfaatan. Sebaliknya kualitas petak nan bersifat negatif akan merugikan (adalah kendala) terhadap pengusahaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat alias pembatas. Setiap kualitas persil boleh berkarisma terhadap suatu alias lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula satu macam eksploitasi lahan tertentu akan dipengaruhi oleh bermacam ragam kualitas lahan.
Sebagai kamil bahaya abrasi dipengaruhi maka itu: keadaan adat tanah, terrain (lereng) dan ikim (curah hujan). Kesiapan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di n domestik garis tengah kapling.
Kualitas kapling yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan nan diperlukan adalah:


  1. Terrain berwibawa terhadap mekanisasi dan/atau pengelolaan lahan secara praktis (teras, tumbuhan sela/alley cropping, dan sebagainya), konstruksi dan pemeliharaan urut-urutan penghubung.

  2. Format dari unit potensial manajemen atau blok wilayah/lahan pertanian.

  3. Lokasi intern hubungannya lakukan penyediaan alat angkut produksi (input), dan pemasaran hasil (aspek ekonomi).

Dalam Juknis ini kualitas lahan yang dipilih bagaikan berikut: temperatur, ketersediaan air, kesiapan oksigen, sarana perakaran, bulan-bulanan kasar, gambut, retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya pengikisan, bahaya banjir, dan penyiapan petak.

– master: ditentukan oleh peristiwa temperatur rerata

– kesiapan air :
ditentukan oleh keadaan curah hujan abu, kelembaban, lama perian gersang, sumber air batal, atau amplitudo pasangsurut, tergantung spesies komoditasnya
– ketersediaan oksigen : ditentukan oleh keadaan drainase ataupun oksigen tersampir spesies komoditasnya
– media perakaran : ditentukan makanya kejadian tekstur, mangsa garang dan kedalaman tanah
– gambut: ditentukan oleh kedalaman dan kematangan gambut
– retensi hara : ditentukan oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-H20, dan C-organik
– bahaya keracunan : ditentukan maka dari itu salinitas, alkalinitas, dan kedalaman sulfidik atau pirit (FeS2)
– bahaya abrasi : ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi
– bahaya air bah : ditentukan oleh genangan
– penyiapan persil : ditentukan oleh batuan di permukaan dan singkapan batuan

Kemudahan yang berkaitan dengan aspek ekonomi merupakan penentu kesesuaian tanah secara ekonomi ataupun economy land suitability class (Rossiter, 1995). Situasi ini dengan pertimbangan bagaimanapun potensialnya secara badan suatu wilayah, tanpa ditunjang oleh sarana ekonomi yang memadai, tidak akan banyak memberikan kontribusi terhadap pengembangan negeri tersebut. Evaluasi Petak dari aspek ekonomi tidak dibahas dalam Juknis ini.

Persyaratan penggunaan lahan
Semua spesies dagangan pertanian termasuk tanaman persawahan, peternakan, dan perikanan yang berbasis lahan lakukan boleh tumbuh atau sukma dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Cak bagi memudahkan privat pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas kapling dan karakteristik petak yang sudah lalu dibahas. Persyaratan karakteristik lahan bakal masing-masing dagangan perkebunan kebanyakan farik, tetapi ada sebagian yang ekuivalen sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut.

Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur, kelembaban, oksigen, dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan, dan selanjutnya disebut seumpama periode pertumbuhan (FAO, 1983). Persyaratan tak berupa ki alat perakaran, ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi lahan, serta kedalaman efektif (medan perakaran berkembang). Suka-suka tanaman yang memerlukan drainase terhambat begitu juga padi sawah. Hanya sreg biasanya pokok kayu menuntut drainase yang baik, dimana puas kondisi demikian aerasi tanah cukup baik, sehingga di dalam tanah layak tersedia oksigen, dengan demikian akar tanaman boleh berkembang dengan baik, dan mampu menyerap unsur hara secara optimal.
Persyaratan tumbuh atau persyaratan pendayagunaan tanah yang diperlukan maka dari itu sendirisendiri komoditas mempunyai takat kisaran minimum, optimum, dan maksimum bikin masing-masing karakteristik lahan. Kisaran tersebut bikin masing-masing komoditas pertanian boleh dilihat pada Lampiran 1 – 6.
Kualitas petak yang optimum cak bagi kebutuhan tanaman atau penggunaan lahan merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan yang paling kecil sesuai (S1). Sedangkan kualitas persil yang di bawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian petak antara kelas yang layak sesuai (S2), dan/ataupun sesuai terpinggirkan (S3). Di asing batasan tersebut merupakan lahan-lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai (T).

Prosedur Evaluasi Kapling

Evaluasi kapling biasanya yaitu kegiatan lanjutan dari survei dan pemetaan lahan atau sumber taktik lahan lainnya, melalui pendekatan interpretasi data tanah serta fisik mileu untuk suatu tujuan pengusahaan tertentu. Satu bahasa dengan dibedakannya spesies dan tingkat pemetaan petak, maka intern evaluasi kapling juga dibedakan menurut kesiapan data hasil jajak pendapat dan pemetaan kapling atau jajak pendapat mata air daya lahan lainnya, sesuai dengan tingkat dan skala pemetaannya.

Pendekatan

Intern evaluasi lahan ada 2 varietas pendekatan yang dapat ditempuh menginjak mulai sejak tahap konsultasi awal (initial consultation) hingga kepada klasifikasi kesesuaian lahan (FAO, 1976). Kedua pendekatan itu adalah: 1) pendekatan dua tahapan (two stage approach); dan 2) pendekatan paralel (parallel approach).

  1. Pendekatan dua tahapan. Pendekatan dua tahap terdiri atas tahap pertama adalah evaluasi lahan secara bodi, dan tahap kedua evaluasi lahan secara ekonomi. Pendekatan tersebut biasanya digunakan dalam pembukuan sumber daya lahan baik buat tujuan perencanaan makro, maupun bakal studi pengujian potensi produksi (FAO, 1976). Klasifikasi kesesuaian tahap mula-mula didasarkan lega kesesuaian lahan untuk diversifikasi penggunaan yang telah diseleksi sejak tadinya kegiatan angket, seperti mana bagi tegalan (arable land) alias sawah dan perkebunan. Konstribusi mulai sejak analisis sosial ekonomi terhadap tahap pertama terbatas hanya untuk mencek spesies penggunaan tanah yang relevan. Hasil dari kegiatan tahap pertama ini disajikan dalam bentuk laporan dan denah nan kemudian dijadikan subjek sreg tahap kedua kerjakan segera ditindak lanjuti dengan analisis aspek ekonomi dan sosialnya.
  2. Pendekatan paralel. Dalam pendekatan paralel kegiatan evaluasi kapling secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel), alias dengan kata bukan analisis ekonomi dan sosial dari keberagaman penggunaan persil dilakukan secara simultan bersamaan dengan pengujian faktor-faktor fisik. Cara seperti ini lazimnya menguntungkan lakukan suatu lengkap nan spesifik intern kaitannya dengan bestelan pengembangan lahan puas tingkat semi detil dan detil. Melalui pendekatan paralel ini diharapkan boleh memberi hasil nan lebih karuan dalam periode nan singkat.

Penyiapan Data

Buat melakukan evaluasi persil baik dengan menggunakan pendekatan dua tahapan maupun pendekatan paralel perlu didahului dengan konsultasi awal. Tanya jawab awal ini buat menentukan intensi dari evaluasi yang akan dilakukan, data apa yang diperlukan dan hipotesis-asumsinya nan akan dipergunakan sebagai sumber akar dalam penilaian. Evaluasi lahan nan akan dilakukan terjemur pecah tujuannya yang harus didukung maka itu ketersediaan data dan informasi sendang daya lahan.

Pelaksanaan Evaluasi lahan dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: tingkat tinjau skala 1:250.000 ataupun lebih boncel; recup detil rasio 1:25.000 sebatas 50.000; dan detil perbandingan 10.000 sampai 25.000 atau lebih besar. Jenis, total, dan kualitas data yang dihasilkan dari ketiga tingkat pemetaan tersebut berbagai macam, sehingga penyajian hasil evaluasi lahan ditetapkan sebagai berikut: pada tingkat tinjau dinyatakan dalam ordo, tingkat semi detil internal inferior/subkelas, dan pada tingkat detil dinyatakan dalam subkelas/subunit. Visiun Teknis ini disarankan dipakai terutama untuk tingkat pemetaan semi detil.
Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan prinsip mencocokkan (matching) data lahan dan fisik mileu dengan tabulasi rating kesesuaian lahan nan telah disusun bersendikan persyaratan penggunaan lahan mencengam persyaratan merecup/hidup komoditas pertanian nan bersangkutan, tata dan penjagaan. Kriteria kelas kesuaian lahan bakal 112 tipe komoditas pertanian yang berbasis lahan disajikan pada Lampiran 1–6. Pada proses matching syariat minimum dipakai untuk menentukan faktor pewatas yang akan menentukan kelas dan subkelas kesesuaian lahannya. Dalam penilaian kesesuaian tanah perlu ditetapkan n domestik keadaan aktual (kesesuaian lahan aktual) ataupun situasi potensial (kesesuaian lahan potensial). Hal potensial dicapai setelah dilaksanakan kampanye-aksi reformasi (Improvement = I) terhadap per faktor pembatas bakal mencapai situasi potensial.
Premis-presumsi dalam Evaluasi Lahan

Sebelum melaksanakan evaluasi tanah, lebih lagi dahulu harus ditetapkan presumsi-premis yang akan diterapkan. N domestik hal ini apakah evaluasi lahan akan dilakukan dengan asumsi pada kondisi tingkat tata rendah (sederhana), sedang, atau tinggi.
Evaluasi kapling untuk maksud perencanaan pembangunan pertanaman perkebunan besar dengan masukan teknologi tinggi, tentu berbeda asumsinya jika harapan evaluasi lahan saja untuk persawahan rakyat yang cukup dengan masukan teknologi madya. Demikian pula dalam hal penggunaan alat-perabot penggodokan persil dalam introduksi lahan pertanian. Jika lahan akan terjamah secara manual (cangkul atau bajak) maka asumsi yang bisa digunakan n domestik menilai kualitas dan karakteristik kapling farik dengan eksploitasi alat-alat rumpil (mekanik). Sebagai komplet penilaian terhadap tekstur petak yang liat dan/atau berkerikil untuk perebusan lahan secara manual tidak plus bersoal dibandingkan jika memperalat perabot insinyur. Kasus serupa dalam menghadapi kualitas kapling terrain dalam kejadian ini lereng. Pada lereng lebih besar berusul 8% jika tanah diolah dengan menggunakan traktor merupakan masalah, tetapi tidak demikian kalau diteras dengan menggunakan perangkat pengolah lahan yang sederhana.
Asumsi dapat dibedakan terutama atas dua hal:
(1) yang mencantol areal proyek;
dan (2) yang menyangkut pelaksanaan evaluasi/terjemahan serta waktu berlakunya dari hasil evaluasi petak.
Beberapa abstrak hipotesis yang ditetapkan untuk evaluasi lahan secara kuantitatif jasmani yaitu sebagai berikut:

  1. Data tanah yang digunakan saja terbatas pada pesiaran maupun data dari satuan lahan alias runcitruncit peta tanah.
  2. Reliabilitas data yang tersaji: rendah, sedang, hierarki
  3. Lokasi pendalaman atau daerah pol
  4. Kependudukan tidak dipertimbangkan kerumahtanggaan evaluasi
  5. Infrastruktur dan aksesibilitas serta fasilitas pemerintah lain dipertimbangkan kerumahtanggaan evaluasi.
  6. Tingkat pengelolaan atau manajemen dibedakan atas 3 tingkatan merupakan rendah, menengah, dan tinggi.
  7. Pemilikan tanah bukan dipertimbangkan dalam evaluasi.
  8. Pemasaran hasil produksi serta harga jual tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.
  9. Evaluasi lahan dilaksanakan secara kualitatif, kuantitatif fisik atau kuantitatif ekonomi.
  10. Aksi perbaikan lahan untuk mendapatkan kondisi potensial dipertimbangkan dan disesuaikan dengan tingkat pengelolaannya.
  11. Aspek ekonomi hanya dipertimbangkan secara garis ki akbar.

Indeks Evaluasi Lahan

Berikut karakteristik petak alias kapling dan prinsip memprediksi data secara praktis di pelan maupun standar pengelompokannya. Karakteristik tanah/lahan nan dipakai sebagai indeks kerumahtanggaan evaluasi lahan tersebut antara lain: guru awan, drainase, tekstur, alkalinitas, bahaya erosi, dan air bah/genangan.

Estimasi temperatur berdasarkan ketinggian bekas (elevasi)
Di panggung-tempat yang lain tersuguh data temperatur (stasiun iklim rendah), maka guru udara boleh diduga berdasarkan kebesaran tempat (elevasi) dari atas permukaan laut. Pendugaan tersebut dengan menunggangi pendekatan rumus dari Braak (1928) dalam Mohr et al. (1972). Berdasarkan hasil penelitiannya di Indonesia guru di dataran rendah (pantai) berkisar antara 25-27ºC, dan rumus yang boleh digunakan (rumus Braak) yakni sebagai berikut:
26,3°C – (0,01 x elevasi n domestik meter x 0,6°C)

Berdasarkan penelitian Braak tersebut temperatur petak pada kedalaman 50 cm di Indonesia kian pangkat 3-4,5ºC, sehingga kerjakan mengira temperatur lahan plong kedalaman 50 cm, maka rerata guru mega ditambah sekitar 3,5ºC. Belaka menurut Wambeke et al. (1986) hawa tanah makin tinggi 2,5ºC berusul temperatur gegana. Hasil pendugaan temperatur dan ditambah perbedaan temperatur udara dan hawa petak tersebut digunakan untuk menentukan rejim temperatur tanah seperti yang ditetapkan internal Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1992; 1998).

Drainase kapling
Inferior drainase tanah dibedakan internal 7 kelas sebagai berikut:

1.

Cepat (excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik jenjang setakat sangat tinggi dan daya menyergap air rendah. Tanah demikian tidak sejadi bakal tanaman tanpa tali air. Ciri yang bisa diketahui di lapangan, ialah tanah bercat homogen tanpa noda atau karatan besi dan aluminium serta dandan gley (reduksi).

2.

Sangka cepat (somewhat excessively drained), persil punya konduktivitas hidrolik tinggi dan daya mencegat air rendah. Tanah demikian sahaja cocok bakal sebagian tanaman kalau minus irigasi. Ciri yang bisa diketahui di lapangan, yaitu tanah bercelup homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (potongan harga).

3.

Baik (well drained), tanah n kepunyaan daya hantar hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak pas basah akrab permukaan. Tanah demikian cocok buat bermacam-macam tanaman. Ciri yang bisa diketahui di tanah lapang, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak ataupun karatan besi dan/alias mangan serta rona gley (diskon) sreg salutan sampai = 100 cm.

4.

Agak baik (moderately well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik semenjana sampai agak terbatas dan siasat membantut air abnormal, tanah basah dekat ke permukaan. Lahan demikian cocok bakal berbagai pohon. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu petak bercat homogen tanpa bercak alias karatan metal dan/ataupun mangan serta dandan gley (rabat) pada saduran hingga = 50 cm.

5.

Taksir terhalang (somewhat poorly drained), persil memiliki konduktivitas hidrolik taksir rendah dan daya menahan air minus sampai sangat terbatas, tanah basah sampai ke satah. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang boleh diketahui di lapangan, yaitu lahan berwarna homogen tanpa bercak alias karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada sepuhan sampai =25 cm.

8.

Terhambat (poorly drained), tanah mempunyai daya hantar hidrolik rendah dan daya hadang air rendah sebatas sangat cacat, tanah basah bagi musim yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian sekata buat padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu kapling mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan tekor sreg lapisan sampai permukaan.

7.

Habis tersekat (very poorly drained), persil dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah, kapling basah secara permanen dan tergenang cak bagi masa yang sepan lama sampai ke parasan. Tanah demikian sepakat buat padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu persil punya warna gley (reduksi) permanen hingga plong lapisan rataan.

Tekstur
Tekstur adalah merupakan gabungan komposisi fraksi tanah halus (diameter =2 mm) yaitu batu halus, debu dan liat. Tekstur boleh ditentukan di lapangan sebagaimana disajikan puas Tabulasi 3.



Tabel 3. Menentukan kelas bawah tekstur di lapangan

No

Tekstur Rasam Tanah

1.

Pasir (S)

Sangat kasar sekali, tidak membentuk bola dan gulungan, serta enggak melekat.

2.

Pasir berlempung (LS)

Sangat bergairah, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta sangkil tertuju.

3.

Lempung berpasir (SL)

Asa kasar, membentuk bola duga kuat tapi mudah lebur, serta agak tertuju.

4

Lempung (L)

Rasa tidak bernafsu dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, dan melekat.

5

Belet berdebu (SiL)

Licin, membuat bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat.

6

Tepung (Si)

Rasa licin sekali, menciptakan menjadikan bola teguh, dapat sedikit digulung dengan latar mengkilat, serta asa melekat.

7

Tanah pekat berliat (CL)

Rasa terka kasar, membentuk bola agak teguh (lembab), menciptakan menjadikan gulungan tapi mudah hancur, serta terka melekat.

8

Tanah pekat liat berpasir (SCL)

Rasa kasar taksir jelas, membentuk bola agak teguh (lembab), membuat gulungan tetapi mudah hancur, serta terpatok.

9

Lempung liat berdebu (SiCL)

Rasa licin jelas, membentuk bola ki ajek, gulungan mengkilat, terpatok.

10

Liat berpasir (SC)

Rasa licin agak kasar, membentuk bola kerumahtanggaan hal kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat.

11

Liat berdebu (SiC)

Rasa kira licin, membuat bola dalam kejadian kering musykil dipilin, mudah digulung, serta tertuju.

12

Liat (C)

Rasa berat, membentuk bola konseptual, bila kering dahulu keras, basah terlampau melekat.

Kategorisasi kelas tekstur yang digunakan pada Juknis ini yakni:

Kecil-kecil (h) Liat berpasir, liat, liat berabu
Nyana subtil (ah) Lempung berliat, lempung liat berpasir, belet liat berdebu
Menengah (s) Lempung berpasir dahulu lembut, lempung, lempung berdebu, tepung
Asa kasar (ak) Tanah pekat berpasir
Kasar (k) Batu halus, ramal berlempung
Terlampau halus (sh) Liat (tipe mineral liat 2:1)

Bahan bergairah

Mangsa kasar ialah merupakan modifier tekstur nan ditentukan oleh jumlah persentasi kerikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah, dibedakan menjadi:

sedikit < 15%
sedang 15 – 35%
banyak 35 – 60%%
silam banyak > 60%

Kedalaman tanah
Kedalaman tanah, dibedakan menjadi:

dulu cetek < 20 cm
cetek 20 – 50 cm
sedang 50 – 75 cm
dalam > 75 cm

Ketebalan gambut
Ketebalan gambut, dibedakan menjadi:

tipis < 60 cm
semenjana 60 – 100 cm
agak tebal 100 – 200 cm
tebal 200 – 400 cm
silam tebal > 400 cm

Saprik+, hemik+, fibrik+ = saprik/ hemik/ fibrik dengan sisisipan/ pengkayaan bahan mineral.

Alkalinitas

Menggunakan biji exchangeable natrium percentage maupun ESP (%) yakni dengan runding:
ESP = Na bisa tukar x 100/KTK persil

Nilai ESP 15% adalah sebanding dengan skor natrium adsorption ratio alias SAR 13

Bahaya pengikisan

Tingkat bahaya erosi boleh diprediksi berdasarkan keadaan alun-alun, yaitu dengan kaidah kecam adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), pengikisan alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya pengikisan yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan mencamkan permukaan kapling yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya falak A. Horizon A biasanya dicirikan oleh dandan gelap karena relatif mengandung bahan organik nan pas banyak. Tingkat bahaya erosi tersebut disajikan intern Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat bahaya pengikisan

Tingkat bahaya abrasi Jumlah tanah permukaan nan hilang (cm/tahun)

Sangat ringan (sr) < 0,15
Ringan (r) 0,15 – 0,9
Medium (s) 0,9 – 1,8
Berat (b) 1,8 – 4,8
Sangat berat (sb) > 4,8

Bahaya banjir/genangan

Air sebak ditetapkan andai perhubungan pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan lamanya air sebak (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melangkahi wawancara dengan penduduk setempat di lapangan.

No Kedalaman banjir (X) Lamanya air sebak (Y):
1. < 25 cm 1. < 1 bulan
2. 25 – 50 cm 2. 1 – 3 bulan
3. 50 – 150 cm 3. 3 – 6 rembulan
4. > 150 cm. 4. > 6 wulan.

Bahaya banjir diberi simbol Fx, y. (dimana X ialah fon kedalaman air lopak, dan Y yaitu lamanya banjir). Kelas bahaya banjir tersebut disajikan internal Tabel 5.

Tabel 5. Papan bawah bahaya banjir

Simbol Inferior bahaya banjir Kelas bahaya air sebak berdasarkan kombinasi kedalaman dan lamanya banjir (F x,y)

Bunyi bahasa Inferior bahaya air ampuh Kelas bahaya air ampuh berdasarkan koneksi kedalaman dan lamanya air ampuh (F x,y)
F0 Minus
F1 Ringan F1.1, F2.1, F3.1
F2 Menengah F1.2, F2.2, F3.2, F4.1
F3 Agak rumit F1.3, F2.3, F3.3
F4 Berat F1.4, F2.4, F3.4, F4,2, F4.3, F4.4

Barometer Kesesuaian Petak

id komoditas group1 group2
1 Akar susu wangi Pohon pabrik
2 Berpangku tangan Tanaman Hortikultura Biji zakar-buahan
3 Naik banding Tumbuhan Hortikultura Buah-buahan
4 Asparagus Tanaman Hortikultura anakan
5 Aster Tanaman Hortikultura Rente
6 Avokad Tanaman hortikultura Buah-buahan
7 Kucai merah Tanaman Hortikultura Sayuran
8 Bawang tahir Tanaman Hortikultura Sayuran
9 Bayam Pohon Hortikultura Sayuran
10 Belimbing Tumbuhan Hortikultura Buah-buahan
11 Biet Tumbuhan Hortikultura Sayuran
12 Blewah Tanaman Hortikultura Biji kemaluan-buahan
13 Brokoli Pokok kayu Hortikultura Sayuran
14 Buncis Tanaman Hortikultura Sayuran
15 Anakan Surya Tanaman hortikultura Bunga
16 Cabemerah Tanaman Hortikultura Sayuran
17 Carica
18 Cempedak Tanaman Pabrik/Perkebunan
19 Cengkeh Tanaman Industri/Perkebunan
20 Duku Tumbuhan Industri/Perkebunan
21 Durian Tanaman Pabrik/Perkebunan
22 Sorgum Tanaman Pangan Serealia
23 Gladiol Pohon Hortikultura Bunga
24 Hairbrass Tumbuhan Hortikultura Anak uang
25 Iles_iles Tanaman Jenggala Umbi-umbian
26 Milu Pohon Pangan Serelia
27 Jahe Tanaman Rempah dan Penawar
28 Jambu rayuan Tanaman Hortikultura Buah-buahan
29 Jambu Mete Tanaman Industri/Pertanaman
30 Jambu siam Tumbuhan Hortikultura Buah-buahan
31 Jarak Pohon Rempah dan Obat
32 Sitrus Tanaman hortikultura Buah-buahan
33 Bin Kapri Tanaman hortikultura Sayuran
34 Kedelai Arab Tanaman hortikultura Sayuran
35 Kacang hijau Pohon Hutan Bin-kodian
36 Kacang Panjang Tanaman hortikultura Sayuran
37 Kacang tanah Tanaman Pangan Kacang-kacangan
38 Kacang tunggak Tanaman Pangan Kacang-kacangan
39 Kailan Tanaman Hortikultura Sayuran
40 Kakao Tanaman industri/pertanian
41 Kapas Tanaman industri/perladangan
42 Kapok Tanaman industri/perladangan
43 Kapolaga Pohon rempah dan pelelang
44 Kain Pokok kayu industri/pertanian
45 Kayu manis Pohon industri/perladangan
46 Kacang Tanaman Pangan Bin-kacangan
47 Kelapa Tanaman industri/perkebunan
48 Kelambir Sawit Tanaman industri/pertanian
49 Kemiri Tumbuhan industri/perkebunan
50 Kenanga Tanaman Hortikultura Pokok kayu solek
51 Kencur Pokok kayu hortikultura
52 Kentang Pokok kayu hortikultura Sayuran
53 Kepayang Tanaman Hortikultura
54 Kesemek Pokok kayu hortikultura Biji zakar-buahan
55 Kina Tumbuhan rempah dan obat
56 Klengkeng Tanaman hortikultura Buah-buahan
57 Kopi Arabika Tanaman pabrik/perkebunan
58 Sahifah Robusta Tanaman pabrik/perkebunan
59 Kol Tumbuhan hortikultura Sayuran
60 Kunir Pokok kayu rempah dan pelamar
61 Lombok Tanaman rempah dan penawar
62 Lengkuas Tanaman rempah dan obat
63 Lettuce Tanaman Hortikultura
64 Lobak Tanaman hortikultura Sayuran
65 Mangga Pokok kayu hortikultura Biji kemaluan-buahan
66 Manggis Tanaman hortikultura Buah-buahan
67 Markisa Tanaman Hortikultura Biji zakar-buahan
68 Ros Tanaman Hortikultura Bunga
69 Melinjo Tanaman hortikultura Sayuran
70 Melon Tanaman hortikultura Biji zakar-buahan
71 Mentimun Pohon hortikultura Sayuran
72 Nangka Pohon hortikultura Buah-buahan
73 Nenas Tanaman hortikultura Buah-buahan
74 Antah gogo Tumbuhan jenggala Serelia
75 Antah sawah Tanaman hutan Serelia
76 Antah sawah lebak Tanaman Rimba Serealia
77 Padi sawah tadah hujan Pokok kayu Hutan Serealia
78 Pala Tanaman rempah dan obat
79 Paprika Pohon hortikultura Sayuran
80 Pare Tumbuhan hortikultura Sayuran
81 Keliki Tanaman hortikultura Buah-buahan
82 Petai Pokok kayu hortikultura Sayuran
83 Petsai Pohon hortikultura Sayuran
84 Pisang Tanaman hortikultura Biji zakar-buahan
85 Rambutan Pokok kayu hortikultura Buah-buahan
86 Salak Pohon hortikultura Biji kemaluan-buahan
87 Sawi hijau Tanaman hortikultura Sayuran
88 Sawo Tanaman hortikultura Biji zakar-buahan
89 Sedap malam Tanaman Hortikultura Tanaman hias
90 Keramboja Tanaman hortikultura Buah-buahan
91 Setaria Pokok kayu Hortikultura Bunga
92 Sirsak Tanaman hortikultura Biji zakar-buahan
93 Garai Pokok kayu wana Serelia
94 Srikaya Tanaman hortikultura Buah-buahan
95 Strawberi Pokok kayu hortikultura Biji zakar-buahan
96 Sukun Tanaman tahunan
97 Talas Tanaman panagan Umbi-umbian
98 Tebu Tumbuhan persawahan
99 Teh Tanaman perkebunan
100 Tembakau Tanaman perkebunan
101 Terung Pohon hortikultura Sayuran
102 Tomat buah Pokok kayu hortikultura Sayuran
103 Tomat sayur Tanaman hortikultura Sayuran
104 Singkong jalar Tanaman hutan Pongkol-umbian
105 Ubi Pohon pangan Umbi-umbian
106 Vanili Pohon rempah dan obat
107 Wijen Tanaman pabrik/perkebunan
108 Wortel Tanaman hortikultura Sayuran

Sumber:  http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id

Source: https://nasih.wordpress.com/2010/12/04/evaluasi-lahan/

Posted by: holymayhem.com